Dalam masyarakat demokratis, opini publik bukan sekadar kumpulan pendapat, melainkan kekuatan sosial yang mampu memengaruhi arah kebijakan, perilaku kolektif, bahkan iklim budaya. Opini publik dibentuk melalui proses komunikasi yang melibatkan berbagai pihak, baik institusi formal maupun nonformal. Di antara semua itu, ada tiga alat utama yang kerap digunakan untuk menumbuhkan opini publik secara luas, yaitu pers, organisasi politik, dan organisasi non-politik. Masing-masing memiliki pendekatan dan pengaruh yang berbeda, namun ketiganya sama-sama memainkan peran penting dalam membentuk cara pandang masyarakat.
Yang pertama adalah pers, atau lebih dikenal sebagai media massa. Pers berfungsi sebagai penghubung antara fakta di lapangan dengan pikiran masyarakat. Melalui berita, editorial, opini, dan analisis, pers bisa membingkai suatu peristiwa sehingga pembaca melihatnya dari sudut pandang tertentu. Pers tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga menanamkan cara memahami isu. Salah satu contoh nyata dari peran pers adalah Harian Kompas. Media ini selama bertahun-tahun menjadi salah satu sumber informasi utama bagi masyarakat Indonesia. Rubrik opini dan tajuk rencananya sering kali memicu perdebatan publik, bahkan memengaruhi keputusan para pemangku kepentingan. Kompas tidak hanya melaporkan peristiwa, tetapi juga mengarahkan perhatian publik pada isu-isu penting seperti kemiskinan, pendidikan, dan integritas birokrasi.
Alat kedua adalah organisasi politik, yaitu kelompok yang bertujuan memperoleh kekuasaan dan memengaruhi kebijakan negara. Organisasi politik membentuk opini publik melalui kampanye, pidato politik, debat, serta partisipasi dalam lembaga legislatif. Salah satu contohnya adalah Partai Gerindra. Partai ini dikenal aktif dalam membentuk opini masyarakat, terutama dalam isu-isu seperti nasionalisme, ketahanan pangan, dan pertahanan negara. Dengan tokoh sentral seperti Prabowo Subianto, Gerindra memanfaatkan media sosial dan forum politik untuk menyampaikan pesan-pesan politik yang membentuk persepsi publik. Saat masa pemilu, opini yang dibangun oleh partai ini sering kali memengaruhi arah pilihan masyarakat secara luas.
Alat ketiga adalah organisasi non-politik, yaitu kelompok masyarakat yang tidak terafiliasi langsung dengan kekuasaan politik tetapi tetap memiliki kepedulian sosial dan agenda perubahan. Mereka biasanya fokus pada isu-isu spesifik seperti lingkungan, hak asasi manusia, kesehatan, atau pendidikan. Contoh yang paling menonjol adalah Greenpeace Indonesia. Sebagai bagian dari jaringan internasional, Greenpeace aktif melakukan kampanye lingkungan yang kreatif dan menggugah kesadaran. Melalui aksi damai, investigasi, serta kampanye digital, organisasi ini berhasil membentuk opini publik tentang pentingnya menjaga hutan, mengurangi polusi plastik, dan beralih ke energi terbarukan. Mereka tidak memaksa, tapi membujuk dengan data, emosi, dan keberanian.
Ketiga alat ini pers, organisasi politik, dan organisasi non-politik mewakili cara yang berbeda dalam membentuk opini publik. Ada yang bersifat informatif, ada yang politis, dan ada pula yang moral dan advokatif. Namun semuanya memiliki kekuatan untuk memengaruhi cara berpikir masyarakat, mengubah sikap, dan bahkan mendorong tindakan nyata. Dalam era digital seperti sekarang, peran mereka semakin besar dan jangkauannya makin luas. Maka penting bagi kita sebagai warga untuk menyadari pengaruh-pengaruh ini dan tetap kritis dalam membentuk opini kita sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI