Mohon tunggu...
Amien Laely
Amien Laely Mohon Tunggu... Administrasi - menyukai informasi terkini, kesehatan, karya sendiri, religiusitas, Indonesia, sejarah, tanaman, dll

Tak ada yang abadi. Semua akan basi. Sebelum waktu disudahi. Musti ditanya seberapa banyak telah mengabdi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Mentari Mesti Pulang ke Peraduan

22 Juli 2019   18:41 Diperbarui: 22 Juli 2019   18:51 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sana kaulihat rupiah dan dolar
Berlalu-lalang berhingar-bingar
Menumpuk-numpuk menjadi bukit dan gunung
Lalu mengalirkan tawa terbahak-bahak dari kawahnya yang limbung

Sedangkan angin tak ingin diperintah apalagi dijajah
Kapan saja menerpa selama dia suka
Dan menerbangkan gunung-gunung
Mengeringkan sungai dan rawa
Mungkin dia marah
Kepada rupa-rupi yang hanya bungkus kardus kosong
Berisi sebutir kepalsuan dan seutas kebencian

Ada hamparan sawah di antara gunung dan sungai
Tapi hanya ditanam penderitaan dan keputusasaan
Mungkin karena benihnya disemai dari kerakusan
Atau ditanam oleh tangan yang hanya memerah peluh agar tak meracuni tubuh

Sampai kapan jatah tanah kan direbut dari bumi
Hingga pukul berapa udara dipingit tak boleh bertemu langit
Amarah telah jadi darah
Angkuh sekuat tenaga tlah direngkuh
Hanya petang yang mampu menghentikan
Kala mentari mesti pulang ke peraduan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun