Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... bidang Ekonomi

Penceèdas Bangsa dan Pengamat Ekonomi Sumatera Selatan

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Gairah Pelaku Bisnis Pasca Bulan Ramadhan Turun?

8 April 2025   16:33 Diperbarui: 8 April 2025   16:33 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Amidi



Begitu bulan Ramadhan akan tiba, pelaku bisnis  mulai mempersiapkan segala sesuatunya, untuk menyambut tibanya bulan Ramadhan. Pelaku bisnis  akan melakukan penyesuaian volume produksi, penataan produk yang akan dijual, dan Pernak-pernik bisnis lainnya pun mereka lakukan.

 

Miningkat Sementara!

Semua langkah dilakuakn pelaku bisnis dalam rangka menyambut tibanya bulan Ramadhan,  singkat kata, terjadi peningkatan kegairan dalam melakoni bisnis, karena konsumen akan melakukan berbagai permintaan dalam rangka memenuhi  kebutuhan berbuka puasa dan menyambut Hari Raya Idul Fitri atau lebaran. Tidak heran, kalau dikalangan para pelaku bisnis terjadi "kegairahan" dalam melakoni bisnis mereka. Namun, sayang peningkatan kegairahan bisnis tersebut sifatnya sementara, hanya selama bulan Ramadhan saja.

Tidak jarang, pelaku bisnis membuka unit bisnisnya sampai larut malam, bahkan ada yang membuka unit bisnis-nya 24 jam sepanjang bulan Ramadhan. Hal ini mereka lakukan, karena mereka akan menyesuaikan dengan keadaan konsumen yang akan berbelanja itu sendiri. Ada konsumen yang baru sempat berbelanja pada malam hari atau larut malan, karena kesibukan dan karena mereka harus menjalankan ibadah sholat tarawih terlebih dahulu.

 

Kegairahan Bisnis Menurun.


Kondisi itu berjalan sepanjang bulan Ramadhan, puncaknya adalah menjelang seahri atau dua hari hari "H" lebaran.

Namun, bila di simak saat ini atau pasca bulan Ramadhan, kegairahan bisnis tersebut mulai mengendor, tidak sedikit pelaku bisnis mulai keluar pasar atau menarik diri dari pasar atau berhenti melakukan bisnis.  Hal ini jelas, terlihat pada kelompok pelaku bisnis dadakan sepanjang bulan Ramadhan. Selama  bulan Ramadhan, pelaku bisnis dadakan tersebut bertahan melakoni unit bisnis-nya, menjual makanan/minuman atau takjil, namun, pasca bulan Ramadhan mereka berhenti melakukan bisnis alias tidak berjualan lagi.

Mengapa kebanyakan pelaku bisnis yang melakoni bisnis-nya selama bulan Ramadhan tersebut, pasca bulan Ramadhan  pada berhenti melakukan bisnis atau berhenti berjualan. Mengapa pelaku bisnis yang selama ini sudah eksis justru pasca bulan Ramadhan mulai terlihat "lesu" atau "tidak bergairah lagi"?

Bila dicermati, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab pelaku bisnis dadakan berhenti melakukan bisnis pasca bulan Ramadhankan atau pelaku bisnis sudah tidak bergairah lagi melakukan bisnis-nya.

Pertama. Memang daya beli konsumen atau masyarakat  mengalami penurunan, hanya ada kegairahan atau peningkatan (walaupun tidak secara signifikan) selama bulan Ramadhan. Nah!, pasca bulan Ramadhan, penurunan daya beli tersebut mulai terjadi lagi atau terlihat kembali lagi.

Baik konsumen yang berbelanja pada pelaku bisnis dadakan maupun pelaku bisnis yang memang sudah permanen dan memang sudah eksis selama ini. Bila diperhatikan, secara kasat mata, memang ada peningkatan dan atau intensitas jumlah konsumen yang berbelanja pada bulan Ramadhan, namun peningkatannya tidak signifikan. Apalagi, jika dibandingkan dengan kondisi konsumen dari bulan Ramadhan tahun lalu dengan kondisi konsumen bulan Ramadhan tahun ini. Rri.co.id,  mensitir bahwa minat pmbeli di bulan Ramadhan tahun 2025 ini  turun dibandingkan dengan bulan  Ramadhan tahun 2024. (lihat rri.co.id, 14 Maret 2025).

 

Kedua. Adanya kecendrungan harga-harga barang yang terus meningkat, dari bulan Ramadhan ke bulan Ramadhan berikutnya. Kondisi ini, jauh sebelum tibanya bulan Ramadhan saja, harga-harga terus mengalami kenaikan, ditambah lagi kenaikan harga sepanjang bulan Ramadhan. Sehingga, tidak heran jika daya beli masyarakat cendrung turun, ditambah lagi pendapatan konsumen atau masyarakat  konstan dan kalau pun ada kenaikan, persentase kenaikan pendapatan tidak sebanding dengan persentase kenaikan harga-harga barang.

Ketiga. Sudah mulai ada kejenuhan. Bila di simak dari bulan Ramadhan ke bulan Ramadhan berikutnya,  prilaku konsumen atau masyarakat berbelanja, terus mengalami penyesuaian atau perubahan. Jika jauh sebelumnya, mereka lebih menonjolkan aspek prikologis ketimbang aspek ekonomi atau pertimbangan uang yang mereka miliki, namun saat ini (bulan Ramadhn ini), ada kecendrungan konsumsen sudah mulai mengedepankan pertimbangan aspek ekonomi ketimbang menonjolkan aspek psikologis.

Konsumen  berbelanja, memang sudah mempertimbangkan atau mengedepankan aspek kebutuhan dan kemampuan yang ada pada mereka. Sepintas, tidak  terlihat semarak konsumen berbelanja dalam kapasiatas besar atau memborong, mereka berbelanja biasa-biasa saja, mereka memenuhi kebutuah akan lebaran apa adanya, di ruangan publik tidak terlihat semarak mobil mengangkut perobaot rumah tangga yang dibeli konsumen untuk kebutuhan pada hari "H" lebaran, kalau ada, hanya satu dua saja.

Keempat. Layanan bisnis digital. Digitalisasi dalam bisnis, sepertinya termasuk salah satu faktor yang menyebabkan pelaku bisnis konvensional pasca bulan Ramadhan sudah tidak bergairah lagi melakoni bisnis-nya. Konsumen atau masyarakat sudah beralih, sebelumnya mereka bebelanja secara tradisonal atau konvensional, kini mereka berbelanja sudah menggunakan sistem digital, mereka berlomba-lomba memburu bisnis digital atau online.

 

Bagaimana Menyikapinya?


Dalam menyikapi penurunan "gairah bisnis" dikalangan pelaku bisnis pasca bulan Ramadhan tersebut, baik pelaku bisnis dadakan pada bulan Ramadhan, maupun pelaku bisnis yang sudah lama eksis tersebut, maka perlu ada beberapa langkah yang harus dilakukan.

Pertama. Pelaku bisnis harus menyesuaikan pola atau model bisnis yang harus mereka jalankan. Jika  selama bulan Ramadhan mereka berkutat dengan sistem  konvensional, maka pasca bulan Ramadhan  ini setidaknya mereka harus menyesuikan dengan kondisi pasar, tidak salah mereka harus melakukan bisnis dengan sistem  digital atau online juga. Mungkin pada bulan Ramadhan, pelaku bisnis dadakan tersebut ramai memadati tepian jalan, gang-gang atau ruang-ruang publik, mungkin pasca bulan Ramadhan ini, pelaku bisnis tetap mempertahankan bisnisnya cukup di rumah saja namun dengan sistem  digital atau online.

Hanya perlu promosi yang gencar. Promosi tidak harus mengeluarkan dana yang besar, kita bisa melakukan promosi dengan biaya kecil,  promosi melalui media sosial yang ada. Dimana saja lokasi bisnis yang kita lakoni, jika konsumen atau masyarakat sudah tahu lokasi tersebut, mereka akan menjangkaunya atau mereka tetap bisa memesan dengan  hanya memencet tombol HP nya, beberapa saat setelah itu barang akan datang ke rumah mereka.

Kedua. Pelajari apa mau nya konsumen.  Kini konsumen dengan semakin mudahnya  mengakses informasi, mereka dengan mudah mengikuti tren yang sedang berkangsung. Misalnya, dikalangan pelaku bisnis makanan/minuman, saat ini tidak sedikit yang menawarkan makanan/minuman kesukaan konsumen negara tetangga. Misalnya makanan ringan dengan  gaya masakan Jepang, masakan Cina, Timur Tengah  dan sebagainya.

Nah! para pelaku bisnis makanan/minuman mau tidak mau harus mengikutinya, jika tidak, maka kita akan ketinggalan.

Kalau pun kita akan bertahan dengan makanan/minuman tradisional, atau makanan/minuman khas daerah, kita harus melakukan startegi bisnis yang bisa mempertahankan konsumen kita.  Misalnya, sajian makanan/minuman yang menarik, misalnya dijual dalam proses pembuatan makanan/minuman yang  kita sajikan menggunakan  etalase yang bisa dilihat dengan mata kepala konsumen, tidak tertutup, terjamin higinitas-nya, kesehatan makanan/minuman terjamin.

Seperti yang dilakukan oleh pelaku bisnis yang menjual roti tertntu yang sudah terkenal tersebut. Mereka memformat tempat produksi sekaligus tempat berjaulan dalam satu tempat yang nyaman dan terjamin kesehatannya.

Dalam hal ini, harus ada pihak yang peduli atau memperhatikan atau membantu mereka. Pemerintah, harus memberikan bantuan dan incentif, agar mereka yang terbatas dengan modal bisa melakukan hal demikian, bisa menyewa tenant di Mal atau pada pasar modern lainnya.

Ketiga. Lakukan evaluasi. Agar unit bisnis yang kita lakoni tetap eksis, tidak ada salahnya kita melakukan evaluasi atau control atas unit bisnis yang kita jalankan tersebut. Misalnya, jika terjadi penurunan omset, kita usahakan mencari penyebabnya dan sedapat mungkin mensolusinya, agar omset yang turun tersebut kembali normal.  Misalnya, jika ada kejenuhan dikalangan konsumen yang mengkonsumsi makanan/minuman kita tersebut, lakukan "perubahan", baik dari sisi cita rasa,dari sisi tampilan, maupun dari sisi kualitas,


Terkahir yang tidak kalah pentingnya adalah pelayanan prima. Pelayanan prima tetap harus dikedepankan. Baik kita selaku pelaku bisnis yang tergolong kelas kecil maupun pelaku bisnis kelas kakap, lakukan atau berikan pelayanan prima kepada semua konsumen kita, agar mereka tetap puas dan senang. Semoga!!!!!!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun