Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilkada Antara Demokrasi dan Kesehatan

22 September 2020   08:48 Diperbarui: 22 September 2020   08:58 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak pihak saat ini yang meminta pemerintah untuk menunda pelaksanaan pilkada serentak. Ada sejumlah ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah,  Komnas HAM, MUI, kalangan aktivis demokrasi,  beberapa perguruan tingggi semisal UGM, sejumlah kepala daerah diantaranya gubernur Banten Wahidin, unsur DPD RI sampai mantan wakil presiden Jusuf Kalla. Pilkada yang direncanakan akan digelar 9 Desember 2020 mendatang tersebut dikhawatirkan akan menjadi ancaman serius bagi penyebaran covid 19 di tanah air.

Alasanya adalah makin meningkatnya penyebaran covid 19 akhir-akhir ini, dikhawatirkan pilkada memunculkan klaster baru yang sangat massif di banyak daerah sebab pilkada kerap mendatangkan keramaian atau kerumunan orang terlebih saat tahapan kampanye ditambah masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya penerapan protokol kesehatan.

Sebenarnya, menurut UU Nomor 6 tahun 2020, pilkada bisa ditunda jika ada bencana nonalam dan atas kesepakatan bersama antara pemerintah, KPU serta DPR. Persoalanya apa ketiganya bisa sepakat guna penundaan dimaksud? Menanggapi hal itu KPU bisa memahami, hanya mereka menegaskan bahwa keputusannya tak hanya menjadi kewenangan KPU sendiri. Harus diputuskan bersama pemerintah dan DPR. Semoga ini bukan bagian dari saling lempar tanggungjawab.

Berbeda dengan KPU, Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan DPR memahami keresahan yang terjadi di tengah masyarakat terkait pilkada namun perlu disadari juga bahwa pilkada harus berjalan guna terpilihnya pemimpin daerah yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, guna pilkada mendatang sukses pimpinan DPR itu menegaskan sangat penting bagi semua pihak untuk menjaga kedisiplinan dalam menerapkan protokol Kesehatan.

Sementara presiden Jokowi lebih tegas lagi. Dikatakannya, penyelenggaraan pilkada harus tetap dilakukan sesuai yang dijadwalkan. Tidak bisa menunggu sampai pandemi berakhir, karena tidak ada satu negarapun di dunia yang mengetahui kapan pandemi akan berakhir.

Antara kesehatan masyarakat dan demokrasi

Ibarat buah simalakama, persoalan penundaan pilkada terkait dua hal sangat penting yang saat ini sulit disatukan. Yakni antara kebutuhan demokrasi dan pentingnya kesehatan masyarakat. Satu sisi pilkada sebagai media menentukan pemimpin daerah adalah kebutuhan. Sisi lain, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya penerapan protokol kesehatan masih sangat rendah sehingga penyebaran virus corona tak terbendung, malah  mengganas. Padahal kesehatan juga tak kalah pentingnya guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera.

Pilkada  kepanjangan dari  pemilihan kepala daerah. Pilkada dilakukan periodik yakni 5 tahun sekali. Kepala daerah meliputi gubernur, bupati atau walikota. Mereka dipilih dalam satu paket dengan wakil mereka. Di era reformasi, kepala daerah dipilih secara langsung. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005. 

Sejak diberlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada ini dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama sebagai Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada.

Diantara tujuan pemilukada adalah untuk memberi kesempatan semua orang guna menjadi atau memilih pemimpin di daerahnya. Seperti diketahui sebelumnya kepala daerah dipilih oleh DPRD propinsi atau kabupaten/kota/. Setelah 20 tahunan pasca reformasi, keberadaan pilkada mulai dirasakan manfaatnya. 

Masyarakat merasa telah dilibatkan secara langsung untuk menentukan kepala daerah yang sekaligus akan membawa kemajuan atau kemunduran daerahnya. Rakyat dapat melakukan perubahan signifikan setiap lima tahun sekali melalui gelaran pemilukada.

Pemilulkada juga ditujukan sebagai perwujudan kedaulatan rakyat. Serta menunjukan demokrasi terletak di tangan rakyat. Pemilukada dijadikan sebagai sarana guna melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional. Pemilulkada diadakan untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pemilukada, pemerintahan yang aspiratif dapat memperoleh kepercayaan rakyat untuk memimpin kembali. Atau sebaliknya, apabila rakyat tidak percaya maka pemerintahan akan berakhir dan diganti.

Pemilu dijadikan sarana partisipasi politik masyarakat. Rakyat mampu secara langsung menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya. Selanjutnya pemimpin yang terpilih harus merealisasikan janji-janjinya. Disamping itu semua, pemilukada menjadi barometer yang mengukur kemajuan demokrasi, Hal-hal di atas yang menjadi pertimbangan pilkada kudu dilakukan tepat waktu. Tidak boleh mundur.

Menjadi persoalan,  pilkada kali ini beriringan dengan masa pandemi. Pandemi adalah penyakit yang menyebar secara global meliputi area geografis yang luas. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pandemi ini tidak ada hubungannya dengan tingkat keparahan penyakit, jumlah korban atau infeksi. Virus corona yang menyebabkan penyakit Covid-19, saat ini dinyatakan oleh WHO sebagai pandemi. Soalnya, penyakit yang diduga muncul pertama kali di Wuhan, Tiongkok tersebut telah menyebar ke berbagai negara di dunia.

Pelaksanaan pilkada pun dikhwatirkan dapat membuka klaster baru. Ditambah rendahnya kepatuhan masyarakat pada protokol kesehatan sehingga peningkatan jumlah yang terpapar dari waktu ke waktu semakin mengganas. Terkait hal ini, sepertinya pemerintah bersikukuh akan menggelar pilkada 9 Desenber mendatang.

Solusi

Jika pilkada masih akan digelar (seperti yang diputuskan pemerintah) maka menurut hemat saya ada beberapa hal yang wajib dilaksanakan. Pertama, protokol kesehatan. Semua pihak diharuskan mentaati protokol kesehatan. Protokol kesehatan selayaknya diterapkan secara ketat. 

Dan dibarengi dengan pengawasan serta sanksi. Ini membutuhkan ketegasan penyelenggara pemilu. Penyelenggara pemilu dituntut berani mengambil tindakan mulai teguran, peringatan,  pembubaran, sampai dikualifikasi calon. Kedepan ada beberapa tahapan yang berpotensi mendatangkan kerumunanan seperti penetapan nomor urut calon, kampanye, dan pemungutan suara di TPS.

Guna menghindari kerumunan melakukan kegiatan secara daring sangat diutamakan, dianjurkan. Kampaye misalnya, pengumpulan massa lewat rapat terbuka sepantasnya ditiadakan dan dilarang. Kampanye menggunakan media elektronik seperti TV dan radio, media sosial, atau pertemuan secara online dengan berbagai macam fasilitas yang ada semisal zoom meeting, webinar dan lainnya. Kemudian TPS dipastikan disetting sesuai protokol kesehatan.

Kedua, kerjasama semua elemen pemerintahan, unsur masyarakat dalam menghadapi pandemi pada semua tahapan pilkada. Diperlukan gotong royong. Saling menudukung dan menopang. Kesiagaan di semua lini dan sektor. Antisipasi memadai terkait hal terburuk.  Bersatu untuk kesuksesan pilkada tanpa ekses.

Ketiga, sosialisasi massif. Masyarakat luas diberi penjelasan menyeluruh tentang tantangan pilkada di tengah pandemi. Sosialisasi dilakukan hingga ke akar rumput, pada lapisan masyarakat terbawa. Seperti protokol kesehatan di TPS, mereka wajib memahami.

Keempat, pemerintah sepantasnya menghitung, mengkaji ulang apakah ketiga hal di atas dapat dilakukan? Apakah penyelenggara siap melaksanakan? Apakah masyarakat luas bisa dikondisikan? Jika tidak, saya lebih setuju kalau pemerintah memilih menunuda pilkada. Demokrasi memang penting, tapi kesehatan masyarakat jauh lebih penting.

Alhasil, semoga apa yang diputuskan sudah melalui kajian, penelitan dan kesiapan maksimal. Sehingga kepala daerah berkualitas terpilih dan kesehatan masyarakat tetap terjaga.amin. Wa Allahu Alam Bishawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun