Lihat ke Halaman Asli

Arta Elisabeth

Pembaca, Penulis dan Penghayat Sastra

Sambut Smart City, Anda Juga Harus Smart!

Diperbarui: 8 November 2019   13:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Smart City (sumber:google)

Sebuah kota disebut sebagai kota pintar atau Smart City karena sudah mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi hingga level tertentu dalam proses tata kelola dan operasional sehari-hari. Penerapan program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup bagi pemerintah dan masyarakat dari berbagai segi kehidupan, mulai dari alokasi sumber daya daerah, mengurangi kesenjangan dalam masyarakat, pengurangan kongesti bagi pengguna jalan, transparansi dan partisipasi publik, transportasi publik, transaksi non tunai, manajemen limbah, mengurangi polusi dan emisi gas buang, energi, keamanan, data dan informasi.

Dalam penerapannya, konsep Smart City memerlukan peran Internet of Things (IoT) yang sangat besar, sebab melalui perangkat ini, informasi dapat dikirimkan dengan mudah dan cepat sehingga mampu melakukan beragam fungsi secara otomatis, tanpa banyak melibatkan campur tangan manusia.

Berdasarkan laman resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, (kominfo.go.id) pada Rabu (6/11/2019), Menteri Komunikasi dan Informatika Jhonny G. Plate optimis akan membangun backbone serat optik Palapa Ring (tol langit) yang akan membawa koneksi internet kecepatan tinggi dengan menggunakan fiber optic dan sarana pemancar sinyal (BTS) di wilayah Indonesia yang belum terjangkau.

Tahun ini, Jhonny sudah merealisasikan sebanyak 1.500 BTS dari 5.000 BTS yang ditargetkan. Rencananya, akan dilakukan penambahan sebanyak 3.447 BTS pada 2020 mendatang. Dalam mewujudkan program 100 Smart City, pihak Kominfo tengah bersinergi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PUPR, Bappenas dan Kantor Staf Kepresidenan sejak 2017.

Masterplan Smart City juga telah dirancang guna memaksimalkan pemanfaatan teknologi, baik dalam meningkatkan pelayanan masyarakat maupun mengakselerasikan potensi yang ada di masing-masing daerah, khususnya di wilayah 3T yaitu terdepan, terluar, dan tertinggal.

Ada 7 kota besar yang dijadikan kota teladan dalam menerapkan program Smart City yakni Jakarta, Bandung, Makasar, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Denpasar.

Jakarta terkenal dengan program Smart City Lounge (mengontrol penerimaan pengaduan masyarakat mengenai masalah sosial, kemacetan, banjir, sampah, kriminalitas dan pelayanan public). Bandung terkenal dengan sistem Hay U (perizinan online), SIP (menilai kinerja Camat dan citizen complaint online) dan Silakip (memonitoring kerja Pemkot) dan penggunaan sosial media Twitter (ajang komunikasi warga). Makasar dengan sistem Smart Card (sistem pemerintahan dan pembayaran, pemantauan kemacetan dan parkir online). Surabaya dengan sistem Closed Circuit Televition (CCTV) dan Integrated Traffic System Management untuk mengatur traffic light. Semarang dengan sistem informasi perencanaan daerah, informasi monitoring evaluasi, pelaporan warga online terintegrasi, aplikasi CCTV publik, dan sistem perizinan bangunan (dapat diurus secara online).

Damamaya Denpasar Cyber Monitor dengan berbagai aplikasi smart city disinergikan dalam satu ruangan. Meliputi bencana dengan nomor telepon gawatdarurat 112, pemantauan banjir, ATCS, Pengaduan Rakyat Online (Pro) Denpasar, Geografik Informasi System, dan E-Sewaka Dharma. Yogyakarta dengan sistem Smart Grid untuk mengatur penggunaan pembangkit listrik dengan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan energi fosil dan mengatur menggunakan listrik secara otomatis sesuai dengan kebutuhan, sehingga bisa tercipta penghematan. Bahkan satu dari lima kabupaten Yogyakarta, Sleman baru saja meluncurkan aplikasi baru dengan sebutan SiDeni (Sistem Informasi Deteksi Dini) oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Sleman pada Kamis (31/10/2019) lalu. Aplikasi ini bertujuan untuk mencegah konflik yang ada di dalam masyarakat yang dapat diakses selama 24 jam.  

Guna mendukung program tersebut, maka diperlukan manusia yang cerdas (smart people) dan pemerintah yang cerdas (smart government) dalam mengelolahnya. Hal itu senada dengan komponen-komponen pendukung lainnya seperti smart economy, smart governance, smart mobility, smart environment, dan smart living yang dikemukakan oleh Pakar dari ITB, Suhono S. Supangkat. Upaya konkret yang bisa dilakukan salah satunya melalui literasi media dan digital lewat pendidikan. Patut berbangga, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim juga konsisten dalam mendukung program ini dengan berbagai terobosan barunya berbasis internet. 

Dengan demikian, maka teknologi tidak hanya dilihat sebatas sebagai the extension of man dalam bahasa McLuhan (Riset Komunikasi dan Informatika.2018.hal 310) yang melihat teknologi sebagai property umum manusia dan perluasan kapasitas manusia secara umum, tetapi teknologi dipandang sebagai sebuah praktik. Maka pada akhirnya, tercapailah keseimbangan antara harapan dan kenyataan dalam tatanan masyarakat informasi di Indonesia yang lebih sejahterah.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline