Mohon tunggu...
Amelya Setyawati
Amelya Setyawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa S2 IPB University

Saya Amel Mahasiswi S2 IPB University sekaligus berwirausaha di bidang agrikultur dan ekspor. Saya bekerja sebagai Finance di PT Bin Affan Exindo yang saya dirikan bersama teman-teman saya

Selanjutnya

Tutup

Money

Bagaimana Indonesia Menghadapi Krisis Pangan Global Saat Pandemi Covid-19?

14 April 2020   12:07 Diperbarui: 14 April 2020   12:17 1105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Saat ini dunia sedang dihebohkan dengan wabah virus corona (covid-19). Coronaviruses (CoV) merupakan bagian dari keluarga virus yang menyebabkan penyakit mulai dari flu hingga penyakit yang lebih berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV) and Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS-CoV) (Batz et al 2020). 

Para peneliti di Institute of Virology di Wuhan telah melakukan analisis metagenomics untuk mengidentifikasi virus corona baru sebagai etiologi potensial. Mereka menyebutnya novel coronavirus 2019 (nCoV-2019) (Zhou et al). Penyakit yang disebabkan virus corona, atau dikenal dengan COVID-19, adalah jenis baru yang ditemukan pada tahun 2019 dan belum pernah diidentifikasi menyerang manusia sebelumnya (World Health Organization, 2019). Pandemi ini menyebabkan berbagai sektor melemah, salah satunya ketersediaan bahan pangan (Gerintya 2020).

Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan pandemic Covid-19 dapat memengaruhi ketahanan pangan global. Hal ini disebabkan, Covid-19 telah mengganggu ketersediaan tenaga kerja dan rantai pasokan.

"Kami menilai ada risiko tinggi krisis pangan kecuali diambil tindakan cepat untuk melindungi mereka yang paling rentan, menjaga rantai pasokan pangan global tetap hidup dan mengurangi dampak pandemi di seluruh sistem pangan," tulis FAO dalam unggahan terbaru di situs resmi seperti dikutip dari CNBC Internasional, Senin (30/3/2020).

Sistem ketahanan pangan di Indonesia berdasarkan Suharyanto (2011) secara komprehensif meliputi empat sub-sistem, yaitu: (i) ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh penduduk, (ii) distribusi pangan yang lancar dan merata, (iii) konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi seimbang, yang berdampak pada (iv) status gizi masyarakat.

 Indeks ketahanan pangan global atau Global Food Security Index/GFSI, hasil kerja sama The Economist dan perusahaan sains bidang pangan Corteva, menunjukkan ketahanan pangan Indonesia memang ada perbaikan setidaknya sejak 2012. Skor Indonesia di semua aspek pada 2012 sebesar 46,8 naik menjadi 54,8 pada 2018 dan 62,6 pada 2019 (skor tertinggi 100). 

Tahun ini, Indonesia menempati posisi 62 di dunia dan ke sepuluh di ASEAN dari 113 negara (2019). Posisi teratas masih didominasi negara-negara maju, Singapura justru berada di posisi teratas. Artinya ketahanan pangan tak cuma bicara soal sumber daya produksi pangan, tapi ada aspek-aspek lain. (https://tirto.id/dhNr).

Global Hunger Indonesia (GHI) tahun 2019 mendapatkan data bahwa tingkat kelaparan masyarakat Indonesia masih dalam kategori serius walaupun sudah mengalami penurunan dari 24,9% di tahun 2010 menjadi 20,1 di tahun 2019. Skor GHI didapatkan dengan menggabungkan empat komponen indikator, yaitu: kekurangan gizi, pemborosan anak, pengerdilan anak, dan kematian anak.

Kebijakan yang telah diputuskan oleh pemerintah pusat untuk melakukan karantina di rumah menyebabkan banyak masyarakat yang menjadi “panic buying” untuk membeli bahan pangan dalam jumlah banyak sebagai persediaan stok (Burhanudin dan Abdi, 2020). 

Hal ini dapat dilakukan untuk masyarakat menengah ke atas yang memiliki penghasilan lebih, namun bagi masyarakat yang hanya mendapatkan penghasilan harian akan mengalami kesulitan melakukannya. Pendistribusian bahan pangan yang tidak seimbang akan menjadi masalah baru bagi ketahanan pangan di Indonesia, sehingga pemerintah perlu melakukan kebijakan dan intervensi keselamatan untuk pendistribusian bahan pangan yang tidak merata (Scallan et al 2015).

Salah satu sistem yang perlu dilakukan untuk mengatasi krisis ketahanan pangan adalah dengan membuat pangan darurat jika puncak pandemik yang diperkirakan beberapa ahli terjadi di bulan Mei - Juni ini benar adanya. Syarat untuk membuat pangan darurat diantaranya dengan membuat makanan dengan menggunakan bahan baku dari alam yang memiliki ketersediaan banyak, mudah dijangkau dan didistribusikan, serta bergizi. Hal ini bisa direalisasikan dengan kerjasama antara pemerintah dengan industri pangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun