Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan.Bisnis Universitas Muhamadiyah Palembang

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Kasus Rafael, Secercah Harapan untuk Menekan Kerugian Negara

5 Maret 2023   16:41 Diperbarui: 6 Maret 2023   09:00 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo duduk di ruang tunggu sebelum menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (1/3/2023). KPK memeriksa orang tua dari Mario Dandy itu terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). (Antara Foto/Aprillio Akbar via kompas.com)

Negeri yang subur dan  kara raya ini, sepertinya belum dapat mensejahterakan anak negeri ini secara normal/sejati, sampai saat ini ternyata sebagian mereka baru dapat meraup kekayaannya dengan jalan yang tidak normal/tidak wajar alias korupsi. Padahal, sebagaian dari mereka sudah memperoleh gaji "gede".

Korupsi sepertinya sudah  mendarah daging dan angkanya pun cendrung bombastis, mungkin kalau angkanya  masih kecil tidak sampai membuat kita gusar, walaupun sekecil apapun angkanya, korupsi  memang tidak bisa ditolerir. 

Apa nanya, kalau sebelumnya persoalan yang satu ini masih disebut begawan ekonomi Soemitro sebagai "kebocoran" uang negara. 

Namun kini, sudah terbuka, kini sudah terang-terangan dan sudah menjelma menjadi korupsi besar-besaran, suatu tindkan yang merugikan negara triliunan rupiah.

Kini kita dihadapkan pada kasus penganiayaan yang dilakukan anak pejabat pajak, Mario Dandy Satrio kepada putra pengurus pusat GP Ansor berbuntut panjang. Tak hanya Mario tersangka, ayahnya Rafael Alun Trisambodo juga disorot. 

Rafael dipriksa Inspektorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan dan Unit Kepatuhan Internal Ditjen Pajak terkait dan termauk komisi XI DPR RI pun ikut memanggil Direktorat Jendral Pajak-DJP (Detiknews, 24 Pebruari 2023).

Begitu juga dengan KPK, lembaga anti rasua ini ikut turun tangan dalam hal kasus Mario yang berbuntut pada ayahnya tersebut (tribunnews, 24 Pebruari 2023). 

Ayah Mario, Rafael dipanggil KPK dalam rangka untuk memberikan klarifikasi atas harta yang dimiliki Rafael sebear Rp. 56 Milyar (Kompastv, 11 Maret 2023)

Kasus Mario tidak hanya masalah penganiayaan saja, tetapi ia juga menjadi perbincangan publik karena sering pamer gaya hidup mewah di akun media sosialnya, memamerkan mobil mewah, Rubicon dan Motor Gede Harley Davidson, sampai menyeret ayahnya selaku seorang pejabat pajak (Kompastv, 23 Pebruari 2023)

Dengan serta merta,  seorang Sri Mulyani telah mencopot Rafael dari jabatannya di Ditjen Pajak terkait harta kekayaan dan adanya indikasi yang bersangkutan melakukan penyamaran laporan kekayaan. (BBCnews Indonesia, 24 Pebruari 2023)

Setelah kasus Mario yang menyeret sang ayahnya tersebut, kini mulai terungkap berbagai modus korupsi yang tercipta mulai terungkap. 

Diungkap media di publik, ada tujuh (7) Pejabat Kementerian Keuangan rangkap jabatan Komisaris BUMN (lihat Kilat.com, 2 Maret 2023). 

Kemudian ada pegawai pajak yang "bernyanyi", memprotes laporannya yang  tidak digubris sang Menteri, mengenai kasus kerugian negara akibat hilangnya atau tidak tertaginya uang pajak,pada perusahaan yang terindikasi bodong. 

Ia adalah seorang Busrak Anthony selaku Kepala Tata Usaha dan Rumah Tangga Kanwil DJP Sumatera Utara II. 

Ia membandingkan dengan kasus yang pernah diungkapnya (tidak digubris sang mentri) dengan kasus Rafael yakni kasus perusahaan bodong yang tidak mempunyai NPWP dan tidak membayar pajak yang merugikan negara triliunan rupiah. (lihat detikfinance, 2 Maret 2023)

Kemudian, dengan serta  merta pula, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membubarkan klub motor gede Ditjen Pajak bernama BlastingRijder, sehingga tidak sedikit pegawai pajak yang tergabung dalam klub moge tersebut menjual motor Harley Davidson-nya. (Beritasatu.com,  27 Pebruari 2023)

Menekan Kerugian Negara.

Menurut saya, terlepas terbukti atau tidaknya Kasus Rafael yang terindikasi penyelewengan uang negara tersebut, korupsi harus diberantas, maka setidaknya kita harus melakukan langkah antisipasi berikut ini;

Pertama, Ciptakan kesalehan sosial di kalangan anak negeri ini. Dengan terciptanya kesalehan sosial yang tinggi, maka negeri ini akan terhindar dari korupsi. 

Orang yang memiliki Kesalehan sosial yang tinggi akan terhindar dari perbuatan curang, terhindar dari memakan hak orang lain,   dan terhindar dari perbuatan kong kalikong. Perbuatan demikian, dilarang dalam agama apa pun.

Bila dikaitkan dengan agama Islam, ada salah satu negara yang penduduknya memiliki tingkat kesalehan sosial yang tinggi yakni New Zealand (Selandia Baru) dan sekaligus negara tersebut merupakan negara yang paling Islami, sehingga diindikasikan negara tersebut negara yang paling bersih dari korupsi, korupsi tidak punya ruang di Selandia Baru. (lihat Amidi, buku Kepemimpinan, Akivitas Bisnis dan Kegiatan Ekonomi Islami, 2022)

Kedua, menekan gaya hidup glamor/hedonis. Langkah kedua ini sudah sering dipublis, namun saya masih merasa perlu untuk diangkat. 

Orang yang mengedepankan gaya hidup glamor atau gaya hidup hedonisme cendrung konsumtif untuk mencari kepuasan/kenikmatan dalam hidup dengan dorongan mengkonsumsi produk mewah, mobil mewah, rumah mewah dan cendrung dimilikinya dalam jumlah lebih dari satu (1) dan biasanya dijadikan media untuk pamer ke publik. 

Sebenarnya, tidak ada salahnya kita memiliki barang mewah tersebut, asal diperoleh dengan cara wajar, namun akan menjadi bumerang bila diperoleh dengan jalan korupsi.

Ketiga, dorong terciptanya kesejahteraan sejati. Kesejahteraan anak negeri ini, sepertinya masih harus mereka perjuangkan sendiri, dengan bekerja keras dan atau "bekerja sekeras-kerasnya", baru dapat memenuhi kebutuhan yang layak atau baru dapat  memenuhi standar kehidupan yang layak.

Jika anak negeri ini dapat memenuhi kebutuhan skunder/tersier-nya (misalnya memebeli mobil sejuta umat saja), bukan berarti ia  dapat kita golongkan sudah sejahtera.

Namun tidak berlebihan kalau saya katakan, itu baru sebatas  "sejahtera semu", karena mobil yang dimiliki anak negeri ini kebanyakan diperoleh/dibeli dengan cara kredit. Dengan terpaksa, mereka harus berjibaku untuk mengansur kredit-nya.

Indikasi ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari,  sebagai contoh sedehana saja, seorang pekerja, setelah tidak lama ia bekerja apakah ia sebagai pegawai swasta atau PNS atau profesional lainnya, ia sudah mulai memikirkan bagaimana ia bisa mempunyai/memiliki mobil, rumah dan seterunya. 

Karena dari sisi pendapatan belum mencukupi, maka ia akan membeli mobil  atau rumah tersebut dengan cara kredit.

Memang tidak menutup kemungkinan mereka membeli mobil atau rumah tersebut dengan cara  cash atau cara tunai. Namun, perlu ingat bahwa apabila mereka membeli dengan cara tunai dengan jalan normal, itu  sah-sah saja. 

Namun (mohon maaf), karena rata-rata gaji/upah anak negeri ini masih tergolong kecil, masih ada yang menerma gaji/upah di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP).

Bahkan ada yang diberi imbalan berupa gaji/upah ala kadarnya, sehingga yang tidak kuat iman, akan terdorong korupsi.  Memang  ada  anak negeri ini, bisa tidak demikian, karena ia bekerja keras dan "bekerja sekeras-kerasnya", namun sayang jumlahnya tidak banyak.

Ironisnya, ada sebagian anak negeri ini yang gaji nya "gede" karena menduduki suatu jabatan tinggi dan  atau jabatan politik, namun gaji yang sudah besar tersebut, dimata mereka masih terasa kecil alias kurang. 

Untuk itu, wajar kalau mereka terdorong untuk korupsi, agar dapat secepatnya memenuhi kebutuhan akan barang-barang mewah tersebut.

Bayangkan, jika sebagaian besar anak negeri ini melakukan perbuatan yang demikian (korupsi), maka akan semakin besar kerugian (pada tempat ia bekerja) dan atau kerugiann yang akan ditanggung negara. 

Bila kita cermati perbuatan ini ternyata melanda semua lini yang ada, termasuk dilingkungan lembaga negara yang mengurus masalah agama sekalipun. Memang miris, tetapi inilah fenomena yang mau tidak mau harus kita hadapi.

Untuk itu bagi kita selaku pelaku usaha, bagi kita yang mengambil kebijakan masalah penetapan gaji/upah anak negeri ini, berikanlah gaji/upah yang wajar, jika kita belum mampu sampaikan dengan jujur dan terbuka kepada mereka, jangan kita menzolimi mereka.

Contoh sederhana saja,  gaji seorang pencerdas bangsa pada institusi pendidikan (SD sampai PT)  di negeri ini masih banyak yang belum standar/layak  bahkan masih ada yang ala kadarnya. 

Jika instansi pendidikan  tempat mereka bekerja masih sulit masalah keuangan, kita dan pemerintah sebaiknya dapat membantu dalam bentuk bantuan operasional dan subsidi gaji/upah. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Subsidi Gaji/Upah tersebut harus diberikan rutin,  diefektifkan dan terus ditingkatkan.

Keempat, perlu mengoptimalkan sumberdaya dimiliki. Negeri yang kaya akan sumberdaya alam atau yang memiliki tanah yang subur ini, perlu kita kelola sendiri dan perlu kita maksimalkan/optimalkan. 

Mungkin sudah saatnya, sumberdaya alam yang kita miliki ini diarahkan untuk mensejahterakan anak negeri ini. 

Jika kondisi ini sudah tercipta, maka negeri yang kita idam-idamkan yakni  "baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur" tersebut benar-benar akan memberi kesejahteraan yang sejati bagi anak negeri ini. Selamat Berjuang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun