Lihat ke Halaman Asli

Mengapa di Negara Maju Aturan "Kerugian Negara" tak menjadi bagian dari Korupsi?

Diperbarui: 4 Oktober 2025   08:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo Denny JA Ketua Umum SATUPENA PUSAT 

MENGAPA DI NEGARA MAJU ATURAN "KERUGIAN NEGARA" TAK MENJADI BAGIAN DARI KORUPSI?

- Menyiapkan Judicial Review untuk 5 Undang-Undang Indonesia

Oleh Denny JA

Di ruang rapat sebuah BUMN besar di Jakarta, seorang entrepreneur internal -- sebut saja "Arga" -- memendam ambisi akan sebuah lompatan inovasi.

Ia membayangkan sistem baru yang bisa mendongkrak efisiensi, menghapus birokrasi berbelit, dan menghadirkan transformasi digital radikal.

Namun di ujung pikirannya selalu ada bayang takut --- "jika gagal, saya bisa dituduh menyebabkan kerugian negara, dan saya bisa masuk penjara."

Maka Arga memilih jalan aman: perubahan kecil, inovasi minimal, agar tak mengundang sorotan auditor negara. Ia tak berani mengambil risiko besar, karena takut niat baiknya justru dikriminalisasi.

Kisah Arga bukanlah drama fiksi semata. Ia melambangkan banyak pejabat dan pelaku bisnis di lembaga negara yang menahan diri dari lompatan progresif.

Ketakutan itu lahir dari konstruksi hukum: "kerugian negara" dijadikan elemen yang mudah dipakai sebagai pasal kriminal.

-000-

Di negara-negara maju, hukum korupsi tidak menjadikan "kerugian negara" sebagai elemen utama. Fokus mereka ada pada perbuatan koruptif: suap, penyalahgunaan jabatan, konflik kepentingan, dan kolusi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline