Psikologi di Balik Protes Netizen: Identitas, Validasi, dan Kehilangan Ruang Digital
Ditulis oleh: Aryasatya Wishnutama
---
Abstrak
Pencabutan izin TikTok di Indonesia pada tahun 2025 menimbulkan reaksi luas dari masyarakat, khususnya pengguna aktif platform tersebut. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi kreator konten, tetapi juga memunculkan implikasi psikologis berupa kecemasan, rasa kehilangan identitas digital, serta protes kolektif. Artikel ini menganalisis fenomena tersebut menggunakan berbagai teori psikologi, seperti extended self, operant conditioning, media dependency theory, fear of missing out (FOMO), serta social identity theory. Dengan demikian, tulisan ini berusaha menjelaskan bahwa media sosial bukan sekadar teknologi komunikasi, melainkan ruang psikologis kolektif yang membentuk identitas, validasi, dan kohesi sosial.
---
Pendahuluan
Media sosial telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat modern. TikTok, sebagai salah satu platform paling populer, tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, melainkan juga sebagai ruang ekspresi, interaksi, dan bahkan mata pencaharian. Oleh karena itu, pencabutan izin operasional TikTok di Indonesia pada 2025 memicu protes netizen yang luas. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji aspek psikologis di balik fenomena tersebut melalui sudut pandang teori-teori psikologi.
---
Identitas Digital dan Konsep Extended Self
Belk (1988) memperkenalkan konsep extended self, yaitu identitas individu yang meluas ke benda, teknologi, dan lingkungan yang dimiliki atau digunakan. Media sosial, termasuk TikTok, dapat dipandang sebagai bagian dari diri digital individu (digital self). Kehilangan akses terhadap platform ini dapat menimbulkan fenomena digital identity loss, yaitu perasaan kehilangan bagian dari diri yang penting bagi representasi sosial.