Mohon tunggu...
Muhammad Amir
Muhammad Amir Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia biasa

Hidupilah hobimu sebelum hobi menghidupimu | Bukan expertise

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Feminisme Modern: Apakah Kesetaraan Upah/Gaji Bisa Tercapai?

21 April 2024   15:00 Diperbarui: 22 April 2024   15:56 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Feminisme merupakan sebuah gerakan yang sudah ada sejak awal abad ke-18 yang menjadikan kesetaraan gender sebagai isu utama yang harus diperjuangkan. Pada awalnya, fokus dari feminisme adalah tentang perjuangan wanita kulit putih untuk bisa memilih dan berpartisipasi aktif dalam aktivitas politik serta melawan budaya patriarki. Seiring berjalannya waktu, karena telah berhasil mendapatkan hal yang telah diperjuangkan, para aktivis feminisme mulai menyadari bahwa masih terdapat ketimpangan yang tinggi antara wanita dan pria dalam hal kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan yang masih terjadi dewasa ini.

Tapi apakah memang benar demikian?

Untuk menilik kesenjangan upah yang terjadi antara laki-laki dan perempuan, ada beberapa faktor yang harus dibedah dahulu guna mengambil kesimpulan, yaitu usia produktif, tingkat pendidikan yang telah ditempuh, tingkat partisipasi angkatan kerja, dan jenis pekerjaan. Merujuk kepada pubilkasi yang telah dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia yang berjudul Perempuan dan Laki-laki di Indonesia 2023, 68,62% dari masyarakat Indonesia merupakan penduduk usia produktif dengan perbandingan laki-lakinya adalah 68,71% dan perempuannya 68,52%. Perlu diketahui, bahwa penduduk usia produktif merupakan penduduk di Indonesia yang memiliki rentang usia antara 15 sampai 64 tahun. Dengan demikian, bisa diartikan bahwa perbandingan usia produktif antara laki-laki dan perempuan di Indonesia hampir tidak ada.

Sementara itu, dengan merujuk sumber yang sama, jumlah perempuan yang masih bersekolah lebih tinggi daripada laki-laki dengan perbandingan 75,08% bagi perempuan dan 72,89% bagi laki-laki. Ini menandakan bahwa saat ini perempuan mendapatkan lebih banyak akses untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Akan tetapi, hal ini tidak sejalan dengan hasilnya yang mana data menunjukkan bahwa 10,02% perempuan di perkotaan tidak memiliki ijazah sedangkan laki-laki hanya memiliki presentase 7,07% yang tidak berijazah. 

Namun, 13,66 perempuan yang tinggal di perkotaan dan 6,32% yang tinggal di perdesaan berhasil memiliki ijazah dari Perguruan Tinggi. Sedangkan hanya 12,76% laki-laki yang tinggal di perkotaan dan 5,35% yang tinggal di perdesaan yang berhasil mendapatkan gelar Sarjana atau lebih tinggi. Berdasarkan data tersebut, bisa disimpulkan bahwa perempuan saat ini sudah memiliki kesempatan yang setara untuk dapat mengenyam pendidikan yang layak walaupun beberapa di antaranya masih harus putus sekolah di bangku sekolah dasar karena alasan tertentu.

Pembedahan selanjutnya yaitu tentang angkatan kerja, dimana rasio penduduk bekerja terhadap jumlah penduduk usia kerja pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan dengan perbandingan yang bekerja dan menganggur adalah 51,78% untuk perempuan yang bekerja dan 79,08% bagi laki-laki yang bekerja. Dalam kesempatan bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai, laki-laki memiliki kesempatan lebih tinggi untuk diterima dengan presentase 38,63% sedangkan perempuan hanya 32,80% sahaja. Tapi hal baiknya, perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan relatif setara untuk mengabdi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan perbandingan persentase 55,08 untuk perempuan dan 44,92% untuk laki-laki.

Meskipun begitu, karena tingkat pengangguran di antara angkatan kerja perempuan yang lebih tinggi daripada laki-laki dan berbagai faktor lainnya, rata-rata gaji/upah perempuan hanya sebesar 2,42 juta rupiah per bulan. Sangat jauh dengan laki-laki yang rata-ratanya sampai 3,23 juta rupiah per bulan. Akan tetapi, perlu diperhatikan dengan seksama bahwa ada beberapa jenis pekerjaan yang memiliki gaji/upah yang tinggi yang hanya bisa dilakukan oleh laki-laki karena memiliki resiko yang tinggi seperti pekerjaan di bidang pertambangan dan properti sehingga untuk beberapa alasan, seperti kebutuhan dan permintaan pasar, kesetaraan sejati (sepenuhnya sama) dalam jumlah gaji/upah akan sangat sulit untuk bisa dicapai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun