Lihat ke Halaman Asli

Abdul Wahid Azar

TERVERIFIKASI

Penulis Buku Non Fiksi (BNSP)

Terima Kasih, Wahai Perokok !

Diperbarui: 1 Oktober 2025   06:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karangan Bunga Untuk Menkeu  (Foto : Kompas.com)

Beberapa hari lalu, publik disuguhi pemandangan yang agak unik: kantor Kementerian Keuangan mendapat kiriman karangan bunga dari serikat pekerja dan petani tembakau. Isinya? Ucapan terima kasih karena cukai rokok tidak naik di tahun 2026.

Di atas kertas, ini masuk akal. Industri tembakau tetap tenang, petani lega panennya terserap, buruh pabrik tidak resah. Tetapi... ada satu pihak yang luput diberi bunga: para perokok itu sendiri.

Sang Pahlawan Tanpa Karangan Bunga

Coba pikir. Siapa yang setiap hari membakar uangnya, bukan sekadar demi kepuasan pribadi, tapi juga demi menyelamatkan industri, tenaga kerja, bahkan pemasukan negara?
Ya, perokok.

Merekalah "donatur setia" yang tak pernah menagih tanda terima. Merekalah yang konsisten membayar cukai, tanpa pernah mogok, tanpa demo, tanpa minta insentif. Mereka tetap setia pada kretek, tidak lari ke vape, tidak tergoda rokok elektrik impor yang lebih trendy.

Mereka rela paru-parunya jadi collateral damage, asal perekonomian desa-desa penghasil tembakau tetap berdenyut. Mereka tidak menulis proposal CSR, tidak menuntut bansos. Mereka hanya satu: beli rokok, nyalakan api, tarik napas, hembuskan masa depan.

Tapi apa ucapan yang mereka terima? "Merokok membunuhmu."
Bayangkan, pahlawan dicaci di setiap bungkus produk yang ia selamatkan. Ironi yang sempurna, bukan?

Karangan Bunga yang Salah Alamat

Andai negeri ini tahu sopan santun, mungkin sudah berdiri karangan bunga raksasa di jalan-jalan utama:

"Terima kasih wahai perokok. Tanpa kalian, tidak ada cukai. Tanpa cukai, APBN megap-megap. Semoga batuk kalian tidak mengganggu setoran negara."

Tapi apa yang kita lihat? Menteri dapat bunga, petani dapat syukur, buruh dapat lega. Perokok? Dapat stigma, dapat vonis moral, bahkan dapat tatapan jijik dari orang-orang yang pura-pura lupa bahwa jalan tol, subsidi, bahkan dana pendidikan---sebagian ada yang berasal dari uang rokok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline