Pada hari Rabu, 17 September, waktu kuliah Pendidikan Pancasila, saya menulis catatan mingguan berdasarkan sebuah artikel dari Bapak Drs. Study Rizal LK, MA di Kompasiana yang berjudul "Kurangnya Demokrasi dan Hedonnya pejabat Di Indonesia".
Di tengah kondisi ekonomi yang kian sulit, rakyat kecil berjuang dengan segala keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Harga kebutuhan pokok terus melambung, lapangan pekerjaan semakin sempit, dan pelayanan publik masih jauh dari kata layak. Namun, di saat yang sama, publik justru disuguhi pemandangan yang kontras: para wakil rakyat di DPR terlihat menikmati fasilitas mewah, kunjungan kerja berbalut plesiran, hingga acara seremonial yang penuh kemewahan.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: sejauh mana para anggota dewan benar-benar memahami penderitaan masyarakat yang mereka wakili? Alih-alih fokus pada penyusunan kebijakan yang meringankan beban rakyat, sebagian besar energi mereka justru dihabiskan pada hal-hal yang jauh dari kepentingan publik. Sidang-sidang sering kali diwarnai absensi, perdebatan yang tak produktif, bahkan sekadar formalitas untuk mengesahkan rancangan yang sudah ditentukan sejak awal.
Ironisnya, fasilitas dan tunjangan yang mereka nikmati berasal dari uang rakyat. Sementara itu, banyak masyarakat masih kesulitan mengakses layanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan yang layak. Jurang pemisah antara kehidupan rakyat dengan kehidupan elite politik semakin terasa. Ketika rakyat menjerit karena kenaikan harga, anggota DPR malah bisa dengan mudah menikmati perjalanan dinas ke luar negeri yang kerap diselipi agenda wisata
dari kisah ini benar" masyarakat yang menengah ke bawah di indonesia benar" tidak mendapat keadilan lalu terjadilah konflik dan Kecemburuaan Sosial
kalau dilihat dari segi gaji DPR itu sehari tunjangannya sebesesar gaji UMR selama 1 Bulan
Sudah saatnya DPR membuktikan bahwa mereka benar-benar layak disebut wakil rakyat. Tugas utama mereka bukanlah bersenang-senang dengan fasilitas negara, melainkan mendengar jeritan rakyat, merumuskan kebijakan yang berpihak pada masyarakat kecil, dan mengembalikan kepercayaan publik yang kian menipis.
Rakyat tidak membutuhkan tontonan kemewahan dari para wakilnya. Rakyat hanya ingin keadilan, kesejahteraan, dan kebijakan yang berpihak pada mereka. Jika DPR terus bersenang-senang di atas penderitaan masyarakat, maka lambat laun kepercayaan rakyat akan runtuh, dan demokrasi hanya akan tinggal nama.
Penulis Artikel: Muhammad Rasyidin Abyan 1B
                 Nim:1251340147
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI