Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Berdebat, Pelajaran yang Tak (Cukup) Terajarkan

20 Februari 2021   17:49 Diperbarui: 23 Februari 2021   07:59 1560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Photo by Pixabay from Pexels)

Pertanyaan ini tentu harus dilihat dalam perspektif keberlanjutan antar generasi agar pernyataan bahwa tujuan bernegara salah satunya mencerdaskan bangsa tidak dibenturkan dengan pertanyaan sudah seberapa cerdas bangsa ini sebagai hasil pendidikan.

Kecerdasan hari ini adalah buah dari proses hari kemarin dan kecerdasan di masa depan adalah buah dari proses hari ini.

Laporan UNDP di atas sudah memberikan indikasi seberapa potensi tingkat literasi bangsa dan sandingkan dengan fakta silang pendapat di media, ragam sikap memandang perbedaan pikiran maka kita akan menemukan konfirmasi kualitas tersebut.

Dalam level yang lebih sempit, lingkup pembelajaran dalam kelas, hari-hari ini kita menuai buah dari praktik belajar menahun yang tidak cukup menumbuhkan kemampuan berfikir kritis. 

Mereka yang setiap hari menghiasi lini masa di media sosial hampir pasti tidak memperoleh atau diajarkan dengan optimal kemampuan mengasah logika sebagai salah satu alat berfikir kritis ketika duduk di bangku sekolah. Apaalgi berharap bahwa mereka, termasuk juga saya dan anda, kemampuan teknis yang memadai berdebat.

Padahal kurikulum kita selama ini memberikan porsi jam yang cukup dalam pelajaran matematika dan sains yang mengindikasikan bahwa perancang kurikulum menginginkan produk pendidikan nantinya adalah mereka yang akan mampu berfikir rasional. 

Bukankah pelajaran-pelajaran ini yang memberi bekal metodologi bernalar? Menyambungkan antara taksonomi, prinsip, dalil dan fakta hasil observasi untuk menguji pengetahuan yang ada adalah nafas dari kelompok pelajaran ini.

Apa hasilnya?

Tetiba masuk dalam jagat maya yang dilimpahi arus informasi, baik benar ataupun bohong, sampah atau info bernas, respon otomatis yang kita berikan sudah tentu akan ditentukan oleh akumulasi pengetahuan, agregasi nilai dan preferensi sikap kita yang terbentuk bertahun-tahun itu dengan sumbangan hasil dari praktik persekolahan yang dominan. 

Dengan pemahaman ini kita jadi sadar bahwa tindakan saling lapor atas dasar ujaran seseorang di media yang dinilai mengandung kebencian, bahkan tindakan oknum pejabat yang tidak terima dikritik, yang mempersonifikasikan dirinya sebagai representasi negara, sehingga pengkritik dianggap sebagai penentang pemerintah, menjadi keseharian berita di media.

Mengatakan jangan memberikan kritik sama saja dengan mengatakan jangan berfikir karena hanya melalui proses berfikir lah kita bisa mengetahui sisi atau tingkatan mana dari sesuatu tindakan publik yang dianggap tidak rasional dan karenanya perlu dikritik agar menjadi rasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun