Oleh Amidi
Gonjang-ganjing persoalan yang berkembang saat ini, disikapi anak negeri ini dengan berbagai tanggapan, ada yang acuh tak acuh, ada yang mengkhawatirkan perekonomian terganggu, ada yang bersikap sesuai dengan kapasitasnya, ada yang peduli dengan melontarkan kritik dan saran, dan berbagai tanggapan lainnya.
Bila dicermati, gonjang-ganjing yang terjadi saat ini, belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Semoga saja tidak menciptakan kondisi instabilitas dan tidak mengganggu kondisi perekonomain yang "sedikit" melemah ditandai oleh turunnya pertumbuhan ekonomi.
Publik disuguhkan dengan angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun 2025 ini yang hanya mencapai 4, 87 persen. Suatu angka yang menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan priode yang sama tahun lalu.
Bagaimana dengan Pelaku Bisnis?
Mencernati kondisi perekonomian yang ditandai pertumbuhan ekonomi yang melemah tersebut, pihak yang paling merasakan dampaknya adalah pelaku bisnis yang ada di negeri ini, baik yang bergerak di sektor formal maupun informal, baik yang berkapasitas bisnis skala besar maupun skala kecil.
Pada saat kondisi perekonomian yang boleh dikatakan sebelum ini saja sudah membuat pelaku bisnis "spot jantung" dan harus "berpikir keras" memutar otak untuk bisa mempertahankan unit bisnisnya, apalagi ditambah adanya prediksi kondisi perekonomian akan terus melemah, maka mereka benar-benar bingung menghadapi kondisi perekonomian saat ini.
Dalam perkembangannya dan berdasakan pengalaman masa lalu, terutama pasca pandemi beberapa tahun lalu, ternyata kondisi perekonomian tidak bisa kita biarkan begitu saja dan pada saatnya akan normal kembali, atau kita cukup berharap ada "invisble hand" yang dapat memperbaikinya dan atau akan tercipta keseimbangan baru.
Kesimbangan baru tersebut, agak sulit untuk dicapai. Apalagi semakin hari, pasar terus dipadati oleh pendatang baru selaku pelaku bisnis yang ikut meramaikan belantika pasar. Ada unit bisnis sejenis yang menyerbu pasar, misalnya dibidang ritel modern.
Ada unit bisnis yang berlomba-lomba memperluas jangkauan pasar agar bisa mendekati konsumen, seperti toko atau tenant es krim, makanan siap saji, dan beberapa bisnis kuliner yang sudah merambah pasar sampai ke kampung-kampung bahkan sampai ke pelosok-pelosok.
Sehingga, bukan keseimbangan baru yang akan tercapai, tetapi justru pendapatan mereka "terkoreksi" alias turun, karena mereka sudah dikepung pesaing yang berada dimana-mana.
Seperti disalah satu kawasan yang terbilang ramai dan masih termasuk daerah pusat kota, dekat pemukiman penulis. Di kawasan tersebut, terdapat beberapa unit bisnis makanan siap saji, terdapat beberapa unit bisnis es krim, terdapat beberapa unit bisnis perdagangan baju, terdapat beberapa unit bisnis elektonik (handphone dan lainnya), terdapat beberapa unit bisnis kuliner modern yang kesemuanya sudah terkenal. Sehingga, antar mereka timbul persaingan ketat, mereka mau mundur, sudah terlanjur menyewa toko/tenant, mau keluar pasar alias tutup, investasi yang dikeluarkan cukup besar. Timbul "buah simala kama".
Karena kondisi perekonomian akhir-akhir ini diwarnai oleh dinamika dan fenomena yang mulai "mengusik" kondisi perekonomian yang terus kita bangun tersebut.
Apalagi bila kita senantiasa mengedepankan aspek politis ketimbang aspek ekonomi. Apalagi bila kita lebih menonjolkan kepentingan pribadi dan kelompok kita ketimbang kepentingan umum dan atau publik. Sederhana saja, bahwa pelaku bisnis dengan kepentingan bisnisnya, perlu suatu kondisi yang stabil dan kondusif. Mereka perlu ketenangan dalam mejalankan bisnisnya, mereka perlu kepastian dalam menjalankan bisnisnya.
Pelaku bisnis terusik alias terganggu, bila kondisi gonjang-ganjing ini terus berlanjut. Tidak heran, jika ada sebagian pelaku bisnis yang pasrah dengan kondisi pasar saat ini atau mereka pasrah saja dengan situasi akhir-akhir ini yang mulai "mengusik" pasar. Kata "PASRAH" merupakan suatu kata yang lebih mudah untuk dilontarkan, ketimbang megeluh dan menggerutu.
Stop Gonjang-ganjing!
Beberapa bulan belakangan ini, negeri ini dihadapkan pada suatu kondisi gonjang-ganjing. Publik bertanya, mengapa terjadi kondisi kisruh? Apa yang membuat persoalan tersebut semakin rumit?, Kapan gonjang-ganjing ini akan berakhir?, dan berbagai pertanyaan lain yang mereka lontarkan.
Idealnya kita bisa menahan diri, kita bisa saja mengalah untuk menang, kita bisa saja mendorong kondisi adem, kondusif, dan kita bisa saja menyelesaikan persoalan sederhana tersebut.
Dalam menyelesaikan gonjang-ganjing dan atau kekisruan akhir-akhir ini, memang harus ada tangan besi yang bisa memberi pencerahan dan memberi ketenangan serta dapat menyelesaikan secara tuntas permasalahan yang sedang berkembang.
Namun, sayang tangan besi tersebut, belum muncul, mungkin masih "dipingit" atau mungkin pemilik tangan besi tersebut masih menimbang-nimbang terlebih dahulu. Tetapi yakinlah bahwa kondisi sebenarnya sudah segera menghendaki kehadiran tangan besi tersebut. Selain kita ber doa kepada Tuhan Yang Masa Esa agar ganjang-ganjing segera berakhir.
Pelaku Bisnis Pasrah?
Pelaku bisnis yang merupakan orang yang selalu berpikir praktis namun logis, mereka sebenarnya sederhana saja, yang penting bagi mereka pasar aman, transaksi lancar, kondisi kondusif dan stabil, dan tercipta profit.Â
Namun, bagaimana mereka mau menciptakan profit, jika pasar cenderung sepi, jika kondisi perekonomian dirasakan sulit oleh kalangan tertentu, terutama kalangan kelas ekonomi menengah ke bawah. Hal ini ditandai oleh turunnya daya beli, dan diperkuat oleh adanya deflasi beberapa bulan terakhir ini.
Tidak sedikit dikalangan pelaku bisnis yang menggerutu, kini susah mencari uang, kini tidak mudah menawarkan produk ke pasar, kini tidak bisa mempertahankan omset yang sudah dicapai pada waktu-waktu sebelumnya.
Bila ditarik kebelakang, kondisi pasar sepi ini terlihat jelas secara kasat mata, pada saat menjelang lebaran beberapa waktu lalu. Pasar yang biasanya dipadati konsumen, emak-emak untuk berbelanja lebaran, terlihat lengang. Pelaku pasar atau pedagang mengeluhkan omset turun dibadingkan tahun-tahun lalu, tak ayal lagi, banyak yang menderita kerugian.
Pelaku bisnis sudah banyak yang tutup. Dibelantika pasar ritel modern, sudah ada beberapa yang tutup, seperti Giant, Ramayana, Transmart. Kemudian yang masih tersisa pun tidak sedikit yang berada dalam kondisi "hidup segan mati tak mau".
Data menunjukkan bahwa beberapa pedagang melaporkan terjadinya penurunan omset. Seperti di Pasar 16 Palembang, beberapa pedagang melaporkan terjadi penurunan omset mereka sekitar 30--50 persen pada saat lemabaran lalu dibandingkan tahun lalu.
Di Pasar Tanah Abang pada tahun 2024 lalu mereka mengalami penurunan omset. Beberapa pedagang melaporkan penurunan hingga 80 persen atau bahkan 50 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Penurunan tersebut terjadi di berbagai area di Pasar Tanah Abang, seperti Blok B dan Little Bangkok Jembatan Metro Tanah Abang (JMTA), karena penurunan pengunjung alias ada kecendrungan turunya daya beli (Lihat Ringkasan AI).
Pedagang di Pasar Senen mengeluhkan sepinya pembeli jelang lebaran beberapa waktu lalu. "Dulu pembeli jalan dempet-dempetan papa momen jelang lebaran, sekarang renggang banget pada setiap koridor, kata seorang pedagang kepada awak Kompas.com. (lihat Kompas.com, 19 Maret 2025).
Dari beberapa lokasi yang mengindikasikan pasar sepi tersebut, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa memang pasar saat ini cendrung sepi. Banyak faktor yang menyebabkannya atau mendorongnya.
Adanya unsur daya beli yang cendrung turun, karena pendapatan masyarakat turun alias ada yang sudah tidak mempunyai pendapatan, sehingga mereka untuk bertahan hidup mengandalkan tabungan alias makan tabungan. Ada unsur persaingan yang semakin ketat, baik antar pelaku bisnis konvensional maupun antara pelaku bisnis konvensional dengan pelaku bisnis digital atau online.
Dengan demikian, sudah selayaklah kalau kita mencarikan solusi untuk menerobos pasar yang cendrung sepi tersebut, agar berangsur-angsur kembali normal seperti sedia kala.Â
Stop gonjang-ganjing, ciptakan kondisi kondusif, sehingga akan tercipta stabilitas yang mantap. Dorong anak negeri ini agar bisa mempunyai pendapatan kembali bagi yang kena PHK dengan jalan memperluas lapangan kerja atau dengan memperbanyak investasi padat karya.Â
Tidak berlebihan kalau kita membantu pelaku bisnis dengan pemberian incentiv dan berbagai bantuan sebagai stimulus. Sedapat mungkin menghindari kebijakan dan atau tindakan yang justru akan memberatkan pelaku bisnis.Â
Selamat Berjuang!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI