Mohon tunggu...
Amirul Huda
Amirul Huda Mohon Tunggu... Swasta -

Pria yang menyukai buku, kartun, musik pop, rock progressif, jazz, blues dan religi. Juga menyukai alam, internet, dan (sedikit-sedikit) sastra. Serta penikmat kopi, khususnya Kopi Lampung. Chelsea, Barcelona dan Internazionale Milan adalah klub favoritnya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Memintal Pelangi

26 Desember 2011   07:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:45 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kubawakan benang harapan berwarna oranye,

lalu kau bawa berjuta jarum bernyala ungu.

“Marilah memintal harapan,”

ucapku disuatu senja.

“Aku ingin pelangi,”

suaramu seakan penuh duka.

“Kalau begitu marilah kita pintal

warna pelangi.”

“Aku pun merindu warna senja.”

“Kita bisa campurkan warna senja di tepinya.”

“Bolehkah kutambahkan warna langit?” ucapmu lirih.

“Ya, mengapa tidak, aku suka biru langit.”

Sejumput harap kita pintal tiga purnama.

Lebih indah dari pelangi, senja dan langit.

“Mari kita bingkai dengan warna emas,

dan kita gantung di dinding kamar.”

“Aku benci warna emas,

mengingatkanku pada Cleopatra.”

Di dinding kamar, kutemukan

Pelangi berbingkai darah.

Kotabumi, September 2011

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun