Oleh Amidi
Tak terasa air mata mengalir pada saat menorehkan kata-kata lewat tulisan ini, sedih dan piluh menyaksikan kenyataan insiden yang terjadi yang menimpa salah satu anak  bangsa, saudara Affan, sebagai pejuang ekonomi keluarga tersebut.
Sebetulnya bila dsimak, tidak sedikit anak negeri ini yang peduli yang sudah memberi advis,  mengkritisi  atas fenomena,  dinamika,  peristiwa dan atau kasus-kasus  yang mewarnai negeri ini. Berbagai fenomena  dan dinamika yang menjelma menjadi kasus kejahatan  memancing kemarahan anak negeri ini, kesemua itu  sepertinya hanya disikapi dengan "enteng", "anjing menggonggong kafilah berlalu"
Kasus pencaplolkan wilayah, pengoplosan BBM, kasus pengoplosan beras, kasus keracunan mamakan melanda anak-anak, kasus korupsi, kasus mempermainkan hukum, kasus kenaikan PBB yang sangat fantatis, kasus yang menyebabkan kegaduhan, dan kasus-kasus  lain yang ikut menggiring "kekisruan di negeri ini". Semua kasus tersebut sangat gamblang bisa disaksikan, baik yang disaksikan sendiri secara langsung oleh anak negeri ini maupun karena sudah dipubis  secara terbuka oleh media yang ada.
Kasus-kasus tersebut sepertinya tak kunujung usai, ditambah lagi adanya  kasus kenaikan tunjangan wakil rakyat yang terhormat (DPR) yang sangat fantastis, sampai mencapai angka ratusan juta bahkan Pakar Hukum Tata Negara  sekaligus mantan anggota DPR 2004-2008 Mahfud MD mendengar gaji anggota DPR  tembus miliaran rupih per bulannya.(lihat Kompas.com,  28 Agustus 2025).
Mendengar berita dan atau infromasi tersebut, sontak mendorong anak negeri ini (mahasiswa, dan komponen lainnya) "marah", yang memuncak sampai terakumulasi dalam bentuk "demo"untuk menyuarakan aspirasi meminta "bubarkan DPR".
Sangat disayangkan sekali, setiap kali ada"mahasiswa demo", Â komponen bangsa yang bertugas mengawal dan mengamankan "mahasiswa demo" Â dilapangan seakan-akan memposisikan diri pada posisi "menghadapi lawan", sehingga tak ayal lagi "gas air mata" mengalir deras menghantam tubuh pejuang kebenaran dan keadilan tersebut.
Insiden Affan.
Â
Kondisi dan atau kejadian yang sama, juga terjadi dimana saja lokasi mereka "demo", sampai-sampai terjadi berbagai insiden yang tidak diharapkan tersebut. Ada petugas yang "kepalanya bocor", ada mahasiswa yang terinjak dan pingsan, ada masyarakat yang melintas menjadi bulan-bulan massa.
Sampai-sampai dalam salah satu ajang "demo" tersebut,  terjadi insiden yang tidak kita harapkan, seorang Abang Ojek Online, saudara Affan terlindas  kendaraan rantis Brimob pada demo 28 Agustus 2025.
Demo yang menuntut pembubaran DPR lagi yang lagi marak tersebut, diwarnai pula oleh demo baru atas insiden  represif aparat terhadap anak negeri ini, yang ditandai oleh meninggalnya seorang Affan Abang  Ojek Online tersebut. Sehingga, tuntutan dari "demo"mereka meluas menjadi beberapa point, yang tadinya hanya fokus menuntut pembubaran DPR, meluas pada beberapa tuntutan lain atas adanya insiden tersebut.(Lihat Kompas.com, 29 Agustus  2025 dan Tempo.co, 29 Agustus 2025)
Seorang Affan dan Affan-Affan yang lain (Baca: Abang Ojek Online lain), seharusnya tidak hanya dibaca, tidak hanya disimak, tidak hanya "disedihkan" saat insiden tersebut terjadi, tetapi seorang Affan dan Affan-Affan yang lain (Abang Ojek Online lain) dan termasuk anak negeri ini sebagai pekerja di sektor infromal lain-nya, Â seharusnya sudah sepatutnya mendapat perhatian serius jauh-jauh hari.
Jutaan anak negeri ini memilih "memesrai ojek online" karena didorong sulitnya mencari kerja di sektor formal, walaupun mereka sadar bahwa tenaga mereka dan pikiran mereka harus terkuras demi pelaku bisnis yang melakoni bisnis Ojek Online tersebut. Demi sesuap nasi, mereka rela memburu penumpang, mereka  bergelut dengan bundaran tombol HP untuk membuka aplikasi pada saat ada penumpang yang akan menggunakan jasa mereka, terkadang sambil berjalan mereka terpaksa "memplototi layar HP" untuk melihat rute lokasi tujuan penumpang, mereka tak peduli dengan keselematan di jalan. Belum lagi mereka harus melawan cuaca yang tidak bersahabat, panas dan atau hujan.
Inilah Faktanya! Inilah Dinamikanya!, apa mau dikata, "nasib" yang hanya bisa mereka andalkan, mau berjuang memasuki sektor kerja formal mereka terbatas dengan akses, tidak punya koneksi  dan kesempatan. Pilihan yang paling memungkinkan adalah mereka terjun ke sektor informal, menjadi pedagang Kaki Lima (K-5), menekuni Ojek Online dan lainnya. Terbanyak mereka memilih untuk menekuni Ojek Online, mudah dimasuki dan tidak ada syarat yang memberatkan.