Lihat ke Halaman Asli

Adam Afrixal

Pemerhati Kebijakan Publik

Menuju Kemandirian: Pelajaran dari Sistem Kesejahteraan Singapura untuk Indonesia

Diperbarui: 24 Juni 2025   17:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Intervensi Kebijakan Pemerintah dalam Jaminan Sosial Singapura

Saya berkesempatan mendapatkan ilmu melalui podcast Terence Ho W.L. seorang associate Profesor di NUS National University of Singapura soal kebijakan publik.Beliau telah menulis banyak karya terkait kebijakan publik salah satunya adalah Refreshing the Singaporean System.. Podcast tersebut membahas tentang bagaimana Singapura telah berhasil membangun sistem kesejahteraan yang berfokus pada kemandirian warganya melalui kebijakan seperti CPF (Central Provident Fund), sebuah bentuk tabungan pensiun yang sangat besar peranannya dalam kehidupan warga. Dalam percakapan tersebut, saya menyadari betapa berbeda pendekatan ini dengan apa yang sedang diterapkan di Indonesia, di mana banyak sektor kesejahteraan bergantung pada subsidi pemerintah. Singapura mengajarkan kita bahwa kemandirian, meski tampaknya sulit, adalah kunci menuju keberlanjutan sosial dan ekonomi. Sebagai negara berkembang dengan populasi yang besar dan ragam tantangan sosial-ekonomi, Indonesia perlu memikirkan kembali kebijakan kesejahteraannya dengan menyesuaikan pelajaran dari Singapura.

Sistem kesejahteraan sosial di Indonesia saat ini masih sangat bergantung pada subsidi pemerintah, terutama dalam bentuk bantuan langsung tunai atau berbagai program sosial yang bersifat universal. Hal ini menyebabkan beberapa masalah, terutama dalam meningkatkan kemandirian dan ketahanan ekonomi masyarakat. Di banyak daerah, program bantuan sosial menjadi jaring pengaman yang penting, namun dalam jangka panjang, ketergantungan pada bantuan tersebut justru dapat mengurangi motivasi masyarakat untuk berusaha lebih keras. Misalnya, dalam sektor pendidikan, meskipun akses pendidikan telah meningkat, kurangnya integrasi antara pelatihan keterampilan dan kesempatan kerja yang tersedia membuat banyak lulusan terjebak dalam pekerjaan dengan penghasilan rendah, tanpa akses untuk meningkatkan diri. 

Dampak dari ketergantungan yang berlebihan pada subsidi sosial ini terasa sangat signifikan. Secara sosial, hal ini menciptakan rasa pasif pada masyarakat yang lebih memilih bergantung pada bantuan pemerintah daripada berinovasi dan berusaha untuk berkembang. Ekonominya pun terbebani oleh kebutuhan subsidi yang terus meningkat, sementara di sisi lain, masyarakat yang kurang terampil sulit mengakses pekerjaan yang lebih baik. Dalam pengalaman saya di lapangan, saya melihat banyak keluarga yang hidup dari bantuan sosial, tetapi mereka tidak pernah mendapat dorongan untuk mengembangkan keterampilan mereka sendiri. Ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia, karena meskipun ada banyak potensi, kemandirian sosial dan ekonomi masih sangat bergantung pada kebijakan yang bersifat sementara.

Di Singapura, perbedaan besar terlihat dalam pendekatannya terhadap kesejahteraan. Negara ini mengedepankan prinsip self-reliance atau kemandirian melalui kebijakan tabungan sosial yang diwajibkan. Salah satu contoh sukses adalah Progressive Wage Model (PWM), yang diterapkan untuk sektor-sektor dengan penghasilan rendah. PWM memberikan jalan bagi pekerja untuk meningkatkan upah mereka dengan meningkatkan keterampilan dan produktivitas mereka. Ini berbanding terbalik dengan sistem yang ada di Indonesia, di mana kenaikan upah lebih bergantung pada kebijakan upah minimum, tanpa mengharuskan peningkatan keterampilan yang jelas. Di Singapura, setiap pekerja dapat merasakan manfaat langsung dari peningkatan keterampilan mereka dalam bentuk kenaikan gaji. Ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan mereka, tetapi juga memberi mereka rasa pencapaian dan mandiri. Hal ini menanamkan nilai ("Reward for Work; Work for Reward") dan melihat pekerjaan sebagai bentuk kesejahteraan terbaik.

Di Indonesia, kebijakan upah minimum (UMR) memberikan standar dasar bagi pekerja, ada kekurangan dalam memberikan insentif untuk peningkatan keterampilan karena sifatnya statis ditetapkan oleh Pemerintah. Misalnya, pekerja yang memiliki keterampilan tambahan atau yang memiliki pengalaman lebih tidak selalu mendapatkan upah yang proporsional dengan kemampuan mereka. Padahal, dengan penerapan model serupa PWM, pekerja Indonesia juga dapat merasakan manfaatnya. 

Jika Indonesia ingin belajar dari pengalaman Singapura, ada beberapa langkah yang bisa diambil. Pertama, kita perlu lebih fokus pada pendidikan keterampilan yang relevan dengan pasar kerja. Program-program pelatihan harus disesuaikan dengan kebutuhan industri dan memberikan akses yang lebih luas bagi semua kalangan, terutama mereka yang bekerja di sektor informal. Selain itu, model pengupahan progresif yang mengaitkan kenaikan gaji dengan peningkatan keterampilan juga bisa diterapkan, terutama di sektor-sektor dengan tenaga kerja berupah rendah. Ini akan memberikan insentif bagi pekerja untuk terus belajar dan meningkatkan keterampilan mereka, sehingga mereka dapat meningkatkan kesejahteraan mereka secara mandiri. 

Indonesia harus mengadopsi pendekatan yang lebih berfokus pada kemandirian dalam kebijakan kesejahteraan sosialnya. Jika kebijakan ini dijalankan dengan baik, maka Indonesia tidak hanya akan mengurangi ketergantungan pada bantuan sosial, tetapi juga membangun masyarakat yang lebih tangguh dan produktif. Dalam jangka panjang, kebijakan seperti ini dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan lebih berkelanjutan. Masyarakat akan semakin merasa memiliki kontrol atas kehidupan mereka, dan negara akan lebih hemat dalam pengeluaran subsidi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline