Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik, Agama, dan Akal Sehat

11 April 2018   10:59 Diperbarui: 11 April 2018   17:09 1416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang menyebut 2018 sebagai tahun politik. Sebab ada Pilkada serentak juga berdekatan dengan Pilpres 2019. Pada bulan Agustus mendatang para calon presiden dijadwalkan mendaftarkan diri di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Perpolitkan nasional pun bergeliat. Para politisi memainkan berbagai antraksi politik. Tak sedikit pula yang saling menyerang. Isu demi isu dimunculkan. Indonesia nyaris tak pernah sepi dari persoalan bermuatan politik.

Kata politik berasal dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara. Dalam wikipedia.org, politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses  pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.

Untuk tujuan politik segala cara dilakukan. Tak sedikit  berpolitik  menabrak tradisi, norma, dan aturan hukum. Segala hal dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Nama besar orang tua, kemajuan daerah, bencana, kegiatan oleharaga, pentas budaya, bahkan kemiskinan sekalipun bisa  digunakan untuk kepentingan politik praktis. Dan itu sah. Boleh dilakukan asal siap mempertanggungjawabkannya.

Di Indonesia, politik  kerapkali menggunakan isu-isu agama. Berpolitik dengan membawakan ayat-ayat Al quran. Menjadikan masjid sebagai tempat kegiatan politik. Pilihan politik dikaitkan dengan surga dan neraka. Lebih jauh "politik jenazah' yang diterapkan pada Pilkada DKI yang lalu menjelaskan betapa jauh politik masuk ke ruang agama di Indonesia.  Kenapa demikian? Saya teringat ucapan Imam al-Ghazali (w. 1111) dalam Nashihat al-Muluk (Nasihat untuk Para Raja, Pemimpin Negara) pernah menyatakan, "ad-Din wa as-siyasah tauaman" (Agama dan politik itu bagaikan dua saudara kembar). Agama (Islam) memang tidak dapat dipisahkan dari (kehidupan) politik.

Dalam politik Indonesia isu agama seringkali muncul itu wajar. Sebab penduduk mayoritas warganya adalah muslim. Dalam sejarah Islam pun hubungan agama dan politik itu senantiasa menyatu, sekalipun hal ini juga menimbulkan problem politik sangat serius yang belum selesai hingga hari ini. Ditambah lagi dalam sejarah politik di  Indonesia persaingan politik seringkali diperebutkan antara kelompok yang disebut kaum nasionalis dan kaum agamis (baca:santri). 

Terkait hal itu, Prof Komaruddiin Hidayat mengatakan di Indonesia tak mengenal pemisahan ruang ngara dan ruang publik. Agama bukanlah urusan privat semata seperti di negara-negara barat, tetapi aktivitas dan ekspresi keberagamaan juga aktif mewarnai ruang publik, masuk ke politik bahkan masuk istana dengan fasilitas negara.

Akhir-akhir ini politisasi agama semakin sering kita saksikan baik di arena Pilkada juga jelang Pilpres 2019. Agama terkesan mudah diperalat, diperjualbelikan. Banyak pihak termasuk parpol tak ragu mengatasnamakan umat Islam. Sayangnya mereka tak dapat menjelaskan siapa umat Islam yang dimaksud? Bukankah umat Islam di Indonesia itu terdiri dari banyak kelompok, madzhab, golongan dan komunitas?

Paling mutakhir adalah "gerakan ganti presiden 2019" yang disuarakan oleh para oposisi. Dengan sagat percaya diri mereka mengatasnakam umat. Bahwa umat Islam menghendaki pergantian presiden. Seakan umat Islam Indonesia tak mau lagi dipimpin oleh Jokowi. 

Pertanyaanya, umat Islam yang mana? PKB salah satu partai pendukung pemerintah adalah besutan NU ormas Islam terbesar. PAN yang tak lain partainya orang Muhammadiyah juga bagian koalisi Jokowi-JK. Kemudian PPP yang berlambangkan ka'bah tak lain adalah partai yang telah mencalonkan kembali Jokowi.  Jangan-jangan ini adalah pembodohan semata.

Terlebih lagi  apa yang disampaikan ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra seperti ditulis news.detik.com. Advokat senior yang konon pakar tata negara itu menegaskan bahwa pergantian presiden harus dilakukan karena pemerintah saat ini tidak pro-Islam. Bahkan Yusril menyebut kelompok Islam tertindas di era Jokowi. Apa tuduhan tersebut logis?

Selama ini saya melihat Jokowi dekat dengan para ulama, dekat dengan pesantren yang merupakan basis pendidikan Islam tradisonal. Tak ada pesoalan  antara Pemerintah dan masyarakat Islam (muslimin).  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun