Saat hidup terasa perih,
Langkah seolah tertatih,
Dan langit menurunkan luka tanpa jeda,
Ingatlah...
Tuhan tak pernah salah dalam skenario-Nya.
Ternyata, bersyukur itu menguatkan,
Bukan karena segalanya mudah,
Tapi karena jiwa tak lagi resah,
Syukur itu pelita di lorong gulita,
Obat bagi hati yang luka namun tak menyerah.
Di balik lelah yang menggerus harapan,
Di sela kecewa yang membakar ketenangan,
Ada kekuatan tersembunyi dalam syukur yang tulus,
Ia tidak berteriak...
Namun menegakkan jiwa yang nyaris runtuh.
Tapi...
Bagaimana bersyukur,
Jika hidup terasa pahit dan getir?
Bagaimana tersenyum,
Jika dada sesak oleh kenyataan yang tak bisa dipilih?
Wahai jiwa,
Syukur bukan berarti menutup mata dari luka,
Tapi membuka hati pada hikmah yang tersembunyi di dalamnya.
Ia bukan tentang jumlah nikmat,
Tapi tentang cara memandang semesta.
Mulailah dari yang kecil:
Dari nafas yang tak diminta,
Dari mata yang masih mampu menangis,
Dari hati yang masih bisa mengadu-
Itu pun sudah cukup untuk bersyukur.
Sebab, hati yang bersyukur lebih kuat,
Daripada hati yang penuh keluhan dan berat.
Ia tak memadamkan duka,
Tapi menyulapnya jadi cahaya yang mendewasakan jiwa.
Syukur adalah kekuatan tersembunyi
yang menghidupkan harapan,
menegakkan jiwa yang rapuh,
dan menyalakan cahaya di tengah gelapnya ujian.
Jadi bersyukurlah,
Bukan hanya saat senang dan lapang,
Tapi justru saat tertatih dan hampir hilang.
Karena di sanalah syukur menjadi tangga,
Menuju kekuatan yang tak bisa dilihat mata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI