Mohon tunggu...
Amalia
Amalia Mohon Tunggu... Guru

Guru MAN 1 Palembang, Lulusan Magister Pengajaran Fisika ITB, Juara 3 Guru Madrasah Berprestasi tingkat nasional tahun 2022, Top 5 Duta Rumah Belajar Sumsel 2020, Wardah Inspiring Teacher 2021, dan Gold Medal di beberapa kegiatan kompetisi guru. Bisa disapa di Instagram @channel_buamel

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Panas Bumi Yang Menjaga Denyut Negeri

12 Oktober 2025   13:02 Diperbarui: 12 Oktober 2025   13:02 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto di Tangkuban Perahu (2007), salah satu tempat dengan  panas bumi yang signifikan. (Sumber: dokumen pribadi)

Di lembah dekat kampung nenekku dulu, ada kolam air hangat yang tak pernah berhenti mengepulkan uap. Nenek bilang itu adalah tanda bumi sedang bernapas. Waktu itu. kami anak-anak kecil tak begitu mengerti. Sebagian kami berimajinasi bahwa uap itu adalah naga yang mendesis. Namun, kenangan inilah yang menjadi awal dari pemahamanku tentang energi panas bumi yang aku pelajari lebih dalam di bangku kuliah. Misteri masa kecilku itu kembali teringat saat dihadapkan dengan tumpukan data dan jurnal teknis. Naga yang mendesis itu ternyata adalah energi panas bumi, dimana potensi Indonesia mencapai 40 persen dari total panas bumi dunia.

Dari Uap Bawah Tanah Menjadi Mesin Peradaban

Panas dari inti bumi naik melalui celah-celah bumi dan memanaskan air yang terperangkap ribuan meter di bawah permukaan. Air ini berubah menjadi uap bertekanan tinggi. Uap ini digunakan untuk memutar turbin besar, mengubah panas menjadi listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Di tempat-tempat khusus seperti Kamojang dan Darajat di Jawa Barat, uap yang keluar dari dalam bumi dapat langsung digunakan untuk memutar turbin.

Teknologi yang lebih umum adalah flash steam, dimana insinyur mengebor jauh ke dalam bumi untuk mengambil air panas bertekanan super tinggi dengan suhu bisa mencapai lebih dari 200C. Ketika air ini dibawa ke permukaan dan tekanannya dilepas, sebagian segera berubah menjadi uap, mirip seperti membuka botol minuman bersoda yang baru saja dikocok. Uap inilah yang kemudian menjadi tenaga penggerak. Sisa airnya dikembalikan lagi ke dalam bumi, dalam sebuah siklus berkelanjutan yang indah.

Panas bumi adalah sumber energi beban dasar (base load) yang andal karena mampu menyediakan listrik secara stabil 24 jam sehari. Emisinya pun sangat rendah, bahkan lebih rendah dari panel surya skala besar dan biomassa. Dan yang tak kalah penting, ia tidak rakus lahan. Sebuah PLTP hanya membutuhkan sebagian kecil area jika dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga bayu atau air.

Pertaruhan Besar di Bawah Cincin Api

Indonesia memiliki banyak potensi dan keunggulan yang seharusnya menjadikan negara kita kuat dalam energi bersih. Namun kenyataannya, meskipun ada puluhan ribu Megawatt yang tersedia, saat ini kita baru memanfaatkan sekitar 7 persen dari jumlah tersebut.

Tantangan utama yang dihadapi oleh Pemerintah adalah pertaruhan di tahap paling awal: eksplorasi. Menemukan dan membuktikan cadangan panas bumi yang ekonomis untuk dikembangkan adalah seperti mencari jarum di tumpukan jerami, yang berbiaya puluhan juta dolar. Jika pengeboran gagal, uang itu hangus. Risiko inilah yang membuat banyak investor swasta khawatir; akibatnya, pengembangan energi panas bumi selama puluhan tahun terakhir ini seperti jalan di tempat.

Tantangan lain adalah labirin birokrasi. Ironisnya, banyak "harta karun" panas bumi kita tersembunyi di bawah kawasan hutan konservasi. Meskipun undang-undang telah membuka celah, proses perizinan untuk bekerja di sini sangat rumit dan panjang. Belum lagi timbulnya isu sosial. Masyarakat di sekitar lokasi proyek sering kali memiliki kekhawatiran yang perlu didengar---tentang sumber air, tentang tanah adat, atau tentang dampak lingkungan. Tanpa dialog yang tulus dan partisipasi yang berarti, proyek sebesar apa pun bisa terhenti karena penolakan.

Kisah Tanah Jawa: Sang Pelopor dan Raksasa yang Menanti

Namun, di tengah segala tantangan, ada mercusuar harapan. Provinsi Jawa Barat, yang dikenal sebagai Tanah Parahyangan, adalah contoh keberhasilan energi panas bumi di Indonesia. Dengan kapasitas total mencapai 1.194 MW, provinsi ini menyuplai lebih dari separuh (56%) listrik panas bumi di Indonesia. Beberapa nama terkenal seperti PLTP Kamojang, Darajat, Salak, dan Wayang Windu telah menjadi legenda karena telah menerangi jutaan rumah dan mendukung perkembangan industri. Keberhasilan ini membuktikan bahwa dengan sumber daya yang tepat dan kemauan yang kuat, panas bumi benar-benar bisa diubah menjadi kesejahteraan.

Jawa Timur lain lagi. Jika Jawa Barat adalah sang pelopor yang sudah berlari kencang, Jawa Timur adalah raksasa yang masih tertidur. Cadangan daya di Jawa Timur teridentifikasi mencapai lebih dari 1.300 MW, tersebar di 13 lokasi dari lereng Gunung Lawu hingga kawah Ijen. Namun hingga kini, belum ada satu pun PLTP yang beroperasi di sana. Pemerintah provinsi Jawa Timur sebenarnya telah menyusun rencana untuk mulai membangun PLTP dengan target kapasitas 630 MW dalam beberapa tahun ke depan. Jika ini terwujud, maka energi bersih dan kemandirian energi dapat ditingkatkan hingga ke pelosok-pelosok desa.

Menyalakan Harapan, Menjaga Kedaulatan

Pengembangan energi panas bumi merupakan sebuah penegasan kedaulatan, bahwa sebuah negara yang mampu memenuhi kebutuhan energinya dari sumber daya di tanahnya sendiri adalah negara yang kuat dan mandiri.

Pemerintah pun tampaknya mulai menyadari hal ini. Untuk mengatasi risiko eksplorasi yang menjadi momok, kini pemerintah turun tangan. Melalui program seperti Government Drilling, pemerintah yang menanggung risiko pengeboran awal, sehingga ketika wilayah kerja ditawarkan kepada investor, datanya sudah lebih pasti. Ada pula berbagai skema pendanaan dan mitigasi risiko seperti PISP dan GREM yang dirancang untuk meringankan beban pengembang.

Langkah-langkah ini sangat krusial karena menerangi negeri ini bukan hanya soal membangun pembangkit, tetapi juga tentang mencapai kemandirian energi dan membangun masa depan. Setiap Megawatt listrik yang dihasilkan dari panas bumi adalah satu langkah menjauh dari polusi batu bara, satu langkah mendekat pada komitmen iklim global, dan satu langkah menuju ketahanan energi yang berkelanjutan.

Kini, setiap kali aku merasakan hangatnya air dari sumber alami, aku melihat lebih dari sekadar keajaiban masa kecil; aku melihat sebuah janji. Janji akan langit yang lebih biru untuk anak cucu kita. Janji akan desa-desa terpencil yang akhirnya terang benderang. Dan janji tentang Indonesia yang berdaulat, yang kekuatannya tidak lagi diukur dari barel minyak yang diimpor, tetapi dari napas hangat yang dihembuskan oleh Ibu Pertiwi sendiri. Perjalanan ini masih panjang dan napas itu abadi. Tugas kita hanyalah terus belajar untuk dapat memanfaatkannya dengan bijak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun