Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Aji Mumpung Sopir Angkot dan Pungli di Jalan

21 Juli 2015   10:06 Diperbarui: 21 Juli 2015   10:06 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Hari Senin kemarin, tanggal 20 Juli 2015 saya membawa anak-anak ke Kebun Binatang Ragunan di Jakarta Selatan. Kami naik kereta dari Stasiun Bekasi dan turun di Stasiun Pasar Minggu. Di luar stasiun sudah banyak angkutan umum yang menunggu Penumpang dan menawarkan mengantar sampai ke Kebun Binatang Ragunan. Ada dua angkutan umum yaitu angkutan kecil berwarna merah S15 dan Metro Mini 640.

Pada hari-hari biasa, ongkos Angkot S15 dari Stasiun Pasar Minggu dan sekitarnya ke Kebun Binatang Ragunan adalah Rp4.000,- bahkan Tarif Metromini dari ke terminal ke terminal hanya Rp4.000,- Namun kemarin angkutan yang menuju Ragunan memasang tarif Rp10.000 per orang. Sontak banyak penumpang yang terkejut dengan hal tersebut, namun pada akhirnya pasrahnya saja harus membayar lebih mahal dari biasanya.

Saya pribadi tidak keberatan membayar ongkos yang lebih mahal dari biasanya dengan pembenaran tidak apa-apalah hanya sekali setahun, bukan tiap hari terjadi. Walaupun demikian, tetap saja hal tersebut melanggar tarif yang telah ditentukan oleh Pemerintah. Kenaikan tarif secara sepihak ini jelas memberatkan golongan masyarakat yang kurang/tidak mampu untuk menggunakan angkutan umum menuju tempat wisata Kebun Binantang Ragunan.

Sangat jelas terlihat bahwa pengemudi dan kondektur angkutan umum tersebut memanfatkan momen liburan dalam rangka Idul Fitri untuk mendapatkan uang yang lebih banyak dengan menaikkan tarif meskipun dalam jarak yang relatif dekat. Ini adalah sikap aji mumpung yang sepertinya sudah membudaya dalam masyarakat Indonesia khususnya di Jakarta. Bisa jadi hal ini juga adalah cerminan sikap aji mumpung para elit dan pemimpin di Indonesia. Mumpung memiliki kekuasaan maka berusaha mendapatkan keuntungan dan uang sebanyak-banyaknya, mengupayakan agar sanak saudara dan kerabat dapat masuk ke lingkaran kekuasaan, berusaha mendapatkan berbagai fasilitas yang dibiayai dari uang rakyat, dan lain sebagainya.

Iseng-iseng saya bertanya pada sang sopir Metromini mengapa menaikkan tarif jauh lebih tinggi dari hari biasanya. Sang Sopir menjawab: “Sekali-sekali Pak, namanya juga lebaran”. Saya tanyakan lagi apakah sudah mendapatkan persetujuan dari Organda? Sopir menjawab tidak ada. Malah sang sopir mengeluhkan banyaknya pungutan yang harus dibayarnya setiap hari.

Soal pungutan yang diceritakan Sopir Metromini, saya melihatnya memang terjadi secara terang-terangan. Saat metromini baru mendapatkan penumpang, sudah ada yang meminta jatah. Saat baru berjalan ada lagi yang meminta uang kopi. Sekitar beberapa meter berjalan, sang sopir kembali memberikan uang kepada seseorang. Jadi, sejak dari Stasiun Pasar Minggu hingga baru berjalan beberapa meter saja sudah ada tiga orang yang mendapatkan uang dari sang Sopir. Hal ini belum lagi terjadi di tempat-tempat lain dan terjadi pada banyak angkutan umum di Jakarta. Saya membayangkan betapa enaknya para oknum yang mendapatkan uang tanpa harus bekerja keras seperti yang dilakukan para Sopir angkutan umum di Jakarta.

Hal seperti ini sudah lama terjadi dan entah sampai kapan dibiarkan terus terjadi. Harusnya yang berwenang bisa menyelesaikan persoalan ini sejak dulu, bila mau. Mungkin para sopir angkutan umum di Jakarta sudah tidak punya harapan lagi hal yang merugikan mereka akan segera berhenti. Akhirnya mereka berusaha beradaptasi dengan menaikkan tarif pada momen-momen tertentu seperti lebaran kali ini. Korban terakhirnya tentu saja para penumpang yang harus membayar lebih. Dan yang paling menderita adalah pengguna angkutan umum dari kalangan masyarakat ekonomi lemah (orang miskin).

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun