Indonesia sendiri merupakan negara kepulauan yang luas dengan kekayaan maritim yang mencapai dua pertiga adalah wilayah berupa laut. Dalam dua dekade terakhir, Laut Natuna Utara ini menjadi salah satu kawasan strategis serta kawasan sensitif yang berada di antara kepulauan Indonesia. Wilayah ini terletak di ujung utara Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan. Laut Natuna ini memiliki banyak sekali sumber daya alam terutama gas bumi, minyak, dan kekayaan biota laut. Selain kekayaannya, laut ini menjadi jalur perdagangan dan jalur perlayaran berbagai kepentingan ekonomi dan geopolitik dunia. Secara hukum Indonesia memiliki Zona Ekonomi Eksklusif di Laut Natuna Utara dengan diukur sejauh 200 mil laut dari batas garis pangkal pantai dan wilayah tersebut diakui sah oleh PBB. Dalam hukum ZEE, Indonesia memiliki hak untuk mengeksplorasi dan ekploitasi sumber daya yang ada di Laut Natuna, Di sisi lain, Tiongkok mengklaim sebagian besar Laut Cina Selatan menggunakan hukum nine dash line atau garis sembilan putus berdasarkan hak sejarah sejarah dari nenek moyang. Namun, garis ini tidak diakui oleh dasar hukum internasional dan tidak memiliki dasar hukum laut Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS). Hal ini, Tiongkok menganggap sebagian wilayah laut yang secara hukum milik Indonesia itu termasuk ke dalam wilayah perairan Tiongkok hingga mengirim kapal-kapal penjaga pantai serta kapal nelayan ke wilayah perairan Laut Natuna.
Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa posisi Natuna secara sah melalui hukum batas laut ZEE dan UNCLOS. Pernyataan dari Menteri Koordinator dan Polhukam Moh. Mahfud MD "Kalau secara hukum, China tidak punya hak karena Indonesia tidak punya konflik perairan dengan itu (Natuna)", disampaikan ke wartawan di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta (Setkab.go.id, 6 Januari 2020). Dalam kunjungan ke Ranai, Natuna pada 8 Januari 2020, Presiden Jokowi juga menekankan dengan tegas bahwa kedaulatan Indonesia "Tidak bisa dinegosiasikan", (melalui Youtube Sekretariat Presiden, 2020). Pernyataan ini menunjukkan sikap tegas politik luar negeri yang tetap menjunjung penyelesaian damai.
Pemerintah juga melakukan langkah konkret dengan membangun pangkalan terpadu di wilayah tersebut dan meningkatkan aktivitas patroli TNI AL, serta sinergi lintas batas lembaga bersama Kementerian Pertahanan, Kemenko Maritim dan Investasi, Serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sinergi ini merupakan visi besar Poros Maritim Dunia Indonesia yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam forum East Asia Summit November 2014. Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa laut bukan hanya pemisah, namun pemersatu bangsa dan jalur utama yang vital untuk kemakmuran. Kemudian visi ini ditegaskan dalam kebijakan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakam Kelautan Indonesia (KKI) yang memiliki tujuh pilar utama mulai dari pengelolaan sumber daya laut, pembangunan ekonomi biru, pertahanan maritim, hingga diplomasi kelautan.
Ketegasan militer tidak bisa berjalan sendiri tanpa adanya penguat dari sinergi ketahanan laut, ekonomi biru, dan diplomasi maritim. Ketahanan laut berarti sebuah kemampuan menjaga wilaah dan sumber daya dari ancaman eksternal. Ekonomi biru berarti memastikan pemanfaatan sumber daya laut dilakukan secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat pesisir. Serta diplomasi maritim sebagai alat untuk memastikan langkah pertahanan dan ekonomi berjalan sesuai dengan hukum internasional dan kerja sama regional. Ekonomi biru sangat penting di tengah tekanan eksploitasi sumber daya laut dan ancaman perubahan iklim. Melalui pendekatan ini, laut tidak hanya sebagai ladang, melainkan ruang yang harus dikelola dengan prinsip berkelanjutan.
Di Natuna, ekonomi biru diterapkan melalui pemberdayaan nelayan lokal, peningkatan kapasitas pelabuhan perikanan, dan pengembangan industri perikanan berkelanjutan. Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan berbagai lembaga untuk menjaga keberlanjutan dari ekosistem laut, mengembangkan riset energy laut, dan memperkuat system logistic perikanan. Pendekatan ini sebagai upaya tidak hanya mempertahankan batas wilayah, namun langkah untuk mensejahterahkan rakyat pesisir. Dalam forum Indian Ocean Rim Association (IORA) dan ASEAM Blue Economy Framework juga mendorong kerja sama ekonomi biru dengan mempromosikan kerja sama regional dalam bidang energy terbarukan, perikanan lestari, dan konversi ekosistem laut. Diplomasi ini tentu meningkatkan citra Indonesia dan memperkuat kerja sama di bidang teknologi kelautan untuk menjaga keamanan laut.
Diplomasi ini dilakukan untuk menjaga stabilitas keamanan laut agar tidak berubah menjadi konflik terbuka dan sebagai tindakan untuk menyelesaikan kasus secara damai sesuai dengan hukum internasional yang mengedepankan komunikasi bilateral dengan semua pihak termasuk Tiongkok tanpa mengorbankan kepentingan nasional. Dengan sinergi ketahanan laut, ekonomi biru, dan diplomasi maritim, menciptaka strategi Indonesia lebih komprehensif di Laut Natuna. Kekuatan militer digunakan tidak untuk mengintimidasi, tetapi menjaga keamanan di wilayah perairan. Diplomasidigunakan untuk menegaskan posisi Indonesia sebagai negara yang beradab dan berdaulat. Serta ekonomi biru hadir tidak hanya untuk memperoleh keuntungan, tetapi memastikan laut menjadi sumber kehidupan untuk kehidupan berkelanjutan. Melalui sinergi ini membedakan pendekatan Indonesia dari negara-negara lain dalam merespon isu batas laut terutama di kawasan Laut Cina Selatan dengan tegas melalui prinsip, namun tetap bijaksana dalam langkah yang diambil.
Ke depan, tantangan Laut Natuna akan semakin kompleks akibat modernisasi kekuatan Tiongkok, tekanan geopolitik, dan perubahan iklim kawasan. Indonesia perlu menerapkan langkah dan strategi maritim yang lebih adaptif dengan memperkuat pertahanan, teknologi pengawasan laut, dan diplomasi lingkungan yang progresif. Pembangunan di wilayah perbatasan juga harus melibatkan masyarakat lokal agar mereka menjadi bagian dari penjaga sekaligus penerima manfaat. Laut Natuna tidak hanya sekedar garis biru di peta, melainkan simbol identitas dan kedaulatan bangsa. Ketegasan Indonesia di Natuna menegaskan bahwa kedaulatan tidak hanya bagaimana strategi pertahanan, melainkan bagaimana tetap berkelanjutan dan membawa kemakmuran. Kedaulatan sejati akan bermakna jika diiringi dengan kesejahteraan rakyat dan kelestarian lingkungan. Karena itu, strategi maritime di Indonesia harus memadukan kekuatan laut yang tangguh, ekonomi biru yang inklusif, dan diplomasi maritim yang cerdas. Dengan sinergi ini dapat membantu mewujudkan visi sebagai Poros Maritim Dunia secara nyata sekaligus menegakkan kedaulatan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI