Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Normal Baru, Siapa Peduli Hak Anak?

26 Mei 2020   21:59 Diperbarui: 27 Mei 2020   19:34 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Photo by Skitterphoto from Pexels)

Kelompok yang sering tertinggal dalam keadaan bencana atau krisis sosial adalah mereka yang pada kondisi normal pun biasanya sudah termajinalkan. Kejadian bencana sering menempatkan mereka pada kondisi yang juga memburuk. 

Lemah atau terbatasnya kemampuan sekelompok masyarakat tertentu untuk mengakses layanan publik memiliki dimensions politis dan kultur dan dalam situasi tertentu diperparah oleh kondisi psikologi massa yang mendahulukan keselamatan individu per individu. 

Segmen populasi rentan yang gampang dilihat adalah kelompok disabilitas dan anak. Kelompok ini seringkali tidak memiliki representasi yang memadai di ruang publik sehingga aspirasi mereka sering tenggelam atau hanya sayup-sayup terdengar.

Manusia memang dibekali naluri untuk mempertahankan diri yang basisnya ada pada diri setiap orang. Naluri yang didukung kemampuan belajar dan beradaptasi lah yang membuat spesies manusia mampu bertahan, sejauh ini, di muka bumi meski secara fisik tidaklah sebesar dan sekuat dinosaurus, mamut (mamooth) dan makhluk raksasa lainnya yang sudah lebih dahulu hengkang dari muka bumi.

Keunikan manusia lainnya adalah sekalipun naluri mempertahankan eksistensi berbasis diri atau individu namun dengan kemampuan belajar manusia kemudian bersepakat tentang pentingnya membentuk sistem sosial agar kemampuan bertahan semakin kuat. Dan sistem sosial itulah yang sampai hari ini kita warisi dalam bentuk komunitas dari yang berukuran kecil sampai ke struktur negara.

Nah, dalam pandemi dewasa ini apakah negara sudah menjalani kontrak sosial itu? Sejarah akan mencatatnya kelak apakah kita hari ini adalah generasi yang menyumbang percepatan kepunahan manusia atau sebaliknya menjadi contoh generasi yang sukses membuktikan kemampuan adaptasi manusia.

Dalam kontinum antara hari ini dan masa depan, penghubung antara keduanya adalah generasi muda atau anak yang hari-hari ini sedang terdisrupsi pertumbuhan dan perkembangannya. 

Anak kita yang sedang bermain dengan gawai adalah mereka yang nanti akan memilih teknologi, mereka ulang bangunan ilmu pengetahuan dan mungkin juga merombak tatanan norma dan nilai yang sedang kita pelihara dalam pelukan. Namun sebelum sampai ke masa depan tersebut, tentu saja mereka harus melewati hari ini terlebih dahulu. Anak hari ini adalah penentu arah dan nasib bangsa di masa depan. 

Anak hari ini adalah refleksi dalam skala kecil generasi masa depan. Seperti apa kita menjaga, melindungi dan merawat pertumbuhan dan perkembangan anak kita hari ini, minggu depan, bulan mendatang dan tahun-tahun berikutnya?

Sayangnya tidak ada, atau sedikit, yang memberi ruang fokus kepada mereka. Tidak juga kampanye Kabupaten/Kota Layak Anak yang sebelum pandemi gencar didorong-dorong setiap tahap pencapaiannya. Mungkin saja pihak terkait sudah melakukan hal yang relevan namun rasanya tidak terdengar deskripsinya di media, tidak terasa dalam tindakan nyata dan tanpa kerangka yang jelas seperti apa kebijakannya disesuaikan. 

Paling tidak gaungnya kalah jauh dibanding konser musik berujung "prank", hiruk-pikuk debat mudik atau pulang kampung, bersengkarutnya pembagian bantuan sosial dan silang pendapat para pejabat pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun