Dalam Islam, aurat bukan sekadar batas fisik yang harus ditutup, melainkan simbol kemuliaan, kehormatan, dan identitas ruhani seorang Muslim. Aurat adalah aib yang harus dijaga dan dirahasiakan, bukan untuk dipamerkan di hadapan publik, apalagi dijadikan komoditas yang mengundang syahwat dan fitnah.
Firman Allah dalam Surah An-Nr ayat 31 menjadi fondasi hukum dan bimbingan yang agung tentang pentingnya menjaga aurat, khususnya bagi kaum perempuan:
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya..." (QS. An-Nr: 31)
Ayat ini merupakan deklarasi tegas bahwa penjagaan aurat bukan hanya persoalan pakaian, tetapi juga kesucian mata, kesadaran hati, dan komitmen taqwa.
Makna "Aurat" dalam Syariat
Secara etimologis, aurat berasal dari kata 'awara () yang berarti cela, kekurangan, atau sesuatu yang tidak pantas untuk diperlihatkan. Dalam istilah syar'i, aurat adalah bagian tubuh yang wajib ditutupi karena diperintahkan oleh Allah , demi menjaga martabat dan kemuliaan manusia.
Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa perhiasan wanita yang disebutkan---termasuk tubuhnya, lekuknya, dan hiasan yang dikenakannya---hanya boleh diperlihatkan kepada mahram-mahram tertentu. Maka dari itu, aurat menjadi bagian dari "aib" yang wajib dirahasiakan, bukan dipertontonkan.
Tabarruj: Gaya Hidup Jahiliyah yang Diharamkan
Dalam Surah Al-Azb ayat 33, Allah kembali memperingatkan:
"Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dahulu."