Di dalam sebuah keluarga, peran kedua orang tua sangat penting untuk membina keutuhan dan keharmonisan rumah tangga, begitu juga mendidik anak - anak. Setiap rumah tangga memiliki kesepakatan masing - masing. Kesepakatan itu bisa saja siapa yang mengambil peran dalam bebenah rumah, memasak, mencari nafkah dan lain - lain. Di jaman dan era terbuka seperti sekarang ini, dimana kemajuan teknologi dan sosial media , mungkin mendidik sebagian orang untuk lebih open minded dengan hal - hal yang baru dari segala lini kehidupan.
Di lingkungan tempat saya tinggal, bapak - bapak terlihat sibuk antar jemput anak nya sekolah di pagi hari dan siang hari. Sementara sang ibu sudah berangkat kerja lebih pagi. Beberapa tetangga, ibu nya kerap pulang malam, sedangkan sang ayah di rumah berkutat dengan pekerjaanya. Selidik punya selidik ternyata profesi sang ayah adalah pekerja remote job alias bekerja di rumah sebagai pekerja paruh waktu.
Ada juga sang ayah yang memiliki usaha di rumah atau wiraswata sehingga waktu untuk keluarga lebih fleksibel. Berbeda cerita dengan tetangga satu blok dengan saya, satu nya istri nya bekerja sebagai manager, sedangkan suaminya pensiunan dan mengelola restoran.
Dinamika mereka berjalan dengan harmonis, sang istri yang notabene wanita karir sudah tidak terlihat lagi mengantar jemput anaknya sekolah. Kegiatan ini di lakukan oleh suaminya, sepertinya mereka baik - baik saja bertukar peran seperti ini. Dan sah - sah saja, terlebih kebersamaan sang ayah dengan anak nya terjalin dengan baik, mengingat sang ibu sibuk di kantor.
Bagaimana dengan saya sendiri ?.
Saya sendiri pernah mengalami hal ini, ketika itu profesi suami yang juga sebagai pekerja paruh waktu. Rasa nya bagi saya dengan ada nya suami di rumah merasa terbantu. Karena pekerjaan berat seperti mencuci baju yang seabrek - abrek, mencuci piring, bahkan merayu anak yang sedang tantrum justru menjadi keahliannya. Suami selalu sabar menghadapi anak yang tantrum , mengajak main anak yang energinya tiada habis, terkadang bantu memasak jika saya sedang tidak enak badan karena kecapaian.
Justru kehadiran sang bapak rumah tangga sangat membantu, tapi, terkadang keberadaan bapak rumah tangga juga mengundang cibiran seperti, gak ada kerjaan dan pengangguran.  Padahal bagi pasangan si bapak rumah tangga , kehadiran di rumah sehari - hari sangat menolong pekerjaan rumah tangga , rasa penasaran tetangga  kemudian berlanjut, pertanyaan semakin berkembang seperti ;Â
' apa sih kerjaan si bapak rumah tangga ? '.
Padahal apapun pekerjaannya, bagi seorang suami yang rela membantu pekerjaan rumah tangga tidaklah mencoreng marwah suami sebagai seorang laki - laki. Justru itu adalah ciri laki - laki sejati, yang tidak melulu harus bekerja sepanjang hari di kantor atau pencari nafkah utama di dalam keluarga.
Sejatinya, keluarga yang harmonis adalah terjalin nya komunikasi yang baik  antara suami dan istri, terlebih keterbukaan perihal ekonomi keluarga seperti mencari nafkah. Bagi penulis, doktrin patriaki di dalam budaya timur memang memegang kepemimpinan seorang pria di dalam rumah tangga, termasuk perihal mencari nafkah.