Bagi beberapa orang, emas mungkin sebuah aset. Namun bagiku, Aurum ini lebih dari sekadar logam mulia. Si kuning jingga yang cerah ini pernah begitu memperpanjang mimpiku. Memberikanku bukti bahwa kasih sayang seorang Ibu akan tetap abadi dan mampu menembus lubang langit hingga mencapai Sang Khalik
***
Almarhumah Ibuku memang bukan orang yang begitu paham soal investasi. Dia tak akan paham semua ucapan ndakik Timothy Ronald tentang keunggulan aset kripto sebagai investasi, naik turunnya saham karena geopolitik di Timur Tengah, atau reksadana pasar uang hingga obligasi pemerintah yang dianggap menjanjikan bagi banyak investor.
Baginya yang cuma menempuh pendidikan sampai SMA itu, cara terbaik menyimpan uang adalah lewat pembelian emas.
Kami memang bukan orang yang sangat berada, bahkan bisa dibilang ada satu masa dalam hidupku yang kami sekeluarga benar-benar dirundung susah. Membagi satu porsi sate yang hanya sepuluh tusuk untuk satu keluarga, atau memberi jatah setengah kilogram telur, adalah hal-hal yang pernah kami sekeluarga alami. Namun ketika kami memperoleh rezeki, Ibu akan berusaha untuk menyimpan uangnya yang kemudian dialihkan ke kepingan emas 24 karat.
Bagi Ibuku, emas tidak akan mengenal harga turun.
Sejak dirinya masih kecil dan berlarian di pedalaman Kabupaten Agam, Sumatera Barat, bekerja di Jakarta hingga ke Hongkong, atau akhirnya menetap di Kabupaten Malang, Jawa Timur bersama suami dan ketiga anaknya sampai tutup usia di tahun 2024 lalu, Ibu selalu menyisihkan penghasilan untuk dijadikan keping-keping emas. Sampai tak terasa, logam mulia itu berjumlah beberapa gram.
Aku tahu kalau Ibuku seperti selayaknya perempuan yang begitu ingin punya perhiasan di tubuhnya. Tapi beliau sama halnya dengan Ibu-Ibu lain di luar sana, rela mengorbankan apapun untuk buah hatinya.
Dan itu terjadi saat laptopku rusak di tahun 2020 silam.
Sebagai seorang penulis, laptop memiliki posisi yang sama seperti senjata laras panjang para tentara. Dia adalah alat tempurku untuk mengumpulkan pundi-pundi Rupiah dan kemudian mewujudkan mimpi. Sehingga saat laptop itu tidak berfungsi, aku cukup kelimpungan. Apalagi saat itu di tahun pandemi Covid-19 melanda, keluarga kami tengah mengalami hantaman perekonomian, akupun masih terseok-seok mencari pekerjaan, membuat keluarga harus benar-benar mengerem pengeluaran.