Lihat ke Halaman Asli

Manipulasi Persepsi Publik Lewat Buzzer, Ancaman Bagi Demokrasi

Diperbarui: 20 Februari 2025   16:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam era digital, informasi menyebar dengan cepat melalui berbagai platform media sosial. Namun, alih-alih menjadi ruang diskusi sehat, media sosial justru menjadi ladang subur bagi buzzer yang bertugas membentuk opini publik sesuai kepentingan tertentu. Fenomena ini semakin marak di Indonesia, di mana narasi buzzer sering kali digunakan untuk mendiskreditkan gerakan masyarakat sipil, termasuk aksi demonstrasi. Salah satu contoh terbaru adalah respons terhadap aksi "Indonesia Gelap."

Aksi "Indonesia Gelap" melibatkan mahasiswa dan masyarakat yang turun ke jalan untuk menyuarakan berbagai tuntutan kepada pemerintah. Beberapa tuntutan utama yang disampaikan antara lain:

  1. Mengawal dan mengevaluasi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran.

  2. Realisasi tunjangan dosen ASN dan pendidikan gratis.

  3. Evaluasi anggaran pendidikan serta efisiensi Kabinet Merah Putih.

  4. Evaluasi program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

  5. Pencabutan proyek Proyek Strategis Nasional (PSN) yang bermasalah.

  6. Pengesahan RUU Masyarakat Adat.

  7. Reformasi Polri dan penghapusan dwifungsi ABRI.

  8. Kebijakan pemerintah berbasis riset.

  9. Penerbitan Perpu tentang perampasan aset.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline