Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... bidang Ekonomi

Penceèdas Bangsa dan Pengamat Ekonomi Sumatera Selatan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bila Pendapatan Riil Kita Turun, Kemiskinan akan Mengintai?

20 Mei 2025   14:30 Diperbarui: 26 Mei 2025   19:37 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret kemiskinan di Indonesia (KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO)

Oleh Amidi

Dalam ilmu ekonomi, kenaikan harga, sebenarnya tidak ada masalah, jika diikuti oleh adanya kenaikan pendapatan. Namun, yang menjadi masalah adalah jika kenaikan harga tidak diikuti oleh kenaikan pendapatan atau persentase kenaikan harga lebih besar dari pada persentase kenaikan pendapatan.

Kenaikan harga-harga atau inflasi dalam perekonomian, terutama dari aspek pelaku bisnis atau dari sisi produksi sah-sah saja dan memang diharapkan, karena kenaikan harga pada dasarnya memang diperlukan dalam mengimbangi kenaikan harga faktor produksi yang terus terjadi. Namun, yang perlu diwanti-wanti adalah kenaikan harga yang sudah berada dalam koridor yang tidak wajar atau terlalu tinggi.

Jika kenaikan harga masih dalam batas wajar, misalnya antara 1 sampai dengan 5 persen, mungkin masih tidak memberatkan konsumen atau masyarakat, tetapi jika kenaikan harga sudah tidak wajar atau sudah berkisar antara 20 persen lebih, apalagi kenaikan tersebut dalam kondisi normal, maka kenaikan harga tersebut sudah memberatkan konsumen.

Seperti yang terjadi pada saat menjelang hari besar keagamaan, misalnya memasuki bulan Ramadhan sampai menjelang lebaran, biasanya harga naik melebihi angka 20 persen bahkan sampai mencapai 50 persen lebih. Kondisi ini jelas memberatkan konsumen, apalagi pendapatan konsumen terbilang tetap, maka jelas secara riil pendapatan konsumen akan turun.

Pendapatan Riil Turun?

Bila disimak, saat ini ada kecenderungan persentase kenaikan harga lebih besar pada persentase kenaikan pendapatan konsumen pada umumnya. Dengan demikian, jelas pendapatan riil konsumen akan turun drastis.

Pada tahun 2025 ini Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum mengalami kenaikan 6,5 persen. Hal ini sudah termaktub dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Upah Minimum Tahun 2025. Secara umum di lapangan, harga-harga mengalami kenaikan terkadang melebihi angka 10 persen.

Belum lagi, bila ditilik tidak sedikit pemberi kerja yang belum dapat menerapkan ketentuan Upah Minimum tersebut, karena terkendala dengan keuangan dan aspek lainnya. Dengan demikian, maka konsumen, jelas semakin berat menghadapi kondisi yang demikian.

Apalagi dengan adanya pengenaan tarif Trump kepada negeri ini yang mencapai 32 persen tersebut. Imbasnya adalah penurunan nilai tukar rupiah atau adanya kenaikan nilai tukar dolar. Sehingga, bagi produk yang harga jualnya menggunakan standar dolar atau standar harga internasional, maka jelas harga produk tersebut akan meningkat dengan tajam.

Seperti harga emas, yang saat ini sudah mencapai angka di atas Rp 10 juta-an satu suku (istilah emak-emak) atau satu gramnya sekitar Rp. 2 juta-an. Dengan demikian, bila harga emas tersebut dikonversi dengan kenaikan pendapatan konsumen atau masyarakat, maka jelas persentase kenaikan harga emas jauh lebih besar dari persentase kenaikan pendapatan konsumen atau masyarakat.

Dengan demikian, tidak heran kalau ada ibu-ibu pekerja "menggerutu", Misalnya di Palembang dengan dialek Palembang mereka menggerutu; "dulu gaji saya satu bulan bisa membeli satu suku emas, sekarang gaji saya selama tiga bulan baru bisa membeli satu suku emas".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun