Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, dikenal sebagai salah satu daerah dengan produksi kelapa sawit rakyat yang cukup besar. Banyak masyarakat di sana menggantungkan hidup dari hasil tandan buah segar (TBS). Namun di balik itu, petani masih menghadapi masalah lahan yang belum jelas statusnya.
Harga Sawit dan Sistem Panen
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa petani sawit di wilayah Kecamatan Sungai Rumbai, harga jual sawit ini berada di kisaran Rp3.000 per kilogram untuk tandan buah segar. Sementara untuk buah rontok atau brondolan, harganya lebih tinggi, yakni sekitar Rp4.000 per kilogram, karena bersih dan tidak bercampur dengan bonggol.
“Kalau brondolan itu lebih mahal, soalnya bersih. Nggak ada bonggolannya,” kata Pak Sunarto, salah satu petani sawit di Sungai Rumbai.
Dalam sebulan, petani umumnya dua kali panen, tergantung kondisi pohon dan luas lahan. Hasil panen yang diperoleh pun tidak menentu. Setiap tandan buah segar (TBS) sawit memiliki berat yang bervariasi, mulai dari 10 hingga 30 kilogram per tandan tergantung usia pohon. Sawit yang masih muda menghasilkan tandan sekitar 10—15 kg, sementara pohon yang sudah produktif bisa mencapai 25—30 kg per tandan.
“Sekali panen tergantung banyaknya batang. Kalau lahannya luas, bisa satu ton lebih, tapi kalau kecil ya nggak sampai segitu,” tambahnya.
Penjualan ke Ram dan Potongan Timbangan
Tandan buah segar sawit hasil panen petani Dharmasraya. Sumber: Data dan wawancara oleh penulis (2025)
Petani sawit di Dharmasraya umumnya menjual hasil panen ke ram atau pengepul yang bekerja sama dengan pabrik. Harga jual ke ram bisa berbeda-beda antar tempat.
“Beda ram, beda harga. Kadang selisihnya bisa sampai seratus atau dua ratus rupiah per kilo,” jelas Ibu Wiwik, petani dari Blok B Sitiung 3.
Selain itu, setiap penjualan biasanya dikenakan potongan timbangan oleh pihak ram dengan alasan kadar air atau kualitas buah. Namun, potongan tersebut seringkali tidak dijelaskan secara terbuka kepada petani.
“Selalu ada potongan, katanya karena buahnya basah atau banyak bonggol, tapi nggak pernah dijelaskan,” tambahnya.