Mohon tunggu...
amin yeremia siahaan
amin yeremia siahaan Mohon Tunggu... Lainnya - penyuka buka fiksi dan sejarah...

Historia Magistra Vitae

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Secuil Refleksi Covid-19

25 Maret 2020   23:15 Diperbarui: 25 Maret 2020   23:08 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pandemi Covid-19, jika kita mau lihat aspek "positif"nya, berhasil menelanjangi watak dan perilaku umat manusia. Baiklah, kita bisa maklumi mereka yang tetap memberanikan diri keluar rumah dengan alasan "dapur".

Namun tidak demikian dengan yang acuh tak acuh. Nongkrong di kafe atau sejenisnya, atau yang edan: holiday. Selama belum ada vaksin, berdiam diri, menghindari keramaian adalah cara ampuh untuk menekan laju penyebaran Covid-19.

Situasi bertambah runyam dengan polemik "penghentian" sementara kegiatan keagamaan di rumah ibadah. Ada pro-kontra. Menariknya, dua kubu saling mengaitkan iman. 

Kubu pro, iman harus dibarengi dengan akal sehat. Ibadah dengan banyak orang justru memperbesar risiko terkena Covid-19. Toh, ibadah bisa dilakukan di mana saja, ibadah di rumah tidak linear dengan berkurangnya kualitas iman. Mereka yang kontra, hakulyakin iman akan melindungi mereka dari berbagai virus, tidak hanya Covid-19. Kuasa Tuhan jauh lebih berkuasa dari apa pun.

Lalu, panic buying. Toko retail mendadak ramai. Daya beli masyarakat, kelas menengah ke atas tentunya, bertambah ketimbang biasanya. Kuatir dengan isu lockdown, lebih cepat lebih baik untuk stok persediaan. Tidak kalah mirisnya adalah kelangkaan tiba-tiba masker dan hand sanitizer, kalau pun ada, harganya bikin "sport jantung".

Kita juga mendadak care terhadap kesehatan. Rajin cuci tangan pakai sabun, hand sanitizer, sunlight (seperti saya, hehe), baju segera dicuci nggak lagi digantung di balik pintu, ke mana-mana pakai masker, beli vitamin berbagai merk, dan lainnya.

Tidak kalah menjengkelkan adalah sikap percaya diri berlebihan elite politik. Ketimbang waspada, mereka yakin Indonesia akan aman-aman saja. Hasilnya? Seperti yang kita alami saat ini. 

Semakin muak ketika ada saja politisi yang bersuara kontra-produktif, ketimbang memberikan solusi, bantuan, atau, setidaknya, meyakinkan masyarakat untuk tetap tenang.

Pandemi Covid-19 membuat kita gagap. Sikap abai, remeh, saling menyalahkan menambah kegagapan itu. Ini adalah kesempatan kita, tanpa kecuali siapa pun, untuk, pertama, mengakui bahwa kita gampang menggampangkan sesuatu, kalau sudah kejadian, baru paling sibuk se-dunia. 

Seperti bolak-balik ke apotek mencari vitamin daya tahan tubuh. Padahal orang tua dulu sudah mengenalkan kita soal khasiat jahe, temulawak, kunyit, hanya saja kita selama ini malas mengolahnya, atau jangan-jangan karena menyepelekan dan lebih pede konsumsi yang ber-merk.

Kedua, ini adalah kesempatan kita di masa depan untuk serius dalam riset, khususnya riset di dunia kesehatan. Bill Gates mengatakan kekacauan dunia di masa depan bukan karena perang nuklir, namun karena virus. 

Sejarah sudah memperingatkan kita. Dulu ada Flu Spanyol dengan korban puluhan juta jiwa. Kemudian ada Ebola di Afrika dan SARS tahun 2000-an. Bukti serius riset adalah alokasi anggaran yang besar, kalau perlu lebih besar dari anggaran pertahanan.

Ketiga, marilah kita bersahabat dengan alam. Jangan lagi kita kotori udara, tanah, laut. Industri ekstraktif jangan lagi menjadi prioritas. Utamakan transportasi publik. Kita ini hanya penumpang di bumi. Merusak bumi sama saja pembunuhan berencana umat manusia.  

Saya teringat mudik ke kampung di Toba sana sewaktu masih mahasiswa. Suatu ketika saya diajak ke sawah menanam padi, di siang hari istirahat sebentar sembari makan siang. 

Cuci tangan yang berlumpur di mata air, makan pakai daun pisang. Sebagai orang kota yang sok, saya merasa jijik karena cara pandang tentang ke-steril-an selama ini. Tapi, toh mereka saudara-saudara saya di kampung paling sehat dibanding saya. Kenapa? Karena mereka mencintai alam.

Semoga Pancemi Covid-19 segera berlalu. Dan semoga kita semua mengambil banyak pelajaran darinya. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun