Mohon tunggu...
Amelia
Amelia Mohon Tunggu... Tutor - Menulis Dengan Tujuan

Penulis amatir , mencari inspirasi dan terinspirasi

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Hidup Sudah Irit, Akhir Bulan Tetap Sulit

7 Maret 2024   11:55 Diperbarui: 12 Maret 2024   15:02 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pasangan suami istri yang sedang mengamati tagihan (Dok. Kompas.com)

Pengiritan selama ini kami lakukan , karena kami tidak membiasakan hal-hal tersebut

  • Meminimalisir makan-makan di luar, seperti di cafe dan restoran
  • Meminimalisir berpergian keluar kota
  • Tidak lagi berbelanja bulanan ke supermarket
  • Meminimalisir pertemuan yang tidak perlu, entah acara sekolah, acara komplek dan lain-lain.
  • Tidak nekat mengambil cicilan

Jadi intinya, irit nya hidup kami sudah sesuai. Bukannya pelit, karena saya seorang introvert dan ini menguntungkan saya. 

Kenapa? Jika kita sering bergaul dan terlanjur nyemplung, bayangin seberapa sering uang akan habis untuk sedekar makan-makan gak perlu, belum lagi harus 'terpaksa' menyenangkan orang lain. 

Kalau sering kumpul-kumpul tiba -tiba menghilang, pasti akan jadi pertanyaan juga? Masalah terus berlanjut. 

Selain itu titik masalah lainnya adalah, saya dan suami tinggal berjauhan. Suami bekerja di luar kota. Otomatis pengeluaran jadi 2 dapur. Jika ayahnya anak-anak bekerja di kota yang sama. Maka ongkos anak-anak sekolah akan menjadi lebih ringan. 

Terlebih saya tidak bisa mengendarai motor. Selain itu, setelah menikah, saya pindah mengikuti domisili suami tinggal, yaitu di kawasan Kota Mandiri. Kota Mandiri sebetulnya nyaman dan strategis, yang mana tempat terdekat saya berbelanja kebutuhan adalah, pasar modern. 

Belanja 100.000 ke pasar di situasi seperti saya, mungkin gak dapat banyak bahan makanan. Karena saya harus membagi dengan keperluan lainnya. Seperti sabun mandi, sabun cuci piring, baju dan lain-lain. Pastinya gak ada cukup kan ?

Lain cerita jika saya main ke rumah orang tua saya di Pamulang. Wah , belanja ke pasar tradisional di sana, berasa orang kaya. Dengan uang 100.000 sudah bisa dapet roti tawar 2 pak dengan harga 14.000. D

Kalau di tempat saya, 14.000 hanya dapat 1 pak roti tawar. Jajanan pun lebih murah dam variatif. Di kota modern ini, saya gak bisa banyak mimpi ingin ini itu. Jajan pun mikir. 

Bayangkan perbandingannya:

  • Ayam ungkep di pasar modern 1 potong (10.000) vs ayam ungkep di pasar tradisional 1 potong (4000 - 5000 / potong). 
  • Pisang lampung 1 sisir 10.000 di pasar modern vs pisang lampung di pasar tradisional 5000
  • Timun 5pc 7000 di pasar modern vs timun 4pc 4000 di pasar ttradisional

Gimana gak boncos?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun