Mendagri Pindahkan 4 Pulau dari Aceh Jadi Wilayah Sumut, Bagian Dari Operasi Intelijen ?
Selasa, 10 Juni 2025 22:50 PM
Mendagri Tito Karnavian, dalam Musrenbang RPJMD 2025--2029 dan RKPD 2026 Provinsi NTB di Hotel Lombok Raya, Rabu (4/6). (Kemendagri)
Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138/2025, menjadikan empat pulau yang sebelumnya masuk wilayah Aceh kini berubah status jadi wilayah Sumatera Utara.
Masing-masing pulau itu adalah Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek.
Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang memindahkan empat pulau dari Provinsi Aceh ke Sumatera Utara (Sumut) itu kini menuai kontradiksi sosial politik.
Kebijakan ini dimungkinkan menimbulkan ketegangan antarprovinsi. Khususnya antara Aceh dan Sumut, antara Aceh dan pemerintah pusat.
Keputusan yang memicu kekecewaan di kalangan masyarakat Aceh, tetapi juga membuka ruang bagi daerah terkait menciptakan iklim keterbukaan ekonomi untuk dikelola secara bersama sehingga kemudian diharapkan adanya perkembangan ekonomi, sosial dan politik yang lebih luas.
Hal ini kemudian disusul dengan penambahan batalyon sejumlah 4 Batalyon di beberapa titik daerah Aceh, yang memicu berbagai argumen bahwa pulau ditukar dengan Batalyon.
Yang pertama perlu kita lihat menyoal pemindahan kordinat pulau menjadi teritorialnya Sumut telah melalui proses yang sangat panjang, sejak Gubernur sebelumnya. Narasi menyoal Bobby mancaplok 4 pulau tersebut sangat tendensi tanpa melihat perkembangan historis. Kenapa?
Seperti tersebutkan diatas hal ini terjadi melalui proses panjang, pertemuan kepala daerah terkait, serta ini diajukan pada masa gubernur sebelumnya, maka hal ini telah dirancang jauh dimasa lalu, menghadapi berbagai angin politik sosial dan dicapainya kesepakatan ini oleh kepala daerah adalah proses yang sah, serta ketidakmungkinan tidak diketahui Kepala Daerah adalah hal yang tidak mungkin.
Mengapa terkesan pusat tidak mempertimbangkan keputusannya?
Kontradiksi antara masyarakat menganggap bahwa kebijakan ini terkesan memihak salah satu pihak.
Tetapi terpenting adalah potensi Sumberdaya Alam berdasarkan temuan seolah ingin dikuasai Sumut.
Bukankah semua tunduk pada NKRI?
Pemerintah membuka ruang luas untuk dikelola bersama oleh dua daerah ini mencerminkan bahwa kebijakan ini didasari oleh kajian panjang dimungkinkan adanya kesalahan pengelolaan sehingga kita menjadikan terbukanya ruang dikelola secara bersama demi NKRI, dan kemungkinan potensi adanya operasi intelijen sehingga defensifitas menghadap pada penambahan Batalyon sebagai pengamanan atas indikasi gerakan separatisme.
Banyaknya daerah besar SDA, APBD melonjak, kegagalan pembangunan, cenderung berpotensi tak dapat mengelola dengan baik sehingga adanya ketidakpercayaan kepada daerah untuk bebas mengelola mandiri sebagai income dari PAD dan pembangunan, dan kebijakan ini tidak lain kemungkinannya adalah mencegah hal tersebut.