Lihat ke Halaman Asli

Claresta Wau

Mahasiswa

Dampak Kebijakan Pajak Tinggi AS: Ancaman bagi Ekonomi, Bisnis, dan Stabilitas Politik Indonesia?

Diperbarui: 24 April 2025   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konteks Kebijakan AS

Kebijakan tarif impor tinggi Amerika Serikat (AS) yang mencapai 32% untuk produk Indonesia bahkan lebih besar untuk negara lain seperti China (125%) bukan sekadar langkah proteksionis biasa. Ini adalah manuver politik-ekonomi Presiden Donald Trump yang bertujuan menekan negara-negara mitra dagang untuk mengurangi surplus perdagangan mereka terhadap AS.

Namun di balik slogan "America First", kebijakan ini justru berisiko memicu perlambatan ekonomi global, termasuk di AS sendiri. Pertanyaannya: bagaimana Indonesia menyikapi tantangan yang sekaligus membuka peluang untuk reformasi struktural ini?

Dampak Langsung: Ekspor, Rupiah, dan PHK

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa AS merupakan pasar ekspor terbesar kedua Indonesia setelah China, dengan nilai mencapai US$21,7 miliar pada 2024. Produk seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik yang menyumbang sekitar 35% ekspor non-migas ke AS menjadi sektor paling rentan. Efek domino dari kebijakan ini patut dicermati:

  • Penurunan ekspor mengakibatkan berkurangnya devisa, menekan nilai tukar rupiah, serta mendorong inflasi akibat mahalnya bahan baku impor.
  • PHK massal di sektor padat karya seperti industri tekstil yang mempekerjakan lebih dari 1,2 juta orang berpotensi meningkatkan pengangguran dan ketimpangan sosial
  • Penerimaan pajak dari perusahaan eksportir diperkirakan turun hingga Rp30 triliun (Kemenkeu), yang bisa membebani APBN dan mengganggu belanja sosial.

Dilema Respons Pemerintah: Negosiasi atau Proteksi?

Pemerintah Indonesia sejauh ini menempuh jalur diplomatik, antara lain dengan menawarkan peningkatan impor produk AS senilai US$18–19 miliar dan pelonggaran kebijakan pajak impor. Namun strategi ini menuai kritik:

Strategi ini berpotensi menciptakan ketergantungan baru, sementara solusi jangka panjang seperti diversifikasi pasar masih kurang optimal. Impor produk AS seperti gandum atau LNG bisa jadi lebih menguntungkan elit tertentu, tanpa menjawab persoalan mendasar industri lokal. Meningkatkan ketergantungan: Alih-alih memperkuat kemandirian ekonomi, kebijakan ini bisa membuat Indonesia semakin terikat pada struktur perdagangan yang timpang.

Sementara itu, opsi strategis seperti diversifikasi pasar ekspor ke Afrika dan Timur Tengah, atau insentif fiskal untuk substitusi impor, kerap terhambat oleh resistensi dari kelompok yang diuntungkan oleh status quo.

Pelajaran dari China: Proteksi dan Inovasi

China merespons tekanan tarif AS dengan dua jurus utama: memperkuat pasar domestik melalui strategi China yang memprioritaskan pasar domestik dan mendorong inovasi teknologi secara agresif. Hasilnya, meskipun ekspor ke AS turun 12% pada 2025, pertumbuhan ekonominya tetap solid karena ditopang konsumsi dalam negeri dan industri berteknologi tinggi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline