Siapa pun bisa menulis poster "Polisi Sahabat Warga", tapi yang sulit itu membuat warga sungguh merasa disahabati. Sebelum bicara resep memperbaiki citra, ada baiknya kita menaruh fondasi sejarahnya dulu.
Di banyak negara, polisi lahir dari kebutuhan yang sangat praktis, menjaga ketertiban kota yang kian padat, mencegah kejahatan tanpa perlu menurunkan militer ke jalanan, dan menegakkan hukum agar orang bisa beraktivitas dengan rasa aman. Titik balik yang sering dirujuk adalah kelahiran Metropolitan Police di London pada 1829 yang digagas Sir Robert Peel. Dari sana menguat prinsip yang sederhana tapi tajam,
Keberhasilan polisi tidak diukur dari banyaknya penangkapan, melainkan dari sedikitnya kejahatan, serta dari kepercayaan publik sebagai syarat utama mandat kepolisian.
Di Amerika Utara, cerita bertumbuh dari ronda malam sukarela menuju kepolisian penuh waktu, dengan warisan yang juga bersentuhan dengan praktik represif di masa lalu. Maka reformasi modern selalu memuat dua kerja sekaligus, profesionalisasi prosedur dan koreksi etika penggunaan kuasa. Intinya tetap sama, negara butuh polisi sebagai garda utama keselamatan publik, tetapi kewenangan itu sah hanya sejauh dibatasi hukum dan mendapat persetujuan warga.
Sekarang ke Indonesia. Pada Rabu, 17 September 2025, Presiden Prabowo Subianto melantik Jenderal Purnawirawan Ahmad Dofiri sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat serta Reformasi Kepolisian. Kapolri menyatakan Polri siap menindaklanjuti arah kebijakan, dan Dofiri menegaskan struktur tim reformasi tengah disusun. Ini jendela kebijakan yang terbuka. Namun kepercayaan publik tidak akan bisa pulih karena struktur baru, ia pulih karena bukti konkret di loket pelayanan.
Faktanya, rilis opini publik sepanjang 2025 menunjukkan pola yang konsisten. Litbang Kompas pada awal Januari 2025 menempatkan citra positif Polri di sekitar 65,7 persen dan menjadi yang terendah di antara lembaga yang mereka ukur saat itu. LSI Denny JA pada Juni 2025 mencatat tingkat percaya pada Polri 54,3 persen.
Ada pengecualian pada layanan spesifik, Indikator Politik Indonesia pada Mei 2025 menemukan 67 persen warga puas pada kinerja Polri memberantas premanisme di lingkungan mereka. Untuk konteks global, Ipsos Trustworthiness Index 2024 mencatat kepercayaan pada polisi di Indonesia sekitar 28 persen. Survei pakar Tempo pada September 2025 bahkan menyebut 61,1 persen pakar menilai kepercayaan publik terhadap Polri masih buruk.
Terjemahannya sederhana, ada modal di level layanan yang sangat dekat dengan warga, tetapi reputasi keseluruhan masih rapuh dan perlu dibangun ulang dengan sabar.
Jadi ada jalannya. Generasi muda tidak minta janji baru. Mereka minta urutan kerja yang masuk akal, perilaku dulu, proses menyusul, lalu cerita. Perilaku lebih dulu agar proses tidak terasa kosmetik. Cerita belakangan agar tidak jadi iklan.
Bayangkan satu polsek dipilih diam-diam sebagai laboratorium perbaikan. Hari pertama, umumkan lima aturan non tawar yang bisa difoto dan ditagih publik, 1) bodycam wajib menyala saat interaksi, 2) pungli nol rupiah, 3) setiap pemeriksaan diawali alasan yang jelas, 4) pendampingan untuk kelompok rentan, dan 5) larangan menyita ponsel tanpa prosedur. Tempel besar di ruang layanan, cantumkan di bio, jadikan stiker di mobil dinas. Aturan yang kasat mata memberi publik pegangan.
Di saat yang sama, jangan menambah kanal baru yang membingungkan. Maksimalkan pintu pengaduan resmi dan aplikasi pelayanan yang sudah ada. Pastikan setiap laporan mendapatkan nomor tiket yang bisa dilacak warga layaknya paket, dengan pembaruan otomatis dalam 24 sampai 72 jam. Edukasi cara pakainya berulang ulang, bukan sekadar menaruh ikon di layar. Disiplin pada tiket dan tenggat membuat organisasi lebih rapi, sekaligus memberi warga rasa dihargai.
Ruang layanan perlu dirombak dengan cara yang cepat, keramahan yang tulus dan menyenangkan. Gelar hackathon sehari bersama mahasiswa desain untuk membenahi alur SPKT. Brief nya sederhana, antrian manusiawi, alur tidak berputar, ada sudut konsultasi yang layak untuk korban. Prototipe pemenang langsung diujicoba minggu berikutnya. Ruang yang rapi dengan alur yang jelas bukan sekadar estetika, itu sinyal hormat dari negara kepada warganya.