Apakah kamu pernah merasa lelah, pusing, atau jantung berdebar padahal pola hidupmu sehat? Bisa jadi bukan tubuhmu yang salah, melainkan lingkunganmu yang penuh kebisingan. Kota yang tidak pernah tidur ternyata bisa membuat jantung bekerja lebih keras, hingga tanpa disadari menggerogoti kesehatan kita.
Mari kita kenali lebih dekat. Menurut laporan European Environment Agency (EEA) yang merujuk pada data dan pedoman WHO, paparan kebisingan jangka panjang diperkirakan menyebabkan sekitar 12.000 kematian prematur setiap tahun di Eropa. Selain itu, jutaan orang juga mengalami gangguan tidur, stres berkepanjangan, hingga tekanan darah tinggi akibat suara bising di sekitar tempat tinggal mereka.
Stigma Kenyamanan, Bahaya Polusi Suara yang Terabaikan
Selama ini, saat mendengar kata polusi, kebanyakan orang membayangkan asap hitam dari kendaraan bermotor atau debu yang beterbangan di jalan. Padahal ada polusi lain yang tidak kalah berbahaya, namun sering dianggap remeh yaitu polusi suara. Suara bising yang kita dengar setiap hari baik klakson kendaraan, deru mesin, atau musik keras dari tetangga ternyata bisa memberi beban besar pada tubuh kita, terutama jantung. Polusi suara didefinisikan sebagai kebisingan berlebih yang dapat mengganggu kesehatan manusia. WHO merekomendasikan tingkat kebisingan lingkungan tidak lebih dari 55 desibel (dB) di siang hari dan 40 dB di malam hari. Untuk gambaran, suara percakapan normal sekitar 60 dB.
Kebisingan Kota, Ancaman Tersembunyi bagi Jantung Kita
Siapa sangka, di jantung Kota Yogyakarta tepatnya di Jalan HOS Cokroaminoto penelitian mencatat bahwa pada jam sibuk tingkat kebisingan lalu lintas rata-rata mencapai 93 dB. Itu setara dengan mendengar bor listrik menyala di dekat telinga, terus-menerus selama perjalanan. Bayangkan jika kondisi seperti ini terjadi setiap hari, tentu akan memberi beban besar pada tubuh, terutama pada jantung dan tekanan darah.
Mengapa berbahaya? Bayangkan tubuh kita seperti sebuah speaker. Jika diputar dengan volume normal, suara terdengar jernih dan awet. Tapi jika setiap hari dipaksa di volume maksimum, speaker akan cepat rusak. Begitu pula tubuh manusia. Kebisingan membuat sistem saraf teraktivasi berlebihan, hormon stres meningkat, jantung berdegup lebih kencang, dan pembuluh darah menyempit. Lama-lama, tekanan darah naik dan risiko penyakit kardiovaskular pun meningkat.
Potret Nyata Polusi Suara di Sekitar Kita
Kita lihat contoh sederhana. Seorang pekerja muda berusia 24 tahun tinggal di kos pinggir jalan raya. Setiap malam, ia susah tidur karena suara motor knalpot bising melintas sampai larut malam. Pagi harinya, ia harus menempuh perjalanan hampir dua jam menuju kantor dengan latar belakang klakson kendaraan bersahutan.
Awalnya, ia hanya mengeluh mudah lelah dan sering pusing. Namun, tanpa disadari, tekanan darahnya meningkat. Tidak seperti luka akibat jatuh yang langsung terlihat, dampak polusi suara menumpuk diam-diam. Sama seperti menabung, tapi yang ditabung adalah racun stres yang suatu saat bisa berubah menjadi penyakit serius apalagi di usia yang masih sangat muda.
Belum lagi, tidak semua orang punya daya tahan yang sama terhadap polusi. Ada kelompok yang lebih rentan, seperti anak-anak, lansia, ibu hamil, dan pekerja lapangan. Bagi mereka, polusi bukan sekadar gangguan kecil, tapi ancaman nyata bagi kesehatan.”
Langkah Bijak di Tengah Bising Kota
Seringkali kita tidak bisa mengendalikan semua sumber kebisingan di sekitar kita, tapi kita bisa memilih bagaimana cara menyikapinya. Tidak perlu menunggu kebijakan besar, ada banyak langkah kecil yang bisa kita mulai dari sekarang.
Misalnya, menggunakan alat pelindung telinga sederhana (earplug) ketika bekerja di area padat kendaraan, atau sekadar memilih rute jalan yang lebih tenang saat berangkat kerja. Di rumah, kita bisa menanam pohon atau memasang tirai tebal untuk membantu meredam suara bising dari luar. Bahkan hal sepele seperti menurunkan volume televisi atau musik di malam hari bisa menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi tubuh.