Berastagi— Di antara berbagai benda budaya yang dipamerkan di Museum Pusaka Karo, sebuah permainan papan tradisional mencuri perhatian pengunjung. Permainan ini dikenal sebagai Catur Karo, sebuah peninggalan budaya masyarakat Karo yang mencerminkan kecerdasan, strategi, serta nilai-nilai kearifan lokal yang diwariskan dari masa ke masa.
Papan permainan terbuat dari kayu dengan motif garis-garis segitiga yang rumit, dilengkapi dengan buah catur berbentuk unik dan khas. Dua patung kayu berbentuk manusia duduk saling berhadapan, menggambarkan suasana permainan yang penuh konsentrasi dan taktik. Suasana klasik dan simbolik pun langsung terasa, membedakan permainan ini dari catur bergaya Barat.
Menurut tradisi lisan Karo, permainan ini—yang juga dikenal dengan nama Mejile—lebih dari sekadar hiburan. Ia digunakan sebagai sarana untuk mengasah kecerdikan, melatih ketepatan berpikir, dan menjadi media pendidikan informal bagi para tokoh adat serta pemimpin masyarakat. Desain papan dengan pola segitiga dan arah diagonal menunjukkan kompleksitas strategi yang dimiliki oleh masyarakat Karo sejak lama, membuktikan bahwa mereka telah memiliki konsep taktik dan perencanaan yang maju, bahkan sebelum datangnya pengaruh budaya luar.
Penempatan Catur Karo di Museum Pusaka Karo tidak hanya menjadi pajangan, tetapi juga sebagai pengingat akan kekayaan intelektual masyarakat lokal yang patut untuk digali kembali. Sebagai pusat pelestarian budaya di wilayah Kabanjahe, Museum Pusaka Karo terus berusaha menampilkan dan merawat tradisi-tradisi yang hampir hilang. Keberadaan Catur Karo menjadi bukti nyata bahwa warisan budaya bukan hanya benda, tetapi juga refleksi dari cara hidup dan cara berpikir masyarakat di masa lalu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI