Mohon tunggu...
Zaly
Zaly Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seseorang yang gemar menulis cerpen dan karya lainnya. bisa kunjungi akun instagram untuk lebih lanjut !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kupu Kupu di Atas Garis

23 Agustus 2025   13:14 Diperbarui: 23 Agustus 2025   13:14 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arsitek bernama Bagas mencintai garis lurus. Semua yang ia rancang adalah tentang simetri, presisi, dan kesempurnaan yang tak bercacat. Ia membenci ketidaksempurnaan, sebuah noda di atas kanvas putih. Hidupnya berjalan sesuai cetak biru yang ia buat sendiri. Namun, hidup, seperti yang sering terjadi, tidak peduli pada rencana.

Siang itu, saat ia memeriksa lokasi proyek terbarunya, ia tersandung dan terjatuh. Ia tersandung kabel dan menumpahkan kopi hitamnya ke atas cetak biru yang ia pegang. Cairan pekat itu menyebar, menciptakan noda besar yang merusak garis-garis tegas yang telah ia gambar dengan hati-hati. Sebuah kesalahan, sebuah cacat. Bagas mendesah frustrasi, "Sial. Semua jadi berantakan."

Terdengar tawa halus dari seorang perempuan yang duduk tak jauh darinya. Perempuan itu adalah Clara, seniman mural yang disewa untuk melukis dinding di salah satu sudut bangunan. Ia memegang kuas besar, tangannya dipenuhi cat warna-warni. "Berantakan itu indah, Mas," katanya sambil tersenyum.

Bagas menatapnya dengan pandangan tidak percaya. "Indah? Ini noda, sebuah kegagalan. Garis-garis sempurna saya rusak."

Clara menatap cetak biru Bagas. "Bukan rusak, tapi hidup. Garis-garis sempurna itu kaku, tanpa kejutan. Tapi noda itu... noda itu punya ceritanya sendiri."

Bagas menggelengkan kepalanya. "Cerita yang saya tidak inginkan."

Clara turun dari bangku kecilnya dan mendekati Bagas. Ia mengambil selembar kertas kosong dan mulai menggerakkan kuasnya dengan cepat. Gerakannya bebas, tidak terikat oleh garis lurus atau aturan. Ia memercikkan cat biru, merah, dan kuning. Lalu dengan ujung kuasnya, ia membentuk sebuah sketsa kupu-kupu di tengah percikan-percikan warna itu. Tidak ada kupu-kupu yang sempurna. Sayapnya tidak simetris, antenanya sedikit miring. Namun, di tengah kekacauan warna itu, kupu-kupu itu terlihat begitu hidup dan cantik.

Clara menyerahkan lukisan itu pada Bagas. "Kupu-kupu ini tidak sempurna, tapi dia bisa terbang. Dia terbang di antara percikan-percikan warna yang terlihat seperti berantakan."

Bagas menatap lukisan itu. Ia melihat bagaimana noda-noda cat itu, yang tadinya ia anggap sebagai kegagalan, justru menjadi latar belakang yang membuat kupu-kupu itu bersinar. Ia melihat keindahan yang tak pernah ia temukan dalam simetri dan garis lurus. Garis-garis yang ia cintai tiba-tiba terasa begitu dingin dan hampa.

"Hidup itu seperti kupu-kupu, Mas. Kadang kita jatuh, membuat noda, tapi dari noda itulah kita belajar terbang. Jangan takut pada ketidaksempurnaan. Karena justru di sanalah keindahan sejati berada," kata Clara lembut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun