Mohon tunggu...
MUHAMAD AMIN PAHMI
MUHAMAD AMIN PAHMI Mohon Tunggu... Administrasi - Life is a game

Jambi - Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Dalam Melakukan Kerjasama Luar Negeri Menurut Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia

25 Mei 2023   15:06 Diperbarui: 25 Mei 2023   15:19 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia merupakan negara yang mempunyai cita-cita dan tujuan sebagaimana diatur dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk merealisasikan tujuan negara tersebut, Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional melakukan kerjasama dan hubungan internasional yang diwujudkan dalam perjanjian internasional.

Hubungan dan kerjasama internasional di atas semakin berkembang pesat di era globalisasi karena jarak antara satu negara dengan negara lain semakin dekat bahkan jarak bagian-bagian wilayah negara tertentu dengan bagian-bagian wilayah negara lain semakin menipis (borderlines). Keadaan ini membuka peluang bagi daerah-daerah tertentu untuk turut serta melakukan hubungan dan kerjasama dengan negara atau daerah-daerah negara tertentu dalam usaha memajukan daerahnya.  

Sampai saat ini dilihat dari doktrin Hukum Internasional belum ada ketentuan yang mengatur atau membolehkan Negara Bagian pada sistem Negara Federal (Serikat) ataupun Daerah pada sistem Negara Kesatuan untuk melakukan hubungan atau kerjasama internasional. Sebagaimana maksud pengertian Hukum Internasional yang dikemukakan Boer Mauna, yaitu: "Pada umumnya hukum internasional diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negara-negara dan subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional".

Boer Mauna tidak menjelaskan maksud kata-kata "subjek-subjek hukum lainnya" apakah juga termasuk Negara Bagian pada Sistem Negara Serikat atau Daerah pada Sistem Negara Kesatuan. Namun pada bagian lain Boer Mauna menjelaskan lebih rinci tentang subjek-subjek hukum internasional dengan menyempurnakan pengertian Hukum Internasional adalah: "Suatu kaidah atau norma-norma yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban para subjek hukum internasional yaitu negara, lembaga dan organisasi internasional serta individu dalam hal tertentu".        

Dewasa ini perjanjian internasional memainkan peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan antar negara. Melalui perjanjian internasional, setiap negara menggariskan dasar kerjasama mereka, mengatur berbagai kegiatan, menyelesaikan berbagai masalah demi kelangsungan hidup negara dan masyarakatnya.


Sama halnya dengan pengertian perjanjian internasional yang dikemukakan di atas, demikian pula Boer Mauna mengutip Pasal 2 Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional mengartikan perjanjian internasional sebagai: "Suatu persetujuan yang dibuat antara negara dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan padanya".

Pengertian di atas kembali menekankan bahwa pelaku utama atau pihak yang berwenang membuat perjanjian internasional adalah negara, bukan Negara Bagian pada Negara Serikat atau daerah pada Negara Kesatuan. Demikian pula Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes berpendapat pihak yang berwenang membuat perjanjian internasional adalah negara sebagaimana pengertian perjanjian internasional yang dikemukakannya, yaitu: 

Secara hukum internasional tidak terlihat adanya kebolehan (gebod) daerah dari suatu Negara seperti halnya dengan Indonesia adanya Pemerintah Daerah dapat membuat perjanjian internasional sebagai dasar kerjasama atau hubungan internasional. Namun praktek hubungan internasional berkembang melebihi perkembangan hukum perjanjian internasional ataupun hukum internasional itu sendiri di mana banyak ditemui adanya kerjasama atau hubungan internasional yang dibuat Pemerintah Daerah di Indonesia.

 Bergulirnya era reformasi membawa perubahan pada tatanan politik hukum Indonesia dimana pemerintah daerah di Indonesia dapat mengurus dan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri berdasarkan "otonomi". Soepomo yang dikutip oleh Rozali Abdullah, yang mengemukakan:

Untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan tersebut, otonomi daerah dalam sistem administrasi negara kesatuan Republik Indonesia membenarkan hak, kewajiban dan tanggung jawab ataupun kewenangan tertentu pada pemerintahan daerah, namun untuk bidang-bidang tertentu terdapat kewenangan pusat yang tidak dapat didesentralisasikan kepada daerah. Sebagaimana diketahui hal tersebut telah diakomodasikan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan pelaksana lainnya.

 Dalam rangka otonomi, daerah dalam hal-hal tertentu dapat menjalankan urusan daerahnya sendiri termasuk melakukan dan mengadakan hubungan atau kerjasama internasional. Sekalipun daerah adalah "entity" yang mempunyai kedaulatan namun dengan berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dapat melakukan dan mengadakan hubungan Internasional.

 Eksistensi Pemerintahan Daerah dalam menyelenggarakan dan mengurus rumah tangganya pada prinsipnya merupakan bagian kewenangan Pemerintah Pusat yang diserahkan kepada daerah. Dengan demikian apabila daerah dalam rangka menjalankan tugas-tugas pemerintahan daerah sama berarti sama dengan menjalankan sebagian tugas Pemerintah Pusat yang diserahkan, termasuk mengadakan hubungan dan kerjasama internasional.

Dalam rangka menjalankan urusan pemerintahan daerah yang diserahkan oleh Pemerintah yang meliputi urusan sebagaimana Pasal 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tidak tertutup kemungkinan urusan tersebut hanya dapat terlaksana, apabila Pemerintah Daerah bekerja sama dengan luar negeri. 

Oleh karena itu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tidak menutup kemungkinan Pemerintah Daerah untuk bekerjasama dengan luar negeri melalui hubungan internasional dengan negara lain.

 Kepastian bahwa Pemerintah Daerah dapat melaksanakan hubungan luar negeri atau kerjasama internasional semakin menjadi perhatian pemerintah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri menempatkan Pemerintah Daerah sebagai salah satu "aktor/pelaku" hubungan sebagaimana Pasal 1 angka (1) tentang pengertian hubungan luar negeri, yaitu: Hubungan Luar Negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah, atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia.

Berdasarkan pengertian di atas, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan hubungan luar negeri untuk dan/atas nama Pemerintah Pusat karena pada prinsipnya tugas Pemerintah Daerah sesungguhnya merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Terbukti dari Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, pejabat negara selain Menteri Luar Negeri, pejabat pemerintah, atau orang lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Menteri. Bilamana Pejabat Pemerintah Daerah dalam melaksanakan hubungan luar negeri menandatangani perjanjian, maka pejabat dimaksud harus mendapat surat kepercayaan (full power) seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional khususnya Pasal 1 angka (3).

Berdasarkan ketentuan konstitusi (Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945) dengan undang-undang organiknya sangat memungkinkan Pemerintah Daerah melaksanakan hubungan atau kerjasama internasional. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hubungan Internasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Perjanjian Internasional memberi kewenangan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan wewenang tersebut.

 Berdasarkan wewenang tersebut, Pemerintah Daerah melaksanakan dan melakukan kerjasama internasional dengan beberapa negara dalam rangka pembangunan daerahnya. Kerjasama dimaksud di antaranya adalah mencakup kerjasama di bidang:

 

  • Promosi parawisata, industri dan perdagangan. 
  • Pengembangan sumber daya manusia.
  •  Ilmu Pengetahuan dan teknologi.
  •  Sosial dan kebudayaan.
  •  Mendorong pengembangan usaha di bidang produksi.
  •  Infrastruktur

Beberapa kerjasama luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah daerah dapat dikemukakan sebagai berikut:

  • Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah, menjalin hubungan dengan Provinsi Siem Reap Kamboja berupa kerjasama menjadikan  Candi Borobudur dan Angkor Wat sebagai sister temple.
  • Kerjasama sister province dengan negara bagian Australia Queensland; kerjasama sister school dijalin antara dinas pendidikan Provinsi Jawa Tengah dengan dinas pendidikan Eyub Turki, meliputi SMPN 2 Semarang dengan SMP Tantani Eyub Turki, SMPN 2 Jepara dengan SMP Tantani Eyub Turki, SMPN 1 Salatiga dengan SMP Silahtaraga Eyub Turki, SMPN 2 Kudus dengan SMP Gumussuyu Eyub Turki, dan SMPN 3 Pati dengan SMP Gumussuyu Turki.
  • Kerjasama sister city juga telah dilakukan antara Pemerintah Kota Semarang dengan kota Brisbane Queensland Australia pada tahun 1993; dan sekarang ini sedang dijajaki kemungkinan kerjasama sister city antara Pemerintah Kota Semarang dengan Pemerintah Kota Otonom Beihai di Provinsi Guangxi Cina; kerjasama sister city antara pemerintah kota Surakarta dengan pemerintah kota Montana, Bulgaria.

 Pasal 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memberi wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk melakukan kerjasama luar negeri atau kerjasama internasional dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah, demokrasi dan strategi menghadapi tantangan global.

 Dalam ketentuan Pasal 367 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, ditentukan bahwa kerja sama daerah dengan lembaga dan/atau pemerintah daerah di luar negeri dilaksanakan setelah mendapat persetujuan pemerintah pusat, menandakan bahwa kewenangan pemerintah daerah tidak bersifat mutlak. Hal ini tidak sinkron dengan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri mengatur:

 

  • Hubungan luar negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh pemerintah di tingkat pusat dan daerah atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia.
  •  Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang hubungan luar negeri dan politik luar negeri.

 Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional menyatakan: "Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintah, baik departemen maupun non departemen di tingkat Pusat dan Daerah yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian internasional, terlebih dahulu melakukan konsultasi dan koordinasi mengenai rencana tersebut dengan menteri".

Konsep mengenai kapasitas/kemampuan Pemerintah Provinsi dalam hubungan internasional atau kerjasama luar negeri apakah dapat diterima dilihat dari aspek hukum internasional. Kapasitas-kapasitas atau kemampuan-kemampuan Pemerintah Provinsi dalam melaksanakan kerjasama luar negeri dapat diizinkan dilihat dari aspek hukum konstitusi apakah hukum internasional juga bisa menerima atau mengaturnya. Dinamika hubungan internasional atau luar negeri menuntut kewenangan lebih bagi pemerintah provinsi untuk dapat melaksanakan kerjasama luar negeri dalam usaha mencapai dan melaksanakan tugas pemerintahan yang dibebankan pemerintah pusat kepadanya. Adanya kekosongan hukum yang mengatur tentang kemampuan daerah dalam melaksanakan kerjasama luar negeri atau ketentuan-ketentuan dalam hukum nasional seperti Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang pasal tidak selalu sinkron dan/atau tidak sesuai dengan Undang-Undang  Nomor 24 Tahun 2000  Perjanjian Internasional.

Ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri di atas mengakui bahwa Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama internasional dan kerjasama regional, misalnya kerjasama di Kawasan Negara-Negara Asia Tenggara. Pasal ini juga dapat menjadi cikal bakal yang terus dapat dikembangkan hingga ada pengakuan dunia internasional bahwa Pemerintah daerah juga mempunyai hak untuk melakukan hubungan internasional, tidak terbatas pada melakukan kerjasama internasional, tetapi diharapkan juga dapat membuat dan menandatangani perjanjian internasional secara terbatas sepanjang perjanjian yang dibuat di luar kewenangannya sebagaimana dimaksud Pasal 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri juga mengatur tentang kerjasama internasional atau hubungan luar negeri sebagaimana dinyatakan: 

  • Hubungan luar negeri diselenggarakan sesuai dengan Politik Luar Negeri, peraturan perundang-undangan dan hukum serta kebiasaan internasional.
  •  Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku bagi semua penyelenggara hubungan luar negeri, baik pemerintah maupun non pemerintah.

Kerjasama tersebut dilakukan Pemerintah Daerah sebagai usaha-usaha melaksanakan tugas-tugas pemerintahan daerah dilihat dari aspek hukum internasional apakah kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan negara-negara  di Asia, Eropa, maupun Negara di benua lainnya dapat dibenarkan, hal ini perlu diteliti lebih lanjut.

* Tesis Penulis Pada Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas Jambi

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun