Ditambah, data dari Bapennas menjabarkan generasi milenial yang berjumlah 90 jutaan menjadi lebih dari sepertiga populasi di bumi pertiwi. Sumber daya manusia usia produktif ini selain sangat potensial untuk membangun negeri, juga sangat diharapkan mewariskan nilai-nilai positif dalam berdemokrasi.
Namun, demokrasi yang menderu membuat si katanya kembali berseru. Ia diduga membual ikhwal generasi milenial perlu mendapatkan revolusi mental. Si katanya dan kita semua sebaiknya harus tau bahwa tak semua generasi milenial itu berkualitas abal-abal karena generasi milenial terbagi menjadi 3 kanal yaitu milenial trendsetter, milenial influencer, dan milenial follower.
Dalam kaitannya dengan demokrasi, milenial trendsetter adalah sosok milenial yang berinisiatif menjadi relawan demokrasi dengan mengkampanyekan gerakan inovatif guna mengedukasi demokrasi yang santun dan serasi. Perilaku santun dalam berdemokrasi tanpa anarki mengilhami milenial lainnya untuk mereplikasi tindakan yang bukan basa-basi dalam pesta demokrasi negeri ibu pertiwi tahun ini.Â
Tokoh milenial trendsetter ini diantaranya Fadh Pahdepie dan Gamal Albinsaid. Di usia nya yang memasuki 33 tahun, Fadh Pahdepie sudah menulis delapan belas buku dan tiga buku diantaranya menjadi best seller. Ia dikenal sebagai milenial yang penuh dengan ide-ide kreatif dan pemikiran-pemikiran segar tentang hal-hal di seputar manusia sebagai pembelajar. Â
Namun yang jauh lebih penting dalam pesta demokrasi ini, ia ambil bagian sebagai relawan yang memprakarsai gerakan berdiri bersama Jokowi. Tak kalah saing dengan Fadh Pahdepie, dokter muda Gamal Albinsaid yang memiliki jiwa sosial yang tinggi karena memprakarsai berdirinya klinik asuransi sampah dan bank sampah dengan cara kerja membayar sejumlah dana pengobatan dengan sampah yang tentunya sangat membantu masyarakat kelas bawah.Â
Dalam pesta demokrasi ini, ia memutuskan sikap politiknya bermuara menjadi juru bicara calon presiden Prabowo Subianto, sang mantan panglima. Â
Meski kedua milenial diatas memiliki pilihan politik yang tak serasi, namun keduanya sepakat untuk menjadikan ajang pesta demokrasi ini sebagai media untuk mengedukasi. Bisa dilihat di laman sosial media kedua pemuda ini, nuansa kental edukasi demokrasi yang dikemas secara ringan berisi namun tetap berbudi pekerti menjadikan dua milenial ini sebagai trendsetter demokrasi sejati.Â
Selain keduanya, ada banyak lagi milenial trendsetter yang mengkampanyekan demokrasi santun dalam bermanuver, sebut saja Dahnil Azhar Simanjuntak yang pernah menjadi dosen muda Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Ahmad Hanafi Rais yang pernah menjadi dosen muda di Universitas Gajah Mada, Dirgayuza Setiawan yang pernah memenangkan Global Changemaker dari British Council, dan masih banyak lagi milenial trendsetter lainnya yang menjagokan pilihan politiknya denga cara yang terpuji.Â
Telepas siapa memihak siapa, para milenial trendsetter ini layak diapresiasi karena secara tak langsung mereka mengkampanyekan sistem demokrasi yang tak mengkritisi rival pilihannya namun berfokus pada kelebihan, visi misi, dan hal-hal yang berhasil dicapai oleh pilihannya ini.
Berbeda dengan milenial trendsetter, milenial influencer adalah milenial yang cukup terkenal karena relatif sering wara wiri di layar televisi ataupun sukses menjadi youtuber.Â