Oleh Amidi
Kepala Daerah yang mempunyai program kerja atau kebijakan menerapkan pengaturan lalu lintas (lalin) sistem ganjil-genap (gage) kepadaa  pengendara yang akan melintas di jalan raya (seperti dalam tempo dekat akan di berlakukan di Kota Palembang), tidak ada salahnya  sebelum itu dilaksanakan, menyimak beberapa catatan ekonomi yang akan saya uraikan berikut ini.
Program atau kebijakan atau langkah yang telah  dilakukan pemerintah DKI Jakarta bberapa waktu lalu, sebenarnya  sebenarnya baik untuk dilaksanakan pada daerah lain, hanya perlu dikaji lebih matang lagi. Berkaca dari pengalaman penerapannya di DKI Jakarta,  tidak semudah apa yang kita bayangkan atau tidak semudah membalik telapak tangan. Saat ini, sepertinya di DKI Jakarta, penerapan pengaturan lalin sistem gage bagi kendaraan yang akan melintas pada jam-jam dan tempat-tempat tertentu tersebut, terus  dilakukan pembenahan dan pembaharuan. Ini menunjukkan bahwa selama ini penerapanya belum optimal dan masih terus mencari pola agar penerapannya efektif dan optimal..
Â
Mengapa Terjadi Kemacetan?
Kemacetan terkadang sudah menjadi pemandangan setiap hari kita saksikan dijalan-jalan raya di suatu kota yang dipadati oleh kendaraan yang melintas. Sehingga tidak berlebihan kalau ada istilah/idiom: "tiada hari tanpa macet".
Berdasarkan pantauan dilapangan di kota-kota besar di negeri ini, bisa kita saksikan sendiri mengapa sering terjadi kemacetan di jalan-jalan, terutama pada waktu tertentu. Misalnya, pada saat pengendara  atau anak negeri ini mau berangkat kerja dan sekolah/kuliah, dan pada saat pengendara  atau anak negeri ini pulang kerja dan pulang sekolah/kuliah.
Tidak hanya itu, pada saat waktu-waktu tertentu lainnya pun sering terjadi kemacetan. Misalnya, pada saat hujan turun, apalagi hujan deras, dapat dipastikanakan terjadi kemacetan. Pada saat terjadi kecelakaan di jalan raya, dapat dipastikan akan terjadi kemacetan, pada saat penduduk mengadakan acara yang  menggunakan badan jalan, dapat dipastikan terjadi kemacetan, pada saat ada even olah raga yang dilaksanakan di jalan (menggunakan bibir jalan atau badan jalan), dapat dipastikan akan terjadi kemacetan.
Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa kemacetan terjadi karena hal-hal di atas.  Kemacan terjadi, karena jumlah kendaraan terus bertambah sementara ruas (lebar)  jalan tidak bertambah, karena  jalan dipadati oleh kendaraan pada jam-jam tertentu, karena hujan (hujan deras) turun, yang menyebabkan pengendara terkadang menggunakan badan jalan yang ada pohon atau pelindung untuk berteduh, terutama dilakukan oleh pengendara kendaraan roda dua, dan karena ada kecelakaan yang   tidak segera di atasi, karena ada  even tertentu yang menyita jalan, yang menyebabkan jalan menyempit, karena jalan rusak/berlobang yang menyebabkan pengendara menghindari lobang, pengendara menyita ruas (lebar) jalan untuk menghindari lobang, sehingga jalan menyempit.
Kemudian penyebab kemacetan yang seharusnya tidak terlalu parah menjadi parah, karena pengendara yang tidak mau saling mengalah, tidak mau tenggang rasa, tidak mau saling mendahulukan, semua mau  mendahului, atau semua mau  cepat, sehingga kemacetan tidak bisa dihindarkan.
Â
Dampak Ekonomi Akibat Macet?
Dari aspek ekonomi,  kemacetan ini  akan menimbulkan  opportuny cost, hilangnya kesempatan yang bernilai ekonomi yang tidak kecil. Betapa Tidak?. Dengan adanya kemacetan apalagi bila kemacetan yang terjadi relatif lama, sehingga semakin  lama waktu yang tersita atau hilang akibat macet, maka semakin  besar pengorbanan yang harus kita hadapi, biasanya kemacetan tersebut membuat emosi kita meningkat, timbul rasa "amarah" dan seterusnya. Nah, faktor yang demikian, menciptakan opportunity cost yang tidak kecil.
Seharusnya, bila tidak macet, waktu tempuh tidak terlalu lama,  akibat macet, sehingga waktu  tempu  menjadi lama. Dampak berikutnya adalah, banyak menghabiskan minyak (BBM), polusi asap semakin tebal, sparepart kendaraan (rem-kopling) akan "aus", kembali akan menelan biaya untuk memperbaiki atau menggantinya.
Â
Langkah Solusi.
Adapun langkah yang harus dilakukan adalah bagaimana upaya  mengatasi atau meniadakan faktor-faktor yang menyebabkan kemacetan tersebut. Untuk menekan jumlah kendaraan mungkin sulit, apalagi saat ini sistem pembelian secara kredit  dipermudah, hampir 80 persen pemilik kendaraan pribadi dan bisnis (kendaraan untuk menperoleh penghasilan) dibeli secara kredit.
Langkah  yang dapat dilakukan adalah mengatur lalu lintas secara intensif, bila perlu jumlah petugas pada jam-jam sibuk termasuk pada saat hujan deras perlu ditambah dan dioptimalkan. Hindari melakukan even olah raga atau lainnya di tepi/bibir jalan pada saat jam sibuk, sebaiknya dilakukan pada saat tertentu (pada saat jalan lengang atau hari libur).
Kemudian melarang penduduk menggunakan badan jalan untuk melakukan suatu kegiatan/acara. Mengupayakan menutup atau memperbaiki jalan yang rusak/berlobang. Menambah atau melengkapi sarana lalu lintas, misalnya memperbanyak jalan layang, menambah jumlah traffic light dan setiap traffic light  dipasang timer-nya untuk mengetahui lamanya waktu tunggu dan waktu mulai berjalan kembali.  Ini penting, agar kendaraan tidak saling mendahului, supaya tidak terjadi kecelakaan yang menyebabkan kemacetan. Melarang pemilik kendaraan parkir sembarangan, parkir ditepi jalan atau parkir di tempat-tempat terlarang.
Selanjutnya  yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana mengubah sikap mental pengendara agar  sabar dan dapat mematuhi praturan lalu lintas yang ada. Di Romadhan ini kesemptan kita untuk menggembleng diri agar menjadi insan yang sabar dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
Jika ini sudah dilakukan semua, sementara kemacetan masih terjadi, mungkin tidak salah kalau kita menerapkan pengaturan lalin sistem ganjil-genap bagi  kendaraan yang yang akan mlintas tersebut.  Namun perlu dikaji terlebih dahulu, apakah langkah yang akan kita llakukan ini memang sudah memungkinkan.
Perlu dikaji dari aspek pemilik kendaraan, apakah mereka sebagian besar memiliki kendaraan lebih dari satu (motor dan atau mobil). Jika mereka hanya memiliki satu kendaraan, berarti, pada saat diberlakukan pengaturan lalu lintas dengan "sistem ganjil", sementara  mereka hanya memiliki kendaraan dengan nomor plat genap, berarti  mereka harus menggunakan kendaraan umum (oplet/taxi) untuk berkeja atau melakukan aktivitas ekonomi di luar rumah.
Pertanyaan berikutnya; Â apakah mereka tidak berkeberatan untuk mengeluarkan ongkos, karena bila mereka menggunakan kendaraan sendiri lebih hemat. Apakah mereka mau menerima konsekuensinya, "ribet", "tidak nyaman", "tidak efektif dan efisien" dan seterusnya.
Secara ekonomi bukan tidak mungkin akan membebani anak negeri  ini, karena biasanya dalam satu kendaraan tersebut bisa saja memnuat dua/tiga anggota keluar lain yang bersamaan untuk pergi bekerja dengan arah yang sama.
Kemudian perlu diantisipasi, jika pada saat diberlakukan pengaturan lalin sistem ganjil-ganap tersebut, biasanya ada saja pengendara yang masih  "nekat" melanggar, seharusnya pada hari tertentu yang dibolehkan melintas adalah pemilik kendaraan plat ganjil, namun karena mereka hanya memiliki  kendaraan plat genap, karena mereka hanya memiliki satu motor/mobil, mereka tetap akan melintas. Nah, jika ini yang terjadi, maka akan menjadi masalah baru lagi.
Jika mereka melanggar, berarti mereka akan di stop oleh petugas, semakin banyak yang di stop, maka berpeluang untuk memacetkan jalan. Lagi-lagi terjadi kemacetan, bukankah justru bertolak belakang?.
Menurt hemat saya, lakukan dahulu langkah-langkah pencegahan kemacetan tersebut, jika dilakukan secara intensif, maka saya yakin tingkat kemacetan dapat di atasi. Jika kemacetan sudah dapat di atasi, maka langkah kita untuk memberlakukan pengaturan lalin sistem gage tersebut mungkin bisa ditunda terlebih dahulu alias bisa dibatalkan saja. Selamat Berjuang!!!!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI