Lihat ke Halaman Asli

Ketika Perbedaan Bukan Lagi Anugerah

Diperbarui: 14 November 2019   21:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Salah satu persoalan paling fundamental dalam hidup bersama ialah kebebasan. Mengapa demikian? Kebebasan adalah hakikat diri manusia. Karena menjadi hakikat, refleksi dan persoalan tentangnya tidak kunjung selesai.

Akhir-akhir ini negara kita sibuk dengan perkara kebebasan berekspresi. Kebebasan berkspresi kita banyak salah arah, kalau kita berpegang pada etika kemanusiaan, cintailah sesamamu, seperti engkau mencintai dirimu sendiri.

Sebut saja polemik terkait imbaun Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengingatkan pejabat publik untuk tidak mengucapkan salam dengan cara berbagai agama dalam acara resmi (https://tirto.id/elyd).

Disadari atau tidak, ada persoalan fundamental di balik pernyataan ini yakni kesadaran akan akan arti penting sebuah keberagaman yang makin memudar.  Kalau kita berpegang pada etika kemanusiaan di atas, mengucapkan salam dalam berbagai agama tidak ada salahnya. Sebab kita disatukan oleh Pancasila dan perbedaan keyakinan mestinya dilihat sebagai anugerah.

Perbedaan itu anugerah sebab kita tidak pernah bisa memilih di hadapan keagungan Sang Pencipta. Kita hanya bisa menerima begitu saja diri kita, kita dilahirkan di mana, kita dibesarkan dan hidup di mana.

Hemat saya, melalui orang-orang terdekat kita pun Tuhan juga menganugerahkan agama apa yang akan kita anut. Terhadap hal-hal fundamental  semacam ini, kita hanya bisa menerimanya begitu saja, tanpa pernah bisa menolaknya.

Perbedaan dan Kebebasan

Perbedaan selalu dihayati dalam kebebasan. Ketika berbicara tentang kebebasan manusia, Baruch Spinoza mengatakan bahwa kebebasan manusia selalu terarah pada yang lain yakni Kesejahteraan Bersama. Kesejahteraan bersama dalam pandangan Emanuel Levinas ialah Melihat orang lain sebagai diriku yang lain, maka harus diterima apa adanya.

Perbedaan adalah kodrat manusia. Tidak ada satu manusia pun yang persis sama, biar kembar sekalipun. Kalau kembar saja berbeda, apalagi manusia dengan segala dimensi kehidupannya yang kompleks, pasti sangat berbeda.

Karena menjadi kodrat manusia, perbedaan itu mestinya harus diterima dan dirayakan. Menolak perbedaan sama dengan menolak kodrat manusia itu sendiri.

Sebab tidak ada kemajuan tanpa perbedaan. Kemajuan ilmu dan pengatahuan manusia lahir karena adanya perbedaan. Perbedaan itu memungkinkan setiap manusia saling belajar, saling memperkaya dan semakin menemukan identitasnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline