Lihat ke Halaman Asli

Astatik Bestari

Praktisi Pendidikan Nonformal dan Informal

Pendidikan Nonformal Alternatif atau Strategi Utama di Zaman Digital

Diperbarui: 18 Agustus 2025   07:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana pembelajaran pendidikan nonformal 

Pendidikan nonformal selama ini sering dipandang sebagai jalur alternatif, padahal sesungguhnya ia merupakan penopang utama bagi jutaan warga negara yang tidak terjangkau pendidikan formal. Dari PKBM, pesantren, kursus keterampilan, hingga komunitas literasi, semuanya hadir untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang beragam. Di tengah laju teknologi digital yang semakin cepat, posisi pendidikan nonformal makin penting, sekaligus menghadapi tantangan besar.

Era digital membuka peluang baru yang belum pernah ada sebelumnya. Peserta didik yang terbatas ruang geraknya kini bisa belajar melalui kelas daring, mengakses modul digital, atau mengikuti pelatihan berbasis aplikasi. Bagi warga belajar di desa, teknologi bisa menjadi jembatan untuk memperoleh ilmu tanpa harus meninggalkan pekerjaannya. Pendidikan nonformal pun berkesempatan lebih luas dalam memperluas jangkauan dan memberikan layanan yang inklusif.

Namun, peluang itu tidak datang tanpa hambatan. Kesenjangan digital masih menjadi kenyataan sehari-hari. Banyak daerah masih kesulitan sinyal, sementara sebagian pendidik dan pengelola belum terbiasa dengan teknologi. Hal ini membuat akses digital yang seharusnya memperkuat pendidikan nonformal justru berpotensi menambah jurang ketidaksetaraan. Tantangan lain adalah keterbatasan sumber daya manusia yang menguasai keterampilan digital untuk mengelola pembelajaran, membuat konten, atau memanfaatkan data secara efektif.

Dalam konteks kebijakan nasional, pendidikan nonformal sejalan dengan semangat Merdeka Belajar yang menekankan fleksibilitas dan keberpihakan pada kebutuhan peserta didik. Digitalisasi bisa menjadi instrumen untuk mempercepat tujuan tersebut, misalnya melalui sistem data terintegrasi, platform belajar terbuka, serta jejaring kolaborasi antar lembaga. Bahkan, bila dikelola dengan serius, pendidikan nonformal berbasis digital bisa menjadi model pembelajaran sepanjang hayat yang benar-benar inklusif.

Kekuatan utama pendidikan nonformal terletak pada kedekatannya dengan masyarakat. Dengan dukungan teknologi, kedekatan ini bisa ditingkatkan melalui layanan berbasis kebutuhan lokal tetapi berorientasi global. Misalnya, kursus keterampilan yang memanfaatkan platform digital tidak hanya membekali warga dengan keahlian, tetapi juga membuka peluang usaha melalui pemasaran online. Pesantren yang mengintegrasikan literasi digital juga dapat melahirkan generasi santri yang melek teknologi tanpa kehilangan akar tradisi.

Penguatan pendidikan nonformal di era digital membutuhkan tiga hal pokok: peningkatan kompetensi pendidik dan pengelola, penyediaan infrastruktur yang memadai, serta jejaring kolaborasi lintas sektor. Jika tiga hal ini terpenuhi, pendidikan nonformal tidak hanya sekadar menjadi jalur alternatif, melainkan jalur strategis yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat di tengah perubahan zaman.

Pada akhirnya, era digital bukanlah ancaman bagi pendidikan nonformal, melainkan kesempatan untuk meneguhkan perannya. Di sinilah semangat gotong royong, kreativitas, dan keberpihakan pada masyarakat menjadi kunci. Pendidikan nonformal akan terus relevan bila mampu bertransformasi, sekaligus tetap menjaga ruhnya sebagai pendidikan yang lahir dari, oleh, dan untuk masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline