Mohon tunggu...
Suparmin
Suparmin Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik Tingkat SMA di Kabupaten Gowa, Sulsel

Tebarkanlah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Kenangan

29 April 2019   08:47 Diperbarui: 29 April 2019   09:04 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini merupakan saringan dari pendengaran saya selama mengikuti Seminar nasional kebahasaan yang dilaksanakan oleh salah satu lembaga kemahasiswaan di Universitas Negeri Makassar. 

Sebelum seminar dimulai, nuansa kebudayaan ditampilkan dalam kegiatan ini. Diawali dengan tampilnya empat gadis cantik yang meliuk-liuk dengan tari empat etnis. Tidak sampai di situ, seorang pemuda tampan dihadirkan dengan melantunkan sinrilik yang mengisahkan I Maddi Daeng Rimakka, kisah legenda dari tanah Turatea, Jeneponto, Sulawesi Selatan. Tak lupa lantunan ayat suci Alquran menutup kegiatan pembuka sebelum seminar dimulai.

Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra UNM, Dr. Syukur Saud, M.Pd., memberikan pembuka dengan mengatakan bahwa bahasa hoaks yang berkembang secara massif akhir-akhir ini telah mencabik-cabik kita melalui medium perangkat digital. Olehnya itu, beliau mengajak kita kembali ke jalan yang benar dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai tameng dalam memfilter semua informasi yang berseliweran dengan bebas di jagad media. Selain itu, dengan keberagaman bahasa daerah yang mesti dilestarikan, kita tetap harus meyakini bahwa bahasa daerah adalah khasanah pemerkaya bahasa persatuan kita, yaitu bahasa Indonesia.

Seminar

Andi Karman, S.Pd., M.Pd., mahasiswa program doktoral Universitas Negeri Surabaya didaulat sebagai moderator dalam kegiatan kali ini. Beliau membuka dengan sentilan sapaan manis kepada peserta dengan melarang kaum hawa terseyum. "Jangan tersenyum, saya tidak suka, karena senyumanmu akan menyusahkanku untuk tidur nanti malam."ucapnya. Pembuka hangat yang membuat peserta riuh rendah dalam bahagai.

Ada dua penyaji yang dihadirkan pada kegiatan seminar ini, yakni:

Prof. Dr Faruk Tripoli, S.U., Pakar ilmu budaya Universitas Gajah Mada. Beliau seorang profesor yang santun. Beliau bahkan pernah mengajar di Korea Selatan. Berikut cuplikan materi beliau mengenai kajian kenangan. Kenangan mulai muncul ketika ada proses urbanisasi. 

Orang-orang dari desa menuju ke kota. Kemudian, dalam beberapa waktu mereka mengenang kampung halamannya. Di sinilah kerinduan akan kenangan itu muncul. Jangan heran ketika orang-orang suka untuk memutar lagu-lagu kenangan karena di sana sastra romantic itu muncul. 

Pada awalnya kenangan itu bersifat personal, walau lambat laun menjadi sesuatu yang kolektif. Kenangan itu terlalu indah untuk dilupakan, tetapi terlalu sedih untuk dikenang. Kenangan-kenangan pada diri seseorang itu menghasilkan naratif autobiografik, cerita tentang diri sendiri. 

Awalnya, kita hanya mengenal kenangan tradisional yang selalu berakhir kebahagiaan. Akan tetapi, sekarang muncullah kenangan modern yang lebih terbuka, tidak mesti berakhir kebahagiaan. Ada tiga hal yang menjadi bagian dari kenangan, yaitu:

Dimensi memori. Seseorang akan teringat sesuatu ketika dia melihat material, misalnya topi, baju, koper, rumah, atau apa saja yang bersifat materi. Dengan melihat itu, memori akan terputar untuk mengingat kisah yang menyertainya.

Level memori. Pada bagian ini dikenal kenangan personal dan kenangan kolektif. Ada kisah yang betul-betul hanya menjadi kenangan secara pribadi. Bahkan, terkadang kenangan itu disimpan rapat dan  tidak dikisahkan kepada siapa pun. 

Terkadang kenangan seperti ini lebih banyak ke hal negatif masa lalu. Tidak layak untuk dikisahkan kepada orang lain. Akan tetapi, ada juga kenangan yang sifatnya kolektif. Seseorang membutuhkan reuni misalnya, karena di situ ada kenangan kolektif.

Modes of remembering. Bagian ini dikenal dengan makna cara mengingat kenangan. Kenangan yang kita alami sendiri mudah untuk kita ingat. Di sekolah, di keluarga, ada kenangan yang kita ketahui setelah orang lain menceritakannya kepada kita. Inilah sejarah. Sejarah mesti dikisahkan karena hal itu merupakan kenangan kolektif. Bagian ini dikenal dengan istilah post memory. 

Kenangan bagi orang yang tidak mengalaminya. Dibutuhkan transmisi untuk memahami kenangan. Apakah dari keluarga atau dari luar misalnya museum, buku, atau ada cerita orang lain.

Dr. Muhammad Saleh, S.Pd., M.Pd, Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS, UNM.Beliau menawarkan kajian teori bahasa yang diistilahkan dengan religiolinguistik, aspek pembelajaran bahasa Indonesia menyongsong revolusi Iptek 4.0. 

Beliau mengkaji bagaimana religiolinguistik ini diaplikasikan dalam proses pembelajaran di sekolah. Materi diawali dengan menampilkan slide pemaksimalan otak kanan dan otak kiri. Otak kiri mengelola pikiran sadar dan otak kanan adalah pikiran bawah sadar. 

Kalimat terakhir pada bagian ini mengingatkan kita, "Jangan paksa siswa Bapak dan Ibu berpikir dengan menggunakan otak kanan padahal secara asal, siswa tersebut lebih dominan otak kiri."Selain itu, ada tips yang memudahkan dalam pembelajaran sehingga memori terhadap materi bisa untuk dikenang, yaitu beri warna, beri makna, beri karena, dan beri darma. 

Dalam pembelajaran di sekolah ada beberapa komponen yang mesti bersinergi. Komponen tersebut adalah guru, materi, metode, media, siswa, dan interaksi. Beliau menutup materi dengan pernyataan Karl Marx bahwa kesalahan yang dilakukan secara berulang-ulang akan dianggap sebagai kebenaran.

Setiap kita memiliki kenangan. Entah itu kenangan personal atau kenangan kolektif. Kenangan tidak untuk dilupakan karena kenangan merupakan warna dalam perjalanan hidup kita. Terima kasih, salam sukses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun