Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Rusdiana

Praktisi Pendidikan, Penulis, Peneliti, Pengabdi, Pendiri/Pembina YSDPAl-Misbah Cipadung Bandung-Pendiri Pembina Yayasan Tresna Bhakti Cinyasag-Panawangan-Ciamis Jawa Barat. Peraih Kontributor Terpopuler Tahun 2024 di Repositori UIN Bandung

Berfikir Kritis atau Sekedar Menulis: Mana yang Membangun Branding?

Diperbarui: 30 Agustus 2025   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: STEKOM, https://stekom.ac.id/artikel/kuliah-di-jurusan-manajemen-bantu-anda-meningkatkan-kemampuan-analitis-dan-berpikir-kritis

Berpikir Kritis atau Sekadar Menulis: Mana yang Membangun Branding?

Oleh: A. Rusdiana

Perkuliahan semester ganjil tahun akademik 2025/2026 berlangsung 1 September hingga 19 Desember 2025, melibatkan mahasiswa S1 Metode Penelitian serta mahasiswa S2 Manajemen Sumber Daya Pendidikan dan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Fenomena yang terlihat adalah mahasiswa mampu menulis, namun tidak selalu mampu berpikir kritis dan menyusun argumen berbasis data, sehingga kredibilitas akademik sering terbatas. Soft skills berpikir kritis menjadi kunci agar mahasiswa mampu menata argumen ilmiah secara runtut. Pengembangan kemampuan ini mendukung branding akademik dan keterlibatan kerja (work engagement) berdasarkan teori Job Demands-Resources. Konsep community of practice Wenger dan social learning Vygotsky menekankan kolaborasi dalam belajar kritis dan membangun reputasi melalui praktik bersama, bukan sekadar penguasaan materi individu.

Gap yang muncul adalah ketidaksesuaian antara kemampuan menulis mahasiswa dan kualitas analisis kritis yang diperlukan di forum akademik. Tujuan tulisan ini adalah menekankan pentingnya berpikir kritis sebagai soft skill utama dan konsistensi akademik untuk membangun reputasi atau academic branding. Berikut lima Pilar berpikir kritis sebagai soft skill utama dan konsistensi akademik:

Pilar Perama: Membedakan Opini dan Argumen Ilmiah; Berpikir kritis memungkinkan mahasiswa menilai perbedaan mendasar antara opini dan argumen ilmiah. Opini subjektif harus diuji dengan data dan analisis logis sebelum disampaikan. Misalnya, pandangan tentang efektivitas pembelajaran daring dapat divalidasi melalui survei dan literatur. SDM dan SIM mendukung proses ini, sehingga mahasiswa belajar menahan penilaian gegabah dan membangun argumen berbasis bukti.

Pilar Kedua: Metode Penelitian sebagai Penjernih Logika; Metode penelitian berfungsi menajamkan logika berpikir kritis. Opini yang awalnya subjektif diuji melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil analisis data membentuk argumen yang lebih kuat, terstruktur, dan dapat dipertanggungjawabkan. Platform digital mendukung publikasi temuan secara interaktif, sehingga mahasiswa dapat belajar memperbaiki logika argumen berdasarkan masukan pembaca atau rekan sejawat.

Pilar Ketiga: Konsistensi Menulis dan Branding Akademik; Konsistensi menulis argumen ilmiah menjadi elemen penting branding akademik. Mahasiswa yang rutin menyajikan tulisan berbasis data akan dikenal sebagai penulis akademik kredibel. SDM dan SIM mendukung pengelolaan konten dan pemantauan kualitas publikasi, membangun reputasi yang kuat di forum akademik maupun media digital.

Pilar Keempat: Platform Digital sebagai Laboratorium Argumentasi; Platform digital menyediakan ruang aman untuk menguji argumen, menggabungkan data riset dengan narasi komunikatif. Blog, podcast, atau media populer seperti Kompasiana memungkinkan mahasiswa menyampaikan argumen ilmiah secara mudah dipahami publik. Konsistensi dalam praktik digital ini membentuk reputasi akademik yang menggabungkan logika, komunikasi, dan inovasi.

Pilar Kelima: Kolaborasi dan Umpan Balik dalam Pengembangan Soft Skills; Kolaborasi antara dosen dan mahasiswa penting untuk membangun berpikir kritis yang matang. Dosen membimbing dalam metodologi, validasi data, dan struktur argumen, sementara mahasiswa mempraktikkan kemampuan ini melalui publikasi digital dan diskusi peer review. Praktik kolaboratif ini menumbuhkan budaya akademik yang menekankan kualitas berpikir kritis dan reputasi akademik, bukan sekadar produktivitas menulis.

Berpikir kritis dan konsistensi menulis berbasis data menjadi soft skills esensial bagi mahasiswa. Rekomendasi: 1) Integrasikan pelatihan berpikir kritis dalam setiap mata kuliah berbasis riset; 2) Dorong mahasiswa untuk mempublikasikan argumen berbasis data di platform digital; 3) Fasilitasi kolaborasi dosen-mahasiswa untuk memastikan kualitas analisis dan argumentasi; 4) Gunakan SDM dan SIM untuk mendukung dokumentasi, publikasi, dan monitoring kualitas akademik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline