Di luar sana, ada banyak sekali provinsi, kabupaten dan kota, yang sudah dan sedang mempersiapkan penyelenggaraan Pilkada. Ada banyak ragam cerita yang terkemas rapi di setiap pesta demokrasi lima tahunan itu.
Cerita itu tidak hanya tentang partai-partai politik dan kelompok-kelompok relawan yang berjibaku mendukung pasangan-pasangan kepala daerah yang maju bertarung. Juga, tidak hanya tentang visi dan misi pasangan calon kepala daerah. Pun tidak hanya tentang pesta kemenangan pasangan terpilih dan ratapan kekalahan pasangan tidak terpilih.
Ini juga cerita tentang perpecahan momental masyarakat oleh karena perbedaan pilihan politik. Juga termasuk cerita tentang aib/dosa para pasangan calon kepala daerah yang secara maraton ditelusuri lawan tanding politik, dan kemudian secara vulgar dan lugas mereka memamerkannya di ruang-ruang publik terbuka dengan senyuman renyah penuh kepuasan.Â
Tentang aib/dosa calon-calon kepala daerah, termasuk petahana, pada momentum Pilkada. Sampai dengan saat ini, kesenangan politisi untuk saling membuka aib/dosa lawan tanding politik rupanya masih menjadi komiditi expert di setiap pergelaran Pilkada.
Bagaimana tidak? Mari kita menjejaki apa yang sudah dan sedang terjadi di Provinsi DKI Jakarta jelang Pilkada 2017 sebagai sampel.
Di awal mula, aib/dosa tetangga sebelah (baca: lawan tanding politik) menjadi semacam bekal di saku manakala para tokoh politik, pegiat kemanusiaan dan para bakal calon gubernur DKI Jakarta "menjajakan" diri ke masyarakat dan partai-partai politik.
Di lorong-lorong pasar, di ujung mikrofon di antara puing-puing reruntuhan bangunan yang terkena relokasi, di depan sorotan kamera media-media publik, pun di serambi-serambi Allah di sela-sela cerita mereka tentang Tuhannya, tak jarang mereka teriakan aib/dosa tetangga sebelah dengan nyaring. Mereka mengumbarnya dengan sinis sumringah. Â Â
Mulai dari "gubernur tukang gusur", "gubernur arogan dan tidak kenal sopan santun", atau juga "pengacara dan pembela kapal-kapal asing pencuri ikan", "menteri pecatan tak berprestasi", pun pula "penemu dan pelindung para pencari kebenaran USB atau UPS", "sejoli sejati dalam debu-debu reruntuhan provokasi", hingga "tokoh reformis yang pikun namun melek rasis". Dan lain-lain.     Â
Saat ini, pasca KPUD DKI Jakarta menutup pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur untuk Pilkada 2017, kondisi di atas panggung politik DKI Jakarta belum banyak berubah juga. Ia masih nampak sama seperti hari-hari sebelumnya.
Padahal Adhyaksa Dault dan Abraham Lunggana sudah ditinggal pergi para kolega pencari calon kepala daerah alternatif. Pun Yuzril Ihza Mahendra sudah ditampi keluar dari gerbong politik yang baru saja burn up.
Amien Rais juga sedang tak ingin berorasi dan mengatup mulutnya untuk publik. Ahmad Dhani juga sudah pergi menjaja mimpinya yang lain di stasiun politik Bekasi. Sedang, Sang Karib, Ratna Sarumpaet, memutuskan untuk mengendap-diam di antara rentuhan relokasi dengan mikrofon kepeduliannya.