Jeda di antara detak jantungnya terasa begitu panjang. Senja merambat di langit Jakarta, mengubah jingga menjadi kelabu. Di bangku stasiun kereta, Rendra memegang erat ponselnya. Layar itu menampilkan foto seorang gadis dengan senyum yang sama persis seperti di ingatannya: Alya, cinta pertamanya di bangku SMA.
Lima tahun berlalu sejak mereka berpisah. Rendra memilih kuliah di ibu kota, sementara Alya harus mengikuti orang tuanya pindah ke kota kecil di Jawa Tengah. Lima tahun yang dipenuhi panggilan telepon, pesan teks, dan janji-janji yang tak pernah terwujud. Malam ini, janji itu akhirnya akan menjadi nyata. Alya akan tiba.
Sebuah pesan masuk. "Aku sudah di peron 1. Kamu di mana?"
Rendra buru-buru membalas, "Di depan loket. Jangan ke mana-mana, aku jemput."
Ia berlari menembus kerumunan orang yang hilir mudik. Udara malam yang lembab menerpa wajahnya. Di peron 1, ia melihatnya. Alya berdiri di antara deretan koper, mengenakan jaket jeans yang dulu sering ia pinjam. Rambutnya yang panjang tergerai, dan matanya berbinar seperti dulu.
"Alya!" panggil Rendra.
Gadis itu menoleh. Senyumnya merekah, dan ia berlari kecil menghampiri Rendra. Mereka berpelukan. Aroma parfumnya yang lembut langsung memenuhi indra Rendra, membangkitkan semua kenangan yang telah lama ia simpan.
"Aku nggak nyangka kamu bakal datang, Rendra," bisik Alya.
"Kenapa? Kamu pikir aku ingkar janji?" Rendra melepas pelukannya, menatap wajah Alya. Matanya menyiratkan kebahagiaan yang tulus, namun ada sedikit gurat lelah di sana. "Lima tahun, Al. Rasanya kayak baru kemarin kita di kantin sekolah."
Alya terkekeh. "Kamu masih suka melebih-lebihkan."