Selama ini naskah-naskah tua berupa manuskrip kuno yang tersebar di museum-museum Eropa masih kurang dipublikasikan. Naskah atau manuskrip yang berasal dari Indonesia yang jelas adalah milik Indonesiai menjadi daya tarik utama dan menjadi andalan bagi museum-museum yang ada di Eropa yang memilikinya. Sehingga banyak hasil-hasil penelitian dan membuahkan tulisan baik artikel atau buku yang berkenaan dengan sejarah-sejarah di Indonesia banyak bersumber dari manuskrip yang berasal dari Indonesia yang menjadi keloksi di berbagi museum di Eropa. Diantara negara-negara Eropa mungkin saat ini Belanda adalah negara yang memiliki beberapa museum dengan koleksi manuskrip berasal dari Indonesia. Diantara ribuan lembar koleksi manuskrip yang ada di beberapa museum Belanda, yang paling menarik perhatian adalah manuskrip kuno kitab epos I La Galigo yang berasal dari masyarakat Sulawesi Selatan. Naskah ini sekarang merupakan bagian dari koleksi naskah-naskah Indonesia dari the Netherlands Bible Society, yang diberikan hak permanen ke Koninklijk Instituut voor Taal- Land- en Volkenkunde Leiden Perpustakaan Universitas Leiden sejak tahun 1905-1915 di Belanda. Manuskrip ini masih tersimpan rapi seperti dan menjadi salah satu naskah tua yang paling dijaga dan sangat berharga. Sekelumit mengenai Kitab Epos I La Galigo bagi masyarakat Sulawesi Selatan merupakan epos yang menceritakan asal usul peradaban masyarakat Sulawesi umumnya dan khususnya Sulawesi bagian Selatan. Epos berkaitan dengan berbagai etnis yang ada di daratan Sulawesi sehingga masih dapat ditemukan di tengah lapisan masyarakat di Sulawesi khususnya di propinsi Sulawesi Selatan mensakralkan epos ini dan ada pula menganggap ini merupakan kitab suci selain itu ada pula menganggap epos ini hanya sebuah karya sastra karena isinya hanya mitos. Namun terpenting kisah I La Galigo bisa di temui di hampir seluruh jazirah Sulawesi namun kisah ini lebih banyak ditemukan di bagian Selatan pulau Sulawesi Selatan khususnya di masyarakat etnis Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja., dalam hal ini epos I La Galigo memberikan gambaran keterkaitan bahwa etnis yang ada memiliki hubungan kuat dengan keterkaitan memiliki satu leluhur yang sama. Inilah membuat I La Galigo bukan milik etnis tertentu di Sulawesi melainkan milik semua dan untuk saat ini adalah milik masyarakat Indonesia. Perjalanan kitab ini sungguh panjang hingga menjadi salah satu koleksi perpustakaan Koninklijk Instituut voor Taal- Land- en Volkenkunde Leiden di Belanda. Epos I La Galigo di tulis ulang seorang wanita Bangsawan Bugis Makassar yang bernama Collie Puji Arung Pancana Toa yang merupakan Arung (Raja) didaerah Tanete yang sekarang masuk wilayah Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Barru di Propinsi Sulawesi Selatan. Keinginan Collie Puji menulis ulang adalah hasil dorongan seorang misionaris dan juga seorang peneliti Antropolog asal Belanda yakni Dr.B.F Mathees. Dalam kegiatan misionarisnya di sertai penelitiannya B.F Mathees berupaya mengumpulkan lagi lembaran-lembaran lain dari Epos I La Galigo yang tersebar di kalangan masyarakat di Sulawesi Selatan. Manuskrip Epos I La Galigo memiliki 300.000 baris teks serta diperkirakan masih ada ratusan hingga ribuan lembar masih tersebar di tengah masyarakat selain itu telah banyak mengalami kerusakan atau hilang, namun untuk melihat secara dekat epos ini masih bisa dijumpai beberapa lembar di Museum La Galigo Makassar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI