Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan.Bisnis Universitas Muhamadiyah Palembang

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Mengapa Perilaku Pelaku Bisnis Tidak Etis Semakin Marak?

4 Juli 2023   06:43 Diperbarui: 7 Juli 2023   09:00 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menjalankan bisnis dari rumah. (sumber: SHUTTERSTOCK/VIZILLA via kompas.com)

Bila kita cermati, sepertinya ada hubungan antara unit usaha yang akan colaps dan sudah colaps dengan pelanggaran etika bisnis atau makin maraknya prilaku pelaku bisnis yang tidak etis yang dilakukan oleh sesama pelaku bisnis. 

Betapa tidak? Dengan tindakan sewenang-wenang yang mereka lakukan, dengan tanpa interpensi yang maksimal dari pihak berwenang, dengan tanpa pengawasan optimal dari pihak yang diberi wewenang untuk itu, maka semakin meraja lelanya mereka melakukan apa yang mereka akan lakukan.

Memang masih ada pelaku bisnis yang mengedepankan etika bisnis atau prilaku bisnis yang etis. Memang yang demikian yang kita harapkan, tujuannya agar persaingan sehat senantiasa tercipta. 

Namun bila ada beberapa saja dari pelaku bisnis yang ada dinegeri ini tidak mengedepankan etika bisnis atau menonjolkan prilaku bisnis yang tidak etis tersebut, maka dampak yang ditimbulkannya "tidak kecil".

Selain itu, pengaruhnya langsung akan mengusik keberadaan pasar yang memang diformat dalam pasar persaingan sempurna tersebut. 


Pasar akan berubah warna, dari pasar persaingan sempurna akan menjurus menjadi pasar persaingan tidak sempurna atau terjadi praktik pasar persaingan tidak sempurna.

Oleh karena itu, akan ada kecendrungan atau akan ada gejala "praktik" monopoli atau oligopoli dilakukan mereka dalam pasar persaingan sempurna tersebut.

Memang kita sudah mempunyai peraturan/ketentuan tentang itu, agar pelaku bisnis tidak sewenang-wenang. Namun peraturan yang ada pun terkadang mereka "acuhkan", peraturan yang ada terkadang mereka "langgar", 

Jika ada peraturan dan atau ketentuan tentang jarak unit bisnis yang satu dengan unit bisnis yang lain yang diperbolehkan, atau ada jam buka yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan, dan seterusnya.

Itu semua terkadang mereka anggap "angin lalu", timbul istilah "anjing menggongong kapilah berlalu".

Sehingga unit bisnis yang seharusnya masih tergolong lemah tersebut jika peraturan itu diindahkan, mereka juga bisa mendapatkan kesempatan dan dapat mempertahankan keberadaan unit bisnisnya secara nornmal dan ada kemungkinan bisa berkembang. 

Namun, jika itu semua diabaikan, maka mereka akan terdepak dan cendrung melemah dan ada kemungkinan jatuh pada posisi terendah.

Belum lagi pelanggaran demi pelanggaran lain yang mereka lakukan, mulai dari hal-hal atau tindakan yang kecil sampai pada kesalahan fatal atau pelanggaran yang berarti. 

Kecurangan dalam bisnis, sudah merupakan hal yang biasa mereka lakukan, melakukan kontaminasi atas produk atau barang yang sehat menjadi tidak sehat sudah lumrah, memudahkan langkah bisnisnya dengan mengorbankan hak konsumen sudah meraja lelah.

Kemudian pada sisi lain, termasuklah ada pelaku usaha yang memberlakukan pengembalian uang belanja dengan "permen", dengan alasan mereka tidak menyediakan uang kecil/uang recehan.

Melihat dari kejadian tersebut, berarti adanya indikasi pemaksaan agar konsumen membeli produk atau barang yang sebelumnya mereka tidak merencanakan untuk membelinya. Dahsyat bukan?

Pelanggaran -- pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha dalam melakoni bisnis memang tidak sedikit, terutama pelanggaran terhadap etika bisnis di era digital saat ini.

Menurut Joseph Teguh Santoso (2021) bahwa pelanggaran etika bisnis dalam mengelola usaha di era digital saat ini antara lain; mencuri ide bisnis orang lain (pelaku usaha lain), penipuan dengan berbagai modusnya, melakukan tag secara acak, menggunakan foto produk orang lain, menggunakan merek orang lain, Tidak aktif dan tidak kreatif dalam melakoni bisnisnya dan beberapa yang lainnya.

Bila kita runut, sebenarnya tidak hanya itu saja pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh pelaku usaha, masih ada bentuk pelanggaran-pelanggarn lain yang sering kita saksikan dilapangan. 

Ada pelaku usaha yang nota bene karena merasa posisinya kuat, seenaknya ia memposisikan diri seolah-olah ia adalah pelaku usaha "monopoli" atau "oligopoli", padahal sebenarnya unit usaha tersebut berada dan harus berada dalam pasar persaingan sempurna.

Dengan kata lain, sekali lagi sehari-hari unit usaha tersebut melakukan praktif monopoli atau oligopoli. Produk atau barang yang dijualnya idealnya "barang hetrogen".

Karena ia bergerak dalam pasar persaingan sempurna, dengan serta merta, dengan tiba-tiba, ia giring menjadi "barang homogen", seolah-olah produk atau barang tersebut hanya ia yang menjualnya atau hanya ia yang memproduksinya sendiri.

Lebih jauh lagi bisa kita saksikan sendiri terkadang merek dagang atau logo produk atau barang yang diproduksi oleh unit bisnis tertentu mereka ganti dengan merek dagang atau logo mereka. 

Entah apakah ada proses pengurusan pengalihan atau pembuatan produk atau barang yang sejenis oleh unit bisnis yang meniru tersebut atau apakah memang sudah ada kerja sama antar mereka, mungkin masih perlu ditelusuri agar tidak saling merugikan antar pelaku usaha sendiri dan tidak merugikan konsumen.

Dalam hal ini apakah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah mengetahuinya atau belum atau memang sudah mengetahui tetapi bingung mau berbuat apa. 

Terlepas dari itu semua, yang jelas sudah selayaknya KPPU memeriksa dan menengahi persoalan yang satu ini. Jika kita ingin pelaku bisnis dalam bersaing mengedepankan persaingan yang sehat. 

Jika kita tidak ingin unit bisnis yang sejenis kalah bersaing akibat unit bisnis yang kita lakoni tersebut "curang" alias melanggar "etika bisnis" alias mengedepankan prilaku bisnis yang tidak etis tersebut. 

Dalam kasus ini akhir-akhir ini mulai terlihat ada beberapa unit usaha yang "hidup segan mati tak mau", karena omzet mereka terus terkoreksi, turun drastis.

Pengawasan yang lemah dan minimnya tindakan atas pelaku bisnis yang melanggar erika bisnis atau yang menonjolkan prilaku bisnis yang tidak etis tersebut dan masih terbatasnya peraturan serta belum membuminya peraturan yang ada merupakan faktor pendorong pelaku bisnis melakukan tindakan pelanggaran tersebut.

Sudah Saatnya Bersaing Sehat.

Saya yakin kita tidak ingin unit bisnis yang ada dinegeri ini, terutama unit bisnis yang masih tergolong lemah atau terseok-seok tersebut terus colaps alias berguguran. 

Saya yakin kita sama-sama sepakat kalau semua unit bisnis yang ada dinegeri ini dapat melakukan usahanya secara berdampingan, secara terus menerus, bertahan, maju dan berkembang. 

Untuk itu, mari kita semua, terutama pihak yang berkompeten memperhatikan dan "peduli" dengan persoalan yang satu ini.

Upayakan unit bisnis yang ada dapat bersaing secara sehat, usahakan unit bisnis yang masih lemah dapat bertahan dan unit bisnis yang sudah kuat jangan dibiarkan melanggar etika bisnis atau berprilaku bisnis yang tidak sehat.

Yakinlah bahwa konsumen semakin hari semakin cerdas, jika kita sekali saja melakukan "pelanggaran" etika bisnis atau berperilaku bisnis yang tidak etis.

Mereka akan menghukum kita dengan beralih dan tidak membeli lagi produk atau barang yang kita jual alias larri dan tidak mau lagi menjadi pelanggan kita. Selamat berjuang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun