Saat ini sampah merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh penduduk Jakarta. Bagaimana tidak, tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi dinilai sudah kelebihan kapasitas (over capacity) pada tahun depan.
Mengapa bisa over capacity? Karena jumlah produksi sampah setiap tahun akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Jakarta.
Menurut laporan KOMPAS.id, sebanyak 6.500-7.000 ton sampah setiap hari dikirim dari Jakarta ke TPST Bantargebang. Dari total sampah yang dibawa masuk ke TPST Bantargebang, 53 persen sampah adalah sisa makanan, 9 persen plastik, 8 persen reside, 7 persen kertas, dan sampah-sampah lainnya.
Namun, apabila dilihat secara nasional, timbunan sampah di 194 kabupaten atau kota se-Indonesia, sampah plastik menduduki peringkat kedua, yaitu sebanyak 18 persen atau sekitar 3,4 juta ton dari total 19,180 juta ton sampah se-Indonesia.
Artinya, sampah plastik bukan hanya permasalahan serius di tingkat lokal saja, tetapi juga menjadi permasalahan serius di tingkat nasional, bahkan global.
Apabila sampah plastik tidak dikelola dengan baik dan bijaksana, maka sampah-sampah plastik itu akan mencemari lingkungan darat dan laut, sehingga menyebabkan kerusakan.
Wilayah utara Jakarta yang diselimuti oleh berjuta ton sampah plastik menjadi bukti dari kegagalan Pemprov DKJ Jakarta dalam menangani sampah plastik.
Lantas, solusi seperti apa untuk mengatasi sampah plastik yang tengah mengancam lingkungan Jakarta saat ini? Yuk, mari kita ngulik bersama-sama.
Ecobrick sebagai Solusi Kreatif Mengolah Sampah Plastik
Di samping metode mendaur ulang sampah plastik menjadi produk kerajinan tangan, ternyata masih ada metode lain yang bisa diterapkan untuk mengolah sampah plastik menjadi sesuatu yang berdaya guna bagi manusia.
Apa itu? Ecobrick, namanya. Mungkin, ada di antara pembaca yang belum familiar dengan istilah tersebut, karena itu izinkan saya untuk memperjelasnya di sini.