Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan.Bisnis Universitas Muhamadiyah Palembang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Aspek "Cuan" Masih Menjadi Alasan Dominan Rendahnya Lulusan S2 dan S3 di Negeri Ini

20 Januari 2024   09:31 Diperbarui: 25 Januari 2024   13:10 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lulus kuliah. (Dok Shutterstock via Kompas.com)

oleh Amidi

Dalam rangka meningkatkan ilmu dan pengetahuan bagi kalangan akademik, studi lanjut memang sangat dibutuhkan bagi anak negeri ini selaku tenaga pendidik/pengajar yang sudah menyelesaikan jenjang Strata Satu (S1). 

Maka itu diupayakan untuk melanjutkan studi pada jenjang Strata Dua (S2), dan bagi yang sudah menyelesaikan jenjang S2, diupayakan untuk melanjutkan ke jenjang Strata Tiga (S3) atau program doktor.

Kebutuhan akan melanjutkan jenjang pendidikan pada S2 dan S3 tersebut tidak hanya dibutuhkan oleh tenaga pendidik/pengajar, tetapi dibutuhkan juga oleh pegawai yang bekerja pada institusi pemerintah dan swasta, yang akan menambah ilmu dan pengetahuannya, terlebih yang akan meniti karier ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

Lulusan S2 dan S3 tersebut jauh sebelumnya sudah menjadi salah satu syarat bagi seseorang pegawai pemerintah dan atau swasta untuk menduduki jabatan tertentu, misalnya untuk menjadi kepala dinas, minal harus S2.


Sayangnya, akhir-akhir ini lulusan S2 dan S3 di negeri ini kini sedang diperbincangkan, karena jumlah lulusan masih rendah. Persoalan yang satu ini sempat juga menjadi perhatian presiden negeri ini.

Kilat.com, 17 Januari 2024 mensinyalir bahwa jumlah lulusan S2 dan S3 di Indonesia sangat rendah. Angka lulusan S2 dan lulusan S3 baru mencapai 0,45 persen, angka yang sangat rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Vietnam. Jumlah lulusan S2 dan S3 tersebut tidak sebanding dengan populasi produktif di Indonesia.

Mengapa Masih Rendah?

Bila dicermati, banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya lulusan S2 dan S3 di negeri ini.

Pertama: Faktor Kesempatan

Tidak semua orang yang ingin melanjutkan studi pada jenjang S2 dan S3 tersebut, mempunyai kesempatan, terutama dari sisi waktu. Misalnya, pada saat ia akan melanjutkan studi pada jenjang S2 dan atau S3 tersebut, anaknya masih bayi, sehingga dipilih untuk ditunda. Terkadang penundaan berlarut-larut, sehingga timbul rasa malas, akhirnya tidak dilanjutkan lagi.

Kedua: Faktor Lingkungan

Lingkungan sangat mempengaruhi seseorang untuk melanjutkan studi ke jenjang S2 dan atau S3 tersebut. Misalnya di lingkungan tempat mereka tinggal, tidak banyak orang yang telah menyandang S2 dan atau S2, baik di lingkungan tempat tinggal maupun kampus tempat ia mengabdi, sehingga faktor lingkungan ini mendorong mereka untuk tidak "tergerak" melanjutnya studi pada jenjang S2 dan atau S3 tersebut.

Kemudian, lingkungan keluarga pun demikian. Misalnya dalam suatu keluarga besar mereka, paling tinggi hanya menamatkan studi pada jenjang S1 saja, sehingga ia tidak terdorong untuk melanjutkan studi pada S2 dan atau S3 tersebut. 

Belum lagi, bila ia mempertimbangkan faktor psikologis, ia tidak mau "egois" dalam keluarganya, sehingga ia menyesuaikan hanya menamatkan jenjang S2 saja. Itupun karena jenjang S2 sudah diwajibkan kepada tenaga pendidik/pengajar yang mengabdi pada Perguruan Tinggi (PT) yang hanya terdapat program studi S1 saja.

Ketiga: Faktor Penghargaan

Kebanyakan di kalangan anak negeri ini, masih mempertimbangkan masalah penghargaan atau rewards yang akan diterima, bila ia telah menyelesaikan jenjang studi S2 (misalnya). Setelah ia menyelesaikan jenjang studi S2, penghasilannya tidak banyak bertambah, hanya bertambah ala kadarnya, apalagi di PT swasta.

Keempat: Faktor Cuan (Uang/Pendapatan)

Pendapatan merupakan faktor dominan yang menjadi penyebab rendahnya lulusan S2 dan atau S3 di negeri ini. Baik cuan yang akan diperoleh apabila mereka sudah menyelesaikan S2 dan atau S3 tersebut maupun faktor cuan yang dibutuhkan untuk melanjutkan jenjang studi S2 dan atau S3 tersebut.

Tidak sedikit, perguruan tinggi yang tidak menyediakan anggaran untuk tenaga pendidik/pengajarnya untuk melanjutkan S2 dan atau S3, sehingga bagi mereka yang akan melanjutkan ke jenjang S2 dan atau S3, mereka terkendala dengan cuan tersebut. 

Mereka menimbang-nimbang, bagaimana mau melanjutkan ke jenjang S2 dan atau S3 kalau untuk memenuhi kebutuhan saja tidak cukup atau untuk memosisikan hidup sejahtera yang sebenarnya saja masih sulit.

Memang ada peluang beasiswa, tetapi tidak semua orang bisa mendapatkan beasiswa tersebut, dan biasanya untuk mendapatkan beasiswa tersebut banyak persyaratan ini dan itu harus dipenuhi. Belum lagi, masalah bahasa (bahasa Inggris atau lainnya) jika kita ingin mengambil beasiswa ke luar negeri.

Sehingga, tidak heran, kalau faktor cuan ini menjadi faktor dominan menyebabkan lulusan S2 dan atau S3 di negeri ini masih rendah.

Sekali lagi, tidak sedikit, tenaga pendidik/pengajar yang terlena untuk melanjutkan ke jenjang S2 dan atau S3 tersebut, karena mereka harus mengejar cuan, selain menjadi dosen/pendidik/pengajar, ia ke sana kemari untuk mendapatkan cuan, baik sebagai konsultan, peneliti maupun kegiatan lain yang bernilai akademik.

Syukur, kalau mereka menambah penghasilan dengan melakukan kegiatan Tri Dharma PT, jika mereka menambah penghasilan dengan cara bisnis, maka perguruan tinggi tempat mereka mengabdi "kredibilitasnya" akan tergerus. Misalnya berdagang atau menjual diklat dengan cara memaksa dan lainnya.

Apa yang Harus Dilakukan?

Untuk mencarikan solusi atas persoalan yang satu ini, setidaknya ada beberapa langkah yang harus dilakukan.

Pertama, perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta tempat mereka mengabdi, mutlak harus mengalokasikan anggaran untuk dosennya melanjutkan ke jenjang S2 dan atau S3 tersebut . 

Dalam anggaran tersebut, sudah diperinci secara komprehensif, mulai biaya studi, uang akomodasi, uang makan dan uang saku serta gaji harus tetap berjalan atau harus tetap diberikan sebagai mana mestinya.

Seperti yang saya alami, saya dibiayai oleh perguruan tinggi tempat saya mengabdi, ditambah mendapatkan beasiswa dari perguruan tinggi tempat saya melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi tersebut. 

Kemudian gaji saya tetap diberikan secara utuh selama menuntut ilmu di jenjang lebih tinggi tersebut. Apalagi pada saat itu saya masih lajang, maka cuan yang saya terima "LUMAYAN", bukan?

Jika ini yang terjadi, maka kawan-kawan akan tertarik atau terdorong untuk berlomba-lomba melanjutkan ke jenajng S2 dan atau S3 tersebut. Apalagi bila setelah mereka menyelesaikan S2 dan atau S3 tersebut ada harapan penghasilan mereka akan meningkat secara signifikan.

Memang saat ini, di luar sana, mereka yang memiliki atau telah menyelesaikan jenjang S2 dan atau S3 tersebut sudah mulai menjadi pertimbangan untuk menduduki jabatan tertentu, untuk dapat ditampilkan pada forum-forum seminar. Bahkan justru di atas kertas, kita lebih percaya dengan gelar S2 dan atau S3 mereka. 

Namun, saya menyimak, kebanyakan hal tersebut yang dilihat atau dipertimbangkan masih terbatas pada S2 dan atau S3-nya belaka, kita masih belum mempertimbangkan kualitas yang ada pada diri mereka. 

Maaf, maaf, maaf, sehingga dengan pertimbangan seperti ini, kini mulai ada gerakan berlomba-lomba mengejar S2 dan atau S3 tersebut, bahkan profesor karena mengejar tunjangan, sementara tanggung jawab keilmuan nomor sepuluh. (maaf ya)

Namun, ini akan berbahaya, jika kita salah dalam menyikapinya, Untuk itu sebaiknya selain pertimbangan S2 dan atau S3-nya, pertimbangan kualitas pun harus dikedepankan.

Kedua, pemerintah harus terus menerus meningkatkan dan mengalokasikan anggaran pendidikan, bila perlu ditingkatkan menjadi 35 persen dari anggaran yang ada. Jika negeri ini mau maju dan mau melompat cepat.

Ketiga, dari diri mereka sendiri, perlu adanya kesadaran bahwa negeri ini memerlukan keilmuan anak dengan S2 dan atau S3 tersebut. Kita dapat melakukan perubahan, atau agar negeri ini dapat berubah, dapat benar-benar menjadi makmur, karena sumber daya yang ada dapat kita maksimalkan dan dapat kita gunakan serta dapat kita manfaatkan sendiri demi kemakmuran anak bangsa yang tercinta ini. 

Selamat berjuang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun